Liputan6.com, Jakarta - AWS telah meluncurkan program AWS Lift di Indonesia, dengan tujuan untuk mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) dalam memulai perjalanan transformasi digital mereka.
Program ini memberikan paket perdana Kredit AWS selama 12 bulan kepada pelanggan baru dan lama, untuk digunakan mengakses 200 layanan berfitur lengkap di platform cloud AWS.
Baca Juga
"Dalam lingkungan makroekonomi saat ini, pelaku UKM ingin mengadaptasi model bisnis mereka, dan teknologi dapat membantu mereka," kata Anthony Amni, Head of Emerging Enterprise & SMB, Indonesia, AWS saat sesi online bersama media baru-baru ini.
Advertisement
Dia menjelaskan, "AWS memberdayakan UKM untuk menjadi lebih inovatif dan tangguh dalam menghadapi ketidakpastian dan perubahan, dan melalui program seperti AWS Lift."
Lewat program ini, AWS berkomitmen berinvestasi dan memberdayakan UKM dari berbagai sektor industri di Indonesia agar dapat mengungkapkan potensi ekonomi sejati mereka.
Adapun UKM terpilih akan menerima manfaat layanan AWS tanpa harus khawatir tentang masalah biaya, dengan setiap peningkatan penggunaan layanan akan mendapatkan kredit AWS mengimbangi tagihan, bernilai hingga USD 83.500 (Rp 1,2 miliar) selama 12 bulan.
Diketahui, adopsi cloud di Indonesia diperkirakan akan tumbuh 24,1 persen pada tingkat pertumbuhan tahunan majemuk dari 2021-2026, menurut laporan IDC 2H21 Cloud Services Country Report — Southeast Asia.
AWS telah membantu UKM di berbagai sektor industri di Indonesia, termasuk layanan kesehatan, ritel, media & hiburan, dan logistik, dalam mentransformasi bisnis mereka secara digital dengan memanfaatkan layanan AWS.
Dengan tagihan minimum hanya USD 1 dan tanpa periode lock-in atau biaya tersembunyi, AWS Lift membantu mengurangi tekanan biaya dan memberikan pendekatan bebas komitmen kepada UKM untuk memulai menggunakan platform AWS dengan model pembayaran pay-as-you-go fleksibel, guna mengembangkan operasional dan mendorong pertumbuhan pendapatan baru.
AWS Partner Network (APN) adalah komunitas global yang terdiri dari lebih dari 100.000 mitra AWS di lebih dari 150 negara, dengan hampir 70 persen di antaranya berkantor pusat di luar Amerika Serikat.
Mitra AWS di Indonesia, seperti PT Central Data Technology (CDT) dan PT Innovation Cloud Services (ICS), telah membantu UKM dalam mengurangi biaya infrastruktur dan memigrasikan operasional mereka ke AWS, membantu mereka dalam transformasi digital di cloud.
AWS Rilis Data Lab Kawasan ASEAN untuk Pebisnis di Indonesia
Di sisi lain, AWS merilis sebuah studi tentang bagaimana organisasi bisnis Indonesia memanfaatkan kekuatan data.
Peralatan dan teknologi, keterampilan digital, dan keamanan data adalah kunci untuk menjembatani kesenjangan kematangan data di Indonesia.
AWS mengatakan, dengan memanfaatkan analitik, kecerdasan buatan, dan pembelajaran mesin (machine learning), pendapatan perusahaan dapat tumbuh sebesar 13,8 persen per tahun.
Laporan Demystifying Data 2022 diprakarsai oleh AWS, dan disusun oleh Deloitte Access Economics.
AWS menjelaskan, laporan tersebut didasarkan pada survei terhadap 523 pejabat senior pengambil keputusan di berbagai organisasi bisnis di Tanah Air.
Dalam survei tersebut, kematangan data organisasi responden diukur termasuk sejauh mana organisasi menggunakan data yang mereka hasilkan.
Metode pengukur menggunakan skala numerik lima digit mulai dari Dasar dan Pemula ke Menengah hingga Tingkat Lanjut dan Penguasaan. Lebih dari separuh (57 persen) organisasi yang disurvei berkisah, menangkap dan menganalisis data secara efektif dapat menghasilkan peningkatan penjualan dan pendapatan.
Tercatat juga peningkatan produktivitas (56 persen), dan memungkinkan inovasi (54 persen).
Namun, laporan tersebut menemukan meskipun kian banyak hal yang dapat dilakukan ternyata 88 persen organisasi di Indonesia masih dalam tahap kematangan data Dasar dan Pemula.
“Seiring dengan meningkatnya investasi untuk transformasi digital, tercipta peluang perluasan penggunaan data demi meningkatkan produktivitas," papar Rio Ricardo, Direktur Artificial Intelligence & Data, SEA, Deloitte saat temu meida secara online baru-baru ini.
"Imbasnya menghasilkan timbal balik finansial bagi bisnis mereka, serta dampak positif pada ekonomi," kata Rio.
Advertisement
Masih Banyak Kendala
Meski begitu, hanya 5 persen dari organisasi di Indonesia yang telah melakukan investasi untuk teknologi, talenta dan proses dibutuhkan dalam upaya memaksimalkan potensi data mereka miliki secara penuh,
Organisasi responden di sektor informasi, media, dan telekomunikasi menempati peringkat tertinggi dalam skala kematangan data.
69 persen dari organisasi-organisasi ini berada pada level Tingkat Lanjut atau Penguasaan, diikuti oleh organisasi di sektor keuangan dan asuransi (50 persen), dan perdagangan grosir (50 persen).
Sebaliknya, organisasi di sektor pendidikan dan pelatihan serta konstruksi memiliki tingkat kematangan data terendah, dengan hanya kurang dari 30 persen organisasi disurvei di sektor industri ini meraih tingkat kematangan data Tingkat Lanjut atau Penguasaan.
Meski jelas terdapat manfaat dari upaya peningkatan kematangan data, banyak organisasi di Indonesia yang masih menghadapi berbagai tantangan dalam melakukan hal ini.
Salah satunya adalah dalam penggunaan data dan alat-alat serta teknologi analitik (46 persen), diikuti oleh kurangnya pendanaan (30 persen).
Kenyataan ini diperburuk dengan adanya pandemi COVID-19, di mana 52 persen dari pelaku bisnis mengakui sejak terjadinya pandemi, prioritas utama mereka adalah bagaimana caranya bertahan.
Hal ini berujung pada berkurangnya sumber daya yang tersedia untuk data dan analitik.
Selain itu, 44 persen dari organisasi-organisasi ini menyebutkan keamanan dan risiko data sebagai hambatan lain, yang dapat menimbulkan biaya dalam jumlah cukup besar.
AWS Data Lab di ASEAN
Selama satu tahun ke depan, jumlah pekerja Indonesia yang membutuhkan pelatihan keterampilan digital untuk mendukung pekerjaan mereka diproyeksikan meningkat sebanyak 17,2 juta orang, mewakili 13 persen dari jumlah angkatan kerja Indonesia.
Namun, hampir separuh organisasi di Indonesia (44 persen) mengeluhkan kurangnya akses ke sumber daya terampil, yang mereka anggap sebagai hambatan dalam mengembangkan kemampuan data dan analitik mereka.
Menurut laporan tersebut, 37 persen dari organisasi yang disurvei lebih memilih untuk meningkatkan keterampilan karyawan mereka saat ini dan mengembangkan kemampuan data dan analitik mereka.
Sementara itu, 29 persen lain memilih mengakuisisi keterampilan dengan merekrut talenta baru.
Kini fokus AWS adalah untuk meruntuhkan berbagai rintangan tersebut, dan membantu organisasi dalam menjembatani kesenjangan kematangan data serta meningkatkan keterampilan karyawan mereka dalam hal analitik data.
AWS Data Lab adalah program gratis yang mempertemukan pelanggan dengan pakar data AWS untuk memecahkan tantangan data yang kompleks dengan cara yang nyata, menggunakan solusi AWS. Dalam skema kerja sama ini,
Arsitek Solusi dari AWS Data Lab dan pakar layanan AWS akan mendampingi pelanggan dengan memberikan panduan, berbagi praktik terbaik, dan menghilangkan hambatan teknis.
(Ysl/Tin)
Advertisement