Liputan6.com, Jakarta - Pakar AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan) yang dijuluki sebagai salah satu "Godfathers of AI", Geoffrey Hinton, memutuskan untuk berhenti dari Google.
Pemenang 2018 Turing Award itu juga mengatakan sebagian dari dirinya menyesali pekerjaan seumur hidupnya tersebut.
Baca Juga
Kepada The New York Times, pria berusia 75 tahun itu mengatakan dia juga berhenti dari Google agar lebih bisa berbicara dengan bebas tentang risiko dan bahaya AI.
Advertisement
"Saya menghibur diri dengan alasan biasa: Jika saya tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya," kata Hinton, seperti dikutip dari The Verge, Kamis (4/5/2023).
"Sulit untuk melihat bagaimana Anda dapat mencegah aktor jahat menggunakannya untuk hal-hal buruk," ujar pria yang telah bekerja di Google selama lebih dari satu dekade itu.
Geoffrey Hinton memberi tahu Google tentang pengunduran dirinya pada bulan lalu. Dia juga telah berbicara dengan sang CEO Sundar Pichai, meski rincian pembicaraan keduanya tidak diungkapkan.
Hinton bergabung dengan Google, setelah perusahaan itu mengakuisisi perusahaan yang digarap oleh Hinton dan dua muridnya, salah satunya kemudian menjadi kepala ilmuwan di perusahaan kecerdasan buatan OpenAI.
Hinton dan murid-muridnya juga mengembangkan jaringan saraf yang dapat belajar secara mandiri, untuk mengidentifikasi objek umum seperti anjing, kucing, dan bunga setelah menganalisis ribuan foto.
Pekerjaan inilah yang pada akhirnya mengarah pada pembuatan ChatGPT dan Google Bard.
Dalam wawancaranya, Hinton mengaku senang dengan pengelolaan teknologi Google, sampai Microsoft meluncuran Bing dengan AI OpenAI, menantang bisnis inti dan memicu "kode merah" perusahaan.Â
Risiko Memenuhi Dunia dengan Gambar dan Tulisan Palsu
Hinton juga mengatakan, persaingan sengit mungkin tidak mungkin dihentikan, bahkan bisa menghasilkan dunia dengan banyaknya gambar dan teks palsu, hingga tidak ada yang bisa mengatakan "apa yang benar lagi."
Melalui Twitter, Hinton juga menambahkan dirinya cabut dari Google bukan agar dirinya bisa mengkritik perusahaan itu.
"Sebenarnya, saya pergi agar saya bisa berbicara tentang bahaya AI tanpa mempertimbangkan bagaimana dampaknya terhadap Google. Google telah bertindak sangat bertanggung jawab," cuitnya.
Sementara itu, Kepala ilmuwan Google, Jeff Dean, juga mengatakan bahwa mereka akan tetap berkomitmen pada pendekatan AI yang bertanggung jawab. "Kami terus belajar untuk memahami risiko yang muncul sambil berinovasi dengan berani," ujarnya.
Dalam wawancaranya dengan The New York Times, Hinton mengatakan penyebaran informasi yang salah, hanyalah perhatian langsungnya.
Advertisement
Kekhawatiran Terhadap AI
Di waktu yang lebih panjang, Hinton mengatakan dia khawatir kecerdasan buatan akan menghilangkan pekerjaan hafalan, dan mungkin kemanusiaan itu sendiri saat AI mulai menulis dan menjalankan kodenya sendiri.
Menurut Hinton, ada ide AI bisa menjadi lebih pintar daripada manusia, dan kebanyakan orang berpikir itu masih jauh.
"Kebanyakan orang berpikir itu jauh. Dan saya dulu berpikir itu jauh. Saya pikir itu 30 sampai 50 tahun atau bahkan lebih lama lagi. Jelas, saya tidak lagi memikirkan itu."
Di awal 2023 lalu, Elon Musk juga pernah memberikan peringatan tentang perkembangan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan lewat akun Twitter-nya.
Berkaca dari perkembangan ChatGPT yang semakin naik daun, bos Twitter tersebut khawatir pengembangan AI yang tak terkendali berpotensi mengancam umat manusia.
Elon Musk Minta Pagar Pengaman untuk AI
Karena hal tersebut, Elon Musk meminta agar pemerintah dapat segera mengembangkan safety net atau pagar pengaman sehubungan dengan populeritas ChatGPT dan lainnya.
Pernyataan ini diungkap oleh bos Twitter, Tesla, dan SpaceX saat menghadiri World Goverment Summit di Dubai secara virtual.
"Salah satu risiko terbesar bagi masa depan peradaban adalah AI. Tapi AI itu ada dampak positif dan negatif--teknologi ini memiliki potensi besar, kemampuan besar, tetapi juga memiliki bahaya besar," kata Elon Musk.
Ucapan Elon Musk ini terbilang cukup menarik, mengingat dirinya ikut andil mendirikan perusahaan OpenAI di balik pengembangan ChatGPT.
"Sebagai contoh, penemuan fisika nuklir berujung pada pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir tetapi juga bom nuklir," katanya.
Pernyataan Musk ini muncul ketika para kritikus mulai mengajukan pertanyaan tentang kekurangan ChatGPT, seperti berpotensi menampilkan informasi meragukan atau hoaks.
(Dio/Isk)
Advertisement