Sukses

Induk Aplikasi Kencan Tinder Match Group Tinggalkan Rusia Akhir Juni 2023

Perusahaan pemilik aplikasi kencan Tinder, Match Group, mengumumkan akan menarik diri dari Rusia mulai akhir Juni 2023

Liputan6.com, Jakarta - Induk Tinder, Match Group, mengumumkan bahwa mereka akan angkat kaki dari Rusia dan menarik aplikasi-aplikasi kencan mereka dari negara itu pada akhir Juni 2023.

"Kami berkomitmen untuk melindungi hak-hak asasi manusia," kata Match Group dalam sebuah paragraf pendek, di bagian "Menumbuhkan budaya integritas dan keandalan", seperti dikutip dari Euronews.

"Jenama kami mengambil langkah-langkah untuk membatasi akses ke layanan mereka di Rusia dan akan menyelesaikan penarikan mereka dari pasar Rusia pada 30 Juni 2023," tulis perusahaan, dikutip Kamis (4/5/2023).

Namun, Match Group tidak mengungkapkan mengapa mereka baru menarik diri dari negara itu tahun ini, atau apa yang dilakukan untuk membatasi akses sebelumnya.

Mengutip Engadget, perusahaan mengakui bahwa ada rusaknya penjualan di wilayah Eropa pada bulan Maret 2022, sebulan setelah Perang Ukraina dimulai.

Jeff Perkins, Direktur Eksekutif Pemegang Saham Friends Fiduciary Corp, mengatakan, kehadiran Match yang berkelanjutan di Rusia "tidak terlihat bagus" karena berbisnis di negara yang dituding melakukan kejahatan perang.

Match sempat didesak oleh Rusia agar menyimpan data dan pesan pengguna di negara itu, sesuai dengan persyaratan layanan intelijen.

Ini meningkatkan kekhawatiran pengguna LGBTQ, khususnya karena data dibagikan dengan pemerintah Rusia yang kontra terhadap mereka.

Musim panas lalu, Match Group terkena denda 2 juta rubel oleh pengadilan distrik Moskow, dalam kasus yang diajukan terhadap beberapa platform, termasuk WhatsApp, Snapchat, Spotify, dan Hotels.com. 

2 dari 4 halaman

Susul Sejumlah Perusahaan Teknologi yang Cabut dari Rusia

Namun, aplikasi-aplikasi Match Group juga tersedia untuk diunduh di negara lain meski wilayah itu punya catatan hak asasi manusia yang buruk, di antaranya Belarusia yang merupakan negara otoriter.

Sebelumnya, beberapa perusahaan induk aplikasi kencan online seperti Bumble Inc. yang memiliki Bumble dan Badoo, mengumumkan pemblokiran di Rusia dan Belarusia pada Maret 2022.

Tak lama usai Perang Ukraina meletus di Februari 2022, sejumlah perusahaan teknologi juga telah undur diri dari Rusia.

Apple dan Microsoft menghentikan semua penjualan di negeri yang dipimpin Vladimir Putin itu pada awal Maret tahun lalu. Sementara Netflix, juga telah menghentikan streaming segera setelah membekukan produksi di negara itu.

Sejumlah perusahaan internet juga memblokir media-media Rusia seperti RT dan Sputnik.

3 dari 4 halaman

Perusahaan Perbankan Rusia Luncurkan GigaChat

Sebelumnya, perusahaan perbankan Rusia Sberbank, mengumumkan bahwa mereka ikut terjun ke dalam tren kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), dengan merilis GigaChat.

GigaChat adalah sebuah chatbot AI, yang disebut-sebut akan masuk ke jajaran penantang baru ChatGPT buatan OpenAI. Meski begitu, platform ini masih dalam uji coba khusus undangan.

Menurut Sberbank, seperti mengutip Gizchina, Jumat (28/4/2023), yang membedakan GigaChat dari global neural networks lainnya, adalah kemampuannya untuk berkomunikasi dengan lebih cerdas dalam bahasa Rusia.

Sejak negara-negara Barat menghentikan ekspor nya di Rusia sebagai buntut Perang Ukraina, bank terkemuka Rusia itu telah berinvestasi besar dalam teknologi, untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap impor.

GigaChat pun menjadi salah satu hasil dari investasi mereka di bidang teknologi.

 

4 dari 4 halaman

Keunggulan GigaChat Dibanding Chatbot AI Lain

Mengutip The Moscow Times, Sberbank mengklaim GigaChat punya keunggulan dibanding chatbot AI lainnya, salah satunya adalah kemampuannya untuk menghasilkan gambar.

CEO Sberbank Herman Gref pun menggambarkan GigaChat sebagai "terobosan untuk dunia teknologi Rusia yang lebih luas."

"Penting untuk dicatat bahwa GigaChat dapat digunakan tidak hanya oleh mereka yang suka bereksperimen dengan teknologi baru, tetapi juga oleh pelajar, dan bahkan peneliti untuk karya ilmiah yang serius," ujarnya.

Gref sendiri pernah menjabat sebagai Menteri Pembangunan Ekonomi dalam dua masa jabatan pertama Presiden Rusia Vladimir Putin.

(Dio/Ysl)