Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate baru saja ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Penetapan tersangka diumumkan usai Johnny menjalani pemeriksaan atas kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Tahun 2020 sampai dengan 2022.
Baca Juga
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, prihatin dengan situasi ini dan berharap proses hukum dapat berjalan secara adil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Advertisement
APJII pun mendesak pemerintah untuk segera membuat regulasi dan cetak biru penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
Arif menekankan industri telekomunikasi merupakan kontributor besar bagi perekonomian nasional dan berharap kasus ini tidak mengganggu penyelenggaraan pemerintahan dan layanan publik oleh Kominfo.
Ia menyampaikan kekhawatirannya bahwa gangguan dalam pelayanan Kominfo dapat memperlambat pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.
"Kami di APJII memahami dampak psikologis yang mungkin dirasakan oleh aparatur pemerintahan di Kominfo. Namun, kami percaya jajaran struktural Kemenkominfo akan tetap menjalankan tugasnya dengan baik untuk melayani masyarakat Indonesia," kata Arif melalui keterangannya, Jumat (19/5/2023).
APJII berharap kasus dugaan penyalahgunaan dana universal service obligation (USO) ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan menyeluruh pada industri telekomunikasi nasional, khususnya dalam penggunaan dan pemanfaatan dana USO.
Â
Desak Pemerintah Bikin Aturan Penggelaran Infrastruktur Telekomunikasi
Menurut data terbaru APJII, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi memadai. Ada sebagian masyarakat kita, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) belum dapat menikmati layanan telekomunikasi.
"Telekomunikasi adalah hak dasar setiap warga negara, dan semua itu diatur dalam konstitusi. Oleh karena itu, APJII mendesak pemerintah untuk membuat aturan yang tegas terkait penggunaan dana USO yang setiap tahunnya dikelola oleh penyelenggara telekomunikasi di Indonesia," ucap Arif menegakan
APJII berharap pengawasan penggunaan dana USO dapat melibatkan pemangku kepentingan yang ada, seperti MASTEL, ATSI, APJII, dan APJATEL. Tanpa pengawasan yang aktif dari pemangku kepentingan, potensi penyalahgunaan dana USO masih dapat terjadi.
APJII juga mendesak pemerintah untuk membuat regulasi dan cetak biru penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
Hingga saat ini, menurut APJII, pemerintah belum memiliki regulasi dan cetak biru yang dapat dijadikan acuan penyelenggaraan serta penggelaran infrastruktur telekomunikasi.
Â
Advertisement
Regulasi Pemerintah Pusat dan Daerah Tak Sinkron
Menurut APJII, pemerintah pusat telah membuat Undang-Undang Cipta Kerja yang diharapkan dapat menarik investor dan mempermudah penggelaran infrastruktur telekomunikasi.
Namun, dalam implementasinya di daerah, terjadi beberapa kendala dan tampaknya tidak ada harmonisasi dan sinkronisasi antara regulasi pemerintah pusat dan daerah.
"Dengan adanya regulasi penggelaran infrastruktur digital yang jelas dan melibatkan semua pemangku kepentingan, kami berharap bahwa dalam 5 tahun ke depan, penetrasi internet di Indonesia dapat mencapai 100%," ujar Arif.
"Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi yang merata di seluruh Indonesia menjadi kunci dalam meningkatkan perekonomian nasional, khususnya dalam mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia yang sangat besar namun belum dimanfaatkan secara optimal," Arif memungkaskan.
Â
Infografis: 26 Satelit Milik Indonesia (Liputan6.com / Abdillah)
Advertisement