Sukses

Vina Muliana: Kita Semua Punya Orang Dalam, tapi Tidak Tahu Cara Memanfaatkannya

Sepekan setelah diunggah, videonya langsung populer dan dalam sebulan pengikutnya sudah 100 ribu hingga kini mencapai 4 juta lebih.

Liputan6.com, Jakarta Tak selamanya pandemi Covid-19 membuat kreativitas jadi tumpul. Sebaliknya, ide dan gagasan brilian bisa muncul saat tubuh terkurung di kamar karena tak bisa bergerak. Salah satunya dialami Vina Muliana, konten kreator yang wajahnya kini malang melintang di TikTok dan Instagram.

Vina mengaku memulai menciptakan kesibukan sendiri di rumah kala pandemi menyebar untuk pertama kalinya di awal 2020 lalu. Saat itu, Vina mangatakan dirinya terus mencari cara untuk menghibur diri sendiri dan mencari kesibukan di kala pandemi.

Ketika itu pula dia mengunduh TikTok untuk pertama kalinya. Di akun yang dia buat itu kemudian bersiliweran keluh kesah para warganet tentang dunia kerja, mulai dari sulitnya menembus tahapan interview hingga beratnya beban kerja.

Seketika terbersit keinginan Vina untuk menciptakan sebuah konten yang solutif terkait permasalahan itu. Pada Februari 2021 peraih gelar None Jakarta 2014 ini memutuskan membuat video yang menjawab permasalahan tentang dunia kerja dengan mengambil referensi dari pengalaman pribadi hingga referensi lainnya.

Meski dibuat dengan peralatan serta fasilitas yang minim, video yang dibuat perempuan bernama lengkap Vina Andhani Muliana kelahiran 19 Januari 1994 ini mendapat tanggapan positif. Sepekan setelah diunggah, videonya langsung populer. Dalam sebulan pengikutnya sudah 100 ribu hingga kini mencapai 4 juta lebih.

Dengan latar belakang pendidikan S1 Ilmu Pertanian dari Universitas Padjajaran dan S2 Marketing Communication di London School of Public Relation (LSPR), penampilan Vina memang terlihat percaya diri di depan kamera. Ditambah lagi pernah berkarier sebagai reporter bisnis selama 3,5 tahun, membuat dia belajar banyak hal yang berkaitan dengan komunikasi dan public speaking.

Atas semua pencapaian itu, Vina diganjar penghargaan pada kategori Best of Learning and Education pada TikTok Awards Indonesia 2021. Dia juga berada di Daftar Forbes 30 Under 30 Asia.

Meskipun saat ini sibuk bekerja sebagai pegawai Kementerian BUMN dengan posisi sebagai HR Senior Associate, Vina tetap menyempatkan diri berkarya dan membantu banyak orang. Bagi istri Mohamad Fidelio Omar ini, menjadi konten kreator yang baik adalah dengan cara konsisten terhadap apa yang dilakukan.

Di akhir pekan dia biasanya membuat 5-6 konten sekaligus berkaitan dengan tips wawancara, cara membuat CV atau resume untuk diunggah di TikTok dan Instagram. Lantas, apa lagi impian Vina yang belum terwujud?

Berikut petikan wawancara Vina Muliana dengan Sheila Octarina dalam program Bincang Liputan6.

2 dari 7 halaman

Ketika Instagram Jadi Posko Kemenaker

Bisa diceritakan bagaimana awal karier Vina?

Ketika lulus kuliah, pertama kali aku berkarier itu jadi jurnalis atau wartawan di Liputan6.com. Jadi kalau Sahabat Liputan6.com agak scroll-scroll ke bawah itu kayaknya masih ada deh archive berita-berita yang aku tulis di sana. Aku jadi wartawan di Liputan6 itu kira-kira tiga setengah tahun.

Habis itu baru ada tawaran waktu itu kerja jadi communication specialist di Kementerian BUMN, buat Bu Menteri waktu itu ya. Nah habis di kementerian kurang lebih setahun setengah baru akhirnya pindah ke MIND ID di BUMN tambang sampai sekarang.

Oke, tapi dulu kuliahnya kan di pertanian ya, terus tiba-tiba bisa menyeberang ke bidang lain itu bagaimana?

Iya memang murtad. Jadi awalnya kuliah memang di pertanian, tapi sudah semester 5 semester 6 itu sudah merasa kayaknya memang ini tuh bidangnya enggak terlalu pas gitu ya. Aku ngerasa bahwa kompetensi dan minat yang aku miliki itu lebih banyak di dunia komunikasi sama HR gitu.

Ya sudah akhirnya setelah lulus kuliah terus kemudian memilih kerjaannya sampai sekarang alhamdulillah di bidang komunikasi dan HR, kira-kira kaya gitu.

Tapi pas dulu lulus SMA apakah Vina masuk ke pertanian karena memang ingin bercocok tanam?

Nggak juga, karena memang dulu waktu SMA kita enggak benar-benar ada gambaran seperti apa dunia kuliah dan jurusan-jurusannya itu kan kayak gimana gitu. Memilih pertanian itu karena dari semua pelajaran IPA, biasa anak SMA kan egonya masih tinggi ya, nggak mau terlalu heboh gitu, akhirnya milih pelajaran yang paling disuka.

Waktu itu memang suka biologi gitu, jadi waktu milih universitas okelah yang mana ya jurusan yang banyak biologinya. Kayaknya ini jurusan bagus deh gitu, karena nama jurusannya itu bagus, agroteknologi gitu. Tapi waktu aku masuk ke dalam, ternyata belajar bertani.

Terus Vina akhirnya mengambil S2-nya itu Marketing Komunikasi, apa yang melatarbelakangi?

Ya waktu kuliah itu akhirnya karena sudah enggak terlalu pas, maksudnya suka sih sama dunia pertanian, tapi rasanya kok kalau dari bidang kompetensi kayaknya kurang pas nih. Ya sudah aku cari banyak kegiatan-kegiatan di luar kampus. Kayak ikutan klub fotografi, kemudian jadi pers mahasiswa.

Dan ternyata di kegiatan itu aku malah suka gitu dan ternyata baru ketemu, itu sebenarnya yang mendasari, ya sudah waktu kerja-kerjanya di bidang komunikasi jadi wartawan gitu ya. Dan waktu itu juga akhirnya dapat kesempatan S2, lanjut kuliah juga di bidang komunikasi juga, marcom gitu. Jadi ya sudah, akhirnya jalannya ke sana, gitu.

Nah, kalau membuat konten di media sosial itu dimulainya kapan?

Awal mulanya tuh memang enggak ada niatan. Kayak mau jadi konten kreator gitu, itu nggak ada kebayang. Itu cuma gara-gara pas pandemi terus kalau diinget kita semua harus di rumah saja, enggak boleh kemana-mana. Terus bete dong ya kan, biasa bisa jalan-jalan ke mal, bisa jalan-jalan ke luar kota, terus akhirnya enggak bisa kemana-mana.

Akhirnya mencobalah untuk mencari hiburan. Ketemulah dengan aplikasi TikTok. Kayaknya di sini banyak video lucu, jadi untuk killing the boredom gitu, di-download-lah aplikasinya. Terus ya sudah, scroll-scroll saja buat nyari video lucu sebenarnya, biar ketawa-ketawa, biar enggak stres.

Ternyata entah gimana caranya, aplikasi itu bisa ngeliat aku tuh sebagai seorang pekerja kantoran gitu lho. Jadi selain video-video lucu yang memang aku cari, banyak juga video-video yang tentang dunia pekerjaan. Salah satunya adalah curhatan para pencari kerja.

Jadi waktu pandemi itu memang banyak banget orangnya di lay off, jadi kesempatan untuk mendapat kerja itu kan lebih sulit dibanding sebelumnya, gitu kan. Mungkin mereka sudah enggak tahu harus ke mana, enggak tahu curhat ke mana, curhatlah di TikTok dan videonya sampailah ke aku gitu.

Masuk FYP-nya Vina ya?

Masuk FYP benar. Sebagai orang yang dulunya kuliahnya apa, kerjanya apa, nggak nyambung sama sekali. I've been there, I've done that. Jadi kayak merasa relate banget nih sama curhatan yang ada di sini. Dan aku merasa kayak, aduh kasihan banget ya dia enggak bisa cerita kemana-mana, nggak bisa nemu solusi curhatlah di media sosial gitu.

Ya sudah, sesimpel itu akhirnya bermodalkan sama dulu pernah jadi wartawan gitu ya. Pernah tahu caranya buat script, pernah tahu caranya sedikit-sedikit untuk bisa pakai kamera, bisa ngedit kalaupun enggak bener-bener expert, bermodalkan Hp yang sampai sekarang juga aku pakai, tinggal aku taruh, terus aku ngomong aja gitu soal pekerjaanku ya, memang waktu itu aku jadi HR gitu.

Dan ternyata nggak disangka videonya tuh lumayan banyak yang suka dan ramai gitu. Ya sudah akhirnya dari situ sampai sekarang deh.

Artinya karena nggak tega melihat curhatan banyak orang, didukung pula dengan kecocokan sama bidang pekerjaan Vina di HR, akhirnya muncul keinginan untuk membantu?

Benar, dari situ saja. Dari nggak tega ngeliatin orang yang curhat gitu, bahkan ada yang nangis-nangis gitu lho. Macam-macam, ada yang dia itu baru lulus kuliah gitu ya. Terus mungkin kuliahnya tuh bukan dari universitas ternama, bukan di kota besar juga. Dia enggak bisa dapat kesempatan karena lagi pas pandemi.

Ada juga cerita tentang ibu rumah tangga gitu ya yang dia sudah sempat kerja, terus dia harus resign karena ngurus anak, dia mau balik kerja lagi pandemi, nggak bisa dapat kerja gitu, sementara dia harus membantu perekonomian keluarganya gitu.

Jadi banyak banget sebenarnya hal-hal yang yang aku ngerasa aduh kasihan banget ya orang-orang ini enggak bisa dapat yang bisa membantu mereka gitu, sesimpel gitu saja. Akhirnya ya sudah aku buat video dengan berharap orang-orang ini enggak perlu lagi akhirnya nanti curhat-curhat di TikTok gitu.

Nah, berarti bisa nih minta tips melamar kerja untuk mereka yang antara disiplin ilmu dan passion-nya berbeda?

Sebenarnya balik lagi, kalau kita ngomongin soal career preparation atau persiapan masuk ke dunia profesional, hal pertama yang harusnya dilakukan itu bukan langsung buat CV atau latihan wawancara kerja. Tapi hal pertama yang dilakukan adalah kita kasih waktu atau menyisihkan waktu untuk refleksi sama diri kita sendiri. Nanya gitu, sebenarnya aku tuh suka di bidang apa sih gitu, minat aku di mana?

Dan kalau bisa ngeliat kompetensi kita juga boleh gitu ya. Aku bisa menyebut itu dengan finding clarity gitu. Karena banyak orang yang sudah buat CV, sudah coba untuk latihan wawancara gitu. Tapi ternyata dia masalah utamanya itu dia enggak tahu sebenarnya mau kerja di mana atau minatnya tuh apa.

Jadi memang harus mulai dari refleksi dulu. Kira-kira saya cocoknya kariernya kerja di mana ya, gitu. Atau saya suka apa ya? Bisa sesimpel itulah ya.

Dari sana kemudian baru dijajaki tuh kira-kira perusahaan mana saja yang paling cocok sama minat atau kompetensi yang kita punya. Baru dari situ buat CV, latihan wawancara kerja gitu. Jadi memang prosesnya dari situ dulu.

Mayoritas curhatan yang Vina terima memang terkait soal cara membuat lamaran kerja ya?

Setiap hari DM Instagram aku tuh sudah kayak posko pengaduan Kemenaker, banyak banget gitu ya. Curhatan tentang dunia kerja yang ada di sana. Tapi sebenarnya sumbernya tuh satu gitu. Ada yang nanya, Kak sudah benar belum CV-nya? Kak, kaya gini itu gimana sih? Tapi aku enggak bisa jawab karena aku enggak tahu sebenarnya dia tuh maunya kerja di mana gitu.

Dan enggak bisa nih, perjalanan yang aku miliki saat ini itu disamain sama orang lain itu enggak bisa. Karena kan kita punya values-nya masing-masing kan beda-beda juga kan gitu. Jadi it always start with how you reflect yourself gitu kan.

Kemudian kalau misalnya bingung, aduh gimana ya gue bagusnya cocoknya kerja di mana? Coba deh diskusi sama orang-orang terdekat, kayak orangtua, kerabat gitu, yang kemudian mereka bisa ngasih masukan gitu tentang karier atau step selanjutnya yang pengin kita ambil, kira-kira gitu.

 

3 dari 7 halaman

Jadi Konten Kreator Itu Harus Konsisten

Bisa diceritakan bagaimana akhirnya aktivitas sebagai konten kreator membuahkan sejumlah penghargaan?

Jadi karena memang nggak ada target, terus memang suka gara-gara pandemi dan membuat konten itu jadi stress relief waktu itu di 2020-2021, akhirnya dilakukan secara konsisten. Di awal-awal malah hampir setiap hari selalu bikin konten, maksudnya selalu upload konten minimal 1.

Semuanya aku lakukan setelah kerjaan kantor beres gitu. Jadi setiap hari pasti upload konten dan banyak yang suka gitu, mulai terus-menerus banyaklah pengikutnya, banyak followers-nya terus bertumbuh gitu. Suatu hari akhirnya dikontek sama TikTok, terus dikasih tahu bahwa aku bisa masuk nominasi.

Setiap tahun kan memang TikTok tuh melakukan yang namanya TikTok Awards ya. Jadi dia tuh kayak kasih penghargaan ke kreator-kreator yang dianggap baik dan bagus. Terus aku masuk ke nominasi Learning and Education sama beberapa kreator lain yang memang kontennya dibidang edukasilah istilahnya, ada yang soal craftmanship kaya crafting-crafting, ada yang soal pendidikan, ada yang tebak-tebakan.

Kemudian ya sudah dan aku enggak pernah berharap apa-apa, eh tahunya dapat penghargaan. Alhamdulillah kan, ya udah alhamdulillah lah gitu. Terus dari situ kemudian makin banyak media yang ngobrol segala macam. Salah satunya kemudian aku dikontak Forbes.

Jadi awalnya sebenarnya Forbes cuma mau liputan, mau ngobrol gitu ya. Terus ternyata mereka juga lagi ada program buat Forbes 30 Under 30 gitu. Waktu itu dari jurnalisnya bilang, Mba Vina kayanya profilnya cocok nih untuk kita masukin ke sana gitu ya, kita masukin ya, Mba.

Tapi keputusannya semua akan dari editor Asia karena ini kan dari tingkat Asia gitu. Oke, dua bulan nunggu akhirnya dikasih tahu dapat yang Forbes 30 Under 30 Indonesia dan Asia.

Kemudian juga mulai merambah ke YouTube?

Waktu itu memang aku kan mulai ngonten yang formatnya video pendek dan satu-satunya platform yang bisa ngasih kesempatan buat video pendek itu kan TikTok di awal-awal ya kan? Dulu bahkan cuma 1 menit yah, maksimal 1 menit. Nah, kemudian karena memang video pendek ini formatnya banyak banget yang suka, akhirnya beberapa platform kan juga mengadaptasi, salah satunya kan YouTube gitu.

Jadi akhirnya aku ngerasa, oh enggak semua orang itu punya TikTok kan gitu. Karena TikTok itu kan biasanya surfing the Gen Z lah, yang lebih muda gitu. Akhirnya aku upload juga beberapa kontenku di YouTube biar orang bisa lihat, orang kemudian juga bisa relate. Dan ternyata rame juga di YouTube. Akhirnya ya sudah dapat juga deh.

Ini Youtube Shorts, makanya namanya Vina Muliana Shorts gitu. Jadi memang sampai saat ini ya karena aku juga kan masih kerja, aku tuh masih belum bisa untuk bikin video panjang, karena it takes a lot of time dan a lot of effort ya untuk bikin video yang panjang.

Dan kalau aku bikin video pendek itu kan sekali syuting itu mungkin bisa 5 bisa 7 gitu. Di mana akhirnya kemudian video itu aku simpan, terus aku edit, kalau senggang baru nanti aku upload. Jadi kalau banyak yang nanya gimana caranya, masa jadi ibu-ibu HRD juga buat konten, ya kontennya dibikin pas weekend, sebenarnya ditabung, kan bikin konten 30 detik enggak akan sesusah itu ya.

Dalam waktu singkat 1 menit 30 detik itu kita mau ngomong apa, bagaimana caranya?

Scripting, jadi aku pasti buat script dulu, terus aku baru syuting, biasanya gitu. Jadi scripting, terus habis itu aku tabung kontennya, habis itu baru nanti aku upload-nya cicil. Jadi misalnya nih sekarang libur gitu aku syuting 7, jadi seminggu ke depan aku sudah punya stok konten.

Kadang kan tips itu panjang dan banyak, tapi bisa mempersingkat dalam waktu durasi yang satu menitan itu bagaimana bisa semuanya lengkap tersampaikan?

Bikin per-angle kali ya. Balik lagi, maksudnya kerja jadi wartawan dulu tuh jadi bikin aku punya modal yang cukup gitu untuk bisa meramu. Oh misalnya ngomongin soal gaji, itu angle-nya tuh kaya bisa 20 gitu. Ya gaji buat A, gaji buat B, gaji kalau misalnya ditolak apa segala macam itu tuh angle-nya macam-macam gitu.

Dan yang kedua, kalau misalnya teman-teman lihat kontenku kan kaya aduh kok ini banget ya? Kaya lancar banget ya, itu sebenarnya karena script ya. Jadi aku bikin script agar kemudian karena waktunya singkat cuma 30 detik, 45 detik, 1 menit gitu. Aku tuh ketika ngomong benar-benar to the point, jadi enggak ada omongan-omongan yang terlalu panjang, terlalu bertele-tele.

Dan itu dihapal?

Enggak dihapal sih, maksudnya biasanya kaya satu baris, syuting, terus habis itu kemudian lupa terus lihat satu baris lagi syuting, itu nanti kan bisa diedit cut to cut gitu.

Dulu ngedit sendiri, satu tahun kalau nggak salah ya ngedit sendiri, terus habis itu kemudian ada beberapa kerja sama masuk, sekarang sudah ada editor freelance.

Itu kan takes time banget ya, kita bikin konten terus habis itu ngetik, biasanya kan ada caption-nya tuh nulis-nulis sama mengedit sendiri, itu bisa memakan waktu berapa lama biasanya?

Total kalau misalnya semua dilakukan sendiri mungkin sekarang 30 menit kali ya.

Itu cepat lho?

Cepat ya? Iya, karena kontennya cuma 30 detik, cuma 45 detik, nggak yang satu jam gitu. Dan editannya juga enggak heboh, editannya kan cuma cut to cut kan. Kalau misalnya aku yang jadi vlogger gitu, harus ada short ini, short itu, mungkin itu lebih kompleks.

Tapi kan so far beberapa konten aku tuh cuman aku ngomong di kamera udah, that's it, gitu doang. Jadi secara editing juga harusnya enggak terlalu heboh dan editing semua pake HP, pakai laptop juga nggak ada.

Pernah nggak sih ada tantangan? Pasti kan orang itu ada stuck-nya ya bikin konten?

Ada, ada betenya juga.

Itu gimana mengatasinya?

Akhirnya istirahat. Kalau dulu tuh awal-awalnya setiap hari upload, terus lama-lama cape juga ya kalau misalnya harus setiap hari. Akhirnya sekarang dijatah seminggu mungkin upload konten sekitar 5 sampai 6 saja.

Jadi ada satu hari yang benar-benar aku enggak buka media sosial sama sekali. Ya sudah habisin waktu sama keluarga terus kaya istirahat.

Berarti metodenya itu posting-nya setiap weekend atau everyday?

Jadi syuting sekali dalam satu minggu, apa pun itu, biasanya sih memang week end syutingnya, atau kalau lagi libur, habis itu baru di-upload setiap hari atau biasa di-upload seminggu 5 kali atau seminggu 6 kali.

Dan itu kuncinya konsisten ya?

Harus konsisten. Memang kunci dari menjadi kreator itu harus konsisten sih. Mau jadi kreator apa pun ya.

Melawan malas itu kan susah ya? Bagaimana Vina mengatasinya?

Awal-awal sih akhirnya karena senang ya, maksudnya proses untuk membuat konten itu jadi stress relief juga buat aku sebenarnya. Jadi kalau capek di kantor, stress relief itu buat konten. Jadi kayak proses mengedit, proses buat script itu sebenarnya itu salah satu proses aku untuk bisa mencari hiburan, jadi hiburan juga buat aku, kan harus research harus apa gitu. Jadi ya sudah akhirnya dikerjain juga gitu.

 

 

4 dari 7 halaman

Diuntungkan dengan Pengalaman Bekerja di BUMN

Kita balik lagi waktu Vina jadi jurnalis, pernah nggak mengalami hal-hal yang menyebalkan sebagai jurnalis? Mungkin pengalaman saat liputan atau berhadapan dengan editor?

Ada sih, dulu kan karena memang background-nya itu enggak pernah, enggak pernah tahu cara untuk nulis atau liputan, bukan anak Fikomlah awalnya. Jadi pertama kali terjun ke lapangan masih nggak paham, caranya ngomong, caranya buat nulis, itu tulisannya masih jelek gitu.

Ya paling ceritanya dulu dimarahin editor. Kalau online kan harus cepat gitu semuanya, paling ditelponin, mana nih beritanya kok belum turun? Kayak gitu-gitulah. Tapi ya semua itu bagian dari pengalaman dan perjalanan karier sih.

Nah, di media sosial kan Vina kelihatan jago banget ngomong di depan kamera. Dulu pas jadi jurnalis sempat kepikiran nggak sih jadi presenter?

Dulu pertama kali masuk Liputan6 malah jadi presenter sebenarnya. Tapi kemudian waktu itu Desk Bisnis juga lagi butuh reporter, terus aku mikir aku juga pengen, ada bisa nulisnya juga. Akhirnya ya ke Desk Bisnis. Sebenarnya kemampuan untuk bicara kaya gini karena dilatih sih. Nggak yang benar-benar langsung tiba-tiba bisa ngomong gitu, enggak.

Dulu juga masih gagu. Masih gagu terus masih cut-cut, berkali-kali take, berkali-kali take. Juga dulu pertama kali bikin konten juga nggak langsung bagus. Coba saja scroll video TikTok paling bawah, itu melihatnya masih mukanya satu layar, pokoknya satu layar gitu, masih jelek bangetlah.

Tapi karena makin biasa ya jadi akhirnya sekarang juga sudah lebih enak, sudah lebih enjoy kalau misalnya ngomong, gitu. Bisa karena terbiasa.

Kenapa memilih jadi jurnalis di desk bisnis?

Karena memang suka, karena memang pengen belajar, itu satu. Terus yang kedua seru gitu kayanya kan. Soalnya kan di link-nya sama perusahaan-perusahaan dan lain sebagainya.

Di situ juga sebenarnya kenapa teman-teman tuh mungkin mikir kok Mba Vina tuh pinter banget ya soal BUMN, itu sebenarnya karena pas di wartawan aku tuh ditaruhnya waktu itu liputan tuh liputan BUMN.

Makanya Vina bisa berbagi tips and tricks dunia kerja ya?

Memang pertama kali aku masuk TikTok waktu itu tuh yang bahas soal HR itu nggak cuma aku, banyak juga yang bahas soal HR, bahas soal dunia kerja gitu. Karena soal buat CV, wawancara itu kan hal basic ya, nggak harus jadi HR-pun sebenarnya kamu bisa kasih tips dan tricks. Itu kan tips dan tricks komunikasi aja.

Cuma yang waktu itu bikin aku berbeda karena aku tuh spesifik ngomongin pasti tentang BUMN gitu. Dan aku tuh cukup kaget juga ternyata ketika ngomongin BUMN ada marketing lumayan signifikan gitu yang ternyata tertarik sama dunia ini. Karena waktu 2020-2021 pembahasan yang banyak dibahas itu mostly soal PNS. Soalnya kan BUMN sama PNS kan ya walaupun sama-sama afiliasi sama negara cuma kan beda ya dari segi perusahaan gitu.

Jadi mungkin bisa dibilang waktu itu aku kreator pertama yang ngomongin soal BUMN waktu itu. Jadi niche-nya itu benar-benar langsung niche BUMN gitu. Aku tuh nggak tahu ternyata sebanyak itu. Aku kira lebih banyak orang pengen jadi PNS.

Sebenarnya susah nggak sih masuk BUMN?

Susah atau enggaknya menurut aku mungkin tergantung ya. Tapi aku bisa bilang sebenarnya untuk jadi karyawan BUMN itu jalurnya banyak, nggak cuma, misalnya fresh graduate habis baru lulus kuliah, ikut rekrutmen fresh graduate itu ada.

Ada juga aku tuh jatuhnya waktu itu masuk BUMN itu professional hire sebenarnya, karena sebelumnya sudah kerja di Liputan6 kan. Jadi professional hire sudah pernah kerja terus masuk BUMN gitu.

Ada juga yang dia ikut rekrutmen bersama. Sekarang juga lagi buka nih rekrutmen bersama BUMN kan, itu juga bisa masuk gitu, jadi jalurnya juga banyak sebenarnya.

 

5 dari 7 halaman

Tak Selalu Negatif, Peran Orang Dalam Sangat Dibutuhkan

Dalam dunia kerja, peran orang dalam itu penting nggak sih?

Jadi aku tuh selalu bilang bahwa yang namanya modal ketika kita mau berkarier itu ada tiga. Yang pertama itu Clarity yang tadi aku bilang ya, kita harus tahu sebenarnya passion kita, kompetensi kita, minat kita tuh apa?

Yang kedua itu Kompetensi, agar kita bisa dipilih lah di antara ratusan atau ribuan pelamar yang masukin lamaran yang sama. Kompetensi yang sesuai sama posisi yang dituju.

Nah, yang ketiga namanya Connections atau relasi. Itu juga salah satu modal yang banyak orang overlook gitu. Banyak juga yang bilang ke aku atau komen juga yang masuk ke aku ya, kayak ngapain sih kasih tips gitu, nanti juga kerja kalah sama yang namanya orang dalam.

Hey, saya kasih tahu ya, bahwa semua dari kita sebenarnya punya orang dalam, tapi enggak semua dari kita tahu cara memanfaatkannya dengan baik. Cara pemanfaatan yang tidak baik itu yang disebut dengan nepotisme.

Jadi misalnya saya kenal sama Bapak A, terus saya bisa masuk ke perusahaan itu tanpa prosedur yang berlaku, itu yang namanya nepotisme kan? Nah, gimana cara memanfaatkan relasi itu dengan baik, adalah misalnya nih, kita mau ikut rekrutmen bersama BUMN, terus kemudian mau masuk perusahaan A gitu ya.

Kamu tahu nih, ada satu alumni di kampus kamu dulu gitu ya yang juga sekarang bekerja di perusahaan A. Kamu telepon dia atau kamu hubungi dia untuk nanya-nanya, dulu rekrutmen di perusahaan itu kaya gimana sih?

Hal-hal apa saja kemudian yang harus saya lakukan, saya perbaiki gitu ya? Terus boleh enggak kalau dia ngasih referensi. Di luar itu kita tetap mengikuti prosedur yang ada. Nah, itulah yang disebut dengan memanfaatkan relasi dengan baik.

Artinya koneksi atau orang dalam itu banyak manfaatnya dan tidak selalu berkonotasi negatif ya?

Kenapa sebenarnya connections ini penting? Kalau misalnya kita ke pasar, kita belanja cabai misalnya, kita bayar pakai apa? Pakai uang kan? Nah, uang itu adalah alat tukar kalau kita lagi berbelanja.

Tapi kalau di dunia kerja alat tukarnya itu beda, alat tukarnya namanya trust atau kepercayaan. Nah, trus itu kepercayaan itu enggak bisa tiba-tiba tumbuh begitu saja. Apalagi bagi kita yang pertama kali kenal, iya nggak?

Nggak mungkin dong tiba-tiba aku langsung bisa nih percaya sama nih orang, kan nggak bisa gitu. Makanya kenapa relasi itu penting, agar kemudian kita itu bisa dapetin trust orang lewat referensi, lewat rekomendasi, akhirnya kemudian orang itu bisa masuk atau bisa kerja di perusahaan yang dia inginkan.

Makanya kenapa kalau teman-teman kemudian mau melamar di perusahaan A itu ditanyain kan, kamu bisa dapat kontak nggak orang yang dulu pernah kerja sama kamu. Itu salah satunya adalah bukan hanya untuk ngeliat kredibilitas kita, tapi juga untuk bisa membangun trust tadi, kepercayaan itu.

Kemudian, kalau ada seorang calon pegawai ditanya nomor kontak di perusahaan sebelumnya, apakah itu benar-benar akan dihubungi HRD perusahaan yang baru?

Itu benar. Misalnya si pegawai yang masuk lewat rekrutmen itu disiapkan untuk jadi pemimpin, kita bilangnya MT biasanya, Management Trainee. Itu tuh proses background check-nya itu lebih rigid, benar-benar lebih detail. Bahkan ada perusahaan yang sampai menyewa perusahaan sendiri untuk background check si anak itu, sampai didatangin rumahnya, itu beneran ada.

Itu bukan hanya untuk melihat background, tapi untuk menambah kepercayaan. Kenapa sampai sebegitunya? Karena perusahaan akan investasi ya. Kalau untuk mereka yang masuk di MT misalnya, perusahaan akan investasi besar nih, si anak ini dia akan dikasih training, akan dikasih semua fasilitas yang mungkin pegawai biasa lewat jalur biasa nggak dapat. Makanya proses background check yang kaya gitu tuh sampai sebegitunya.

 

6 dari 7 halaman

Mencari Titik Temu Atasan dan Bawahan

Bekerja di bagian HR, Vina sehari-sehari mengerjakan apa?

Aku sekarang diamanahi di Culture and Employee Experience. Sebenarnya itu adalah mengurusi tentang budaya kerja dan pengalaman pegawai di perusahaan. Sebenarnya dunia HR itu enggak terbatas sama merekrut atau ngurusin gaji, nggak gitu ya.

Kita tuh pokoknya ngurusin orang di perusahaan, dari dia masuk sampai dia keluar, apakah dia keluar gara-gara resign atau keluarnya gara-gara pensiun. Jadi dari dia masuk, nanti dia dapat gaji, terus pekerjaannya bagaimana, pengalaman diri dia seperti apa, sampai nanti akhirnya dia keluar, itu semuanya kita urusin.

Nah aku tuh bagian tengah-tengahnya itu, memberikan pengalaman sehingga kemudian pegawai itu setidaknya betahlah kerja di sana, kira-kira gitu.

Oke, berarti kan sedikit banyak Vina tahu dong karakter-karakter pegawai sebagai orang HR. Nah, bagaimana caranya seorang milenial yang baru bekerja di sebuah perusahaan harus bersikap atau berhadapan dengan pegawai senior atau baby boomers?

Sebenarnya lebih ke cara berkomunikasinya saja ya. Jadi apa pesan yang mau kita sampaikan ke senior atau ke atasan, yang secara generasi mungkin atau secara jarak usia itu lebih jauh, penting bagi kita bukan hanya bisa menyampaikan pesan dengan baik, tapi juga bisa mengerti keadaan dia.

Jadi penting sebenarnya bagi pegawai itu untuk juga punya empati, rasa empati untuk I can be in your shoes, you can also be in my shoes juga, gitu. Jadi rasa empati itulah kemudian yang membentuk yang namanya lingkungan kerja itu jadi lebih enak gitu.

Sehingga ya kalau misalnya pada akhirnya dia kurang ngerti terkait hal-hal yang ingin kita sampaikan atau dia kurang pas gitu, ya kita bisa coba cara lain. Hal-hal seperti itu sih sebenarnya yang menurut aku perlu ada ya.

Tapi kadang karena merasa senior, ada juga yang melihat yuniornya sebelah mata, sehingga agak sulit untuk memberikan masukan yang kadang juga akann menimbulkan gesekan, bagaimana mengatasinya?

Pasti, pasti ada (gesekan). Makanya penting kalau dari kami ya dari HR sendiri untuk bisa memberikan pemahaman. Kalau misalnya ada orang yang lebih senior, dia sekarang sudah jadi leader gitu, dia kan juga harus punya leadership skill dong, ya kan?

Yang namanya leader itu juga kan bukan hanya dia bisa memimpin, tapi juga harus bisa mendengarkan. Dan juga yang anak buahnya juga bukan hanya memaksakan keinginan, tapi juga harus paham, apa sih sebenarnya tujuan besar perusahaan, terus kemudian visinya dia tuh seperti apa?

Jadi pertemuan di tengah itu, antara dua belah pihak ini yang harus bisa sama-sama mengerti. Istilahnya kaya gitu.

Kalau ada karyawan yang merasa tertekan di kantor, baik karena beban pekerjaan atau hubungan dengan sesama rekan kerja, bagaimana cara untuk keluar dari situasi tersebut?

Menurut aku sebenernya yang namanya lingkungan atau cara orang berperilaku di luar sana itu adalah sesuatu yang nggak pernah bisa kita kontrol ya. Jadi cara orang lain berpikir, cara lingkungan itu dibentuk, itu adalah sesuatu yang tidak pernah bisa kita kontrol.

Yang bisa kita kontrol adalah cara kita meresponsnya dan cara kita memilih mana kira-kira dari orang-orang itu, orang-orang yang memiliki values, norma, dan pandangan yang sama-sama dengan kita.

Jadi kalau misalnya kemudian teman-teman berada di lingkungan yang teman-teman nggak nyaman gitu, saya mungkin nggak bilang toxic karena itu banyak banget faktornya kali ya, gimana caranya kemudian teman-teman survive?

Coba saja untuk mencari kira-kira mana di lingkungan itu yang punya pandangan yang sama dengan kita, yang memiliki pandangan yang lebih luas gitu. Kemudian dia juga punya visi yang lebih banyak dan apa yang dia lakukan memang fokus sama kerjaannya ya gitu kan, bukan fokus sama hal lain, hal-hal yang merugikan orang lainlah istilahnya kayak gitu.

Nah, kalau misalnya kita kemudian bisa menjembatani dan kemudian melingkari diri kita sama orang-orang yang memiliki norma kaya gitu, harusnya kita sih bakal fine-fine saja. Makanya aku juga selalu bilang kalau misalnya ada orang yang nanya. Kak, kalau saya misalnya berada di lingkungan kantor yang toxic, wahat should I do? Saya harus ngapain?

Saya selalu bilang, coba deh kamu lihat dulu nih di lingkungan kerja kantor kamu itu kan ada beberapa divisi, ada beberapa unit juga. Kamu itu toxic-nya gara-gara apa? Gara-gara kamu enggak cocok sama atasankah? Karena cuma ada satu orang yang di situ nggak cocok sama kamukah? Karena kamu nggak cocok sama kerjaannyakah? Gara-gara apa?

Dari situ kemudian kamu bisa lihat, oh kalau misalnya saya enggak cocok sama kerjaan, kamu bisa minta sama bos, boleh enggak saya di-assign di tugas yang lain? Kalau misalnya kamu enggak cocok sama atasan, sama teman rekan kerja, boleh enggak timnya saya dipindah? Misalnya kayak gitu.

Tapi kalau enggak cocok sama atasan gimana? Kamu ngomong sama atasannya lagi, boleh enggak saya dipindah di divisi atau di unit tertentu gitu. Jadi resign itu bukan merupakan solusi paling top yang harus dilakukan orang yang kemudian mendoktrin diri, oh saya berada di lingkungan toxic di suatu pekerjaan gitu.

Jadi harus dilihat dulu sebenarnya masalahnya, root cause-nya apa gitu ya, baru kemudian kita cari solusi yang paling tepat itu apa, kira-kira gitu.

Tapi, sebagai pegawai baru wajar kan kalau sering merasa kaget dengan budaya kerja yang berbeda-beda di setiap kantor?

Kalau misalnya kita masih baru, penting juga untuk bisa beradaptasi dulu. How things work, at least lihat untuk tiga sampai 6 bulan pertama deh. Kita kan nggak mungkin tiba-tiba hari pertama langsung buat gebrakan, kan nggak mungkin.

Kan masih ada di fase adaptasi, kita harus paham proses bisnisnya gimana, kita harus paham budaya kerja dan orang-orangnya kaya gimana juga cara kerjanya. Habis dari situ baru biasanya kita paham apa saja inovasi-inovasi yang bisa kita lakukan.

Makanya aku juga selalu bilang kalau misalnya teman-teman lagi kerja, waktu yang paling tepat, pas gitu ya, untuk misalnya saya berada di suatu pekerjaan itu 3 tahun, di mana 1 tahun pertama itu biasanya adalah waktu kita untuk adaptasi. Benar-benar nih tahu lingkungan kerjanya kaya gimana, orang-orangnya kerja kaya apa.

Nah tahun kedua itu biasanya kita bisa lebih autopilot gitu. Jadi enggak lagi nunggu arahan. Kita sudah paham nih semuanya kan? Nah, tahun ketiga itulah kita di mana bikin yang namanya legacy atau prestasi atau sesuatu yang bisa ditinggalkan gitu. Sehingga kalau misalnya kita lagi nggak ada di situ, itu bisa jadi satu yang kita jual quote unquote kalau kita kerja di perusahaan yang lain.

 

7 dari 7 halaman

Mimpi Menjadi Penulis Buku

Nah, dengan semua kesibukan ibu, di kantor dan di rumah, bagaimana Vina membagi waktunya?

Jadi kalau misalnya Senin sampai Jumat waktunya ngantor, ya ngantor gitu kan. Dari jam 9 sampai jam 5 ketika sudah di kantor ya jarang buka TikTok, jarang buka media sosial, jarang buka Instagram dan lain sebagainya, benar-benar fokus pekerjaan saja gitu.

Media sosial itu biasanya aku buka setelah waktu kerja. Kalau misalnya memang akhirnya ada yang urgent nih dikerjain di creator site, biasanya aku minta bantuan ke suami gitu atau ke timku gitu. Tapi mostly ya saat ini akhirnya ya menggunakan waktu yang seharusnya untuk istirahat jadi waktu untuk bikin konten. Mau enggak mau akhirnya kan seperti itu.

Respons dari kantor atau atasan melihat aktivitas Vina sebagai konten kreator bagaimana?

Alhamdulillah sampai saat ini masih baik ya dan kantor juga masih dukung. Nggak mungkin ya aku melakukan ini tanpa dukungan dari pihak perusahaan. Dan apa yang aku lakukan di dunia kreator sebagai konten kreator juga sebenarnya bisa memberikan manfaat juga bagi kantor.

Yang pertama adalah employer branding gitu. Jadi memang MIND ID itu kan baru terbentuk brand-nya itu di tahun 2019, enggak terlalu banyak nih orang-orang yang tahu BUMN tambang MIND ID. Dengan aku selalu ngomong, selalu pakai kalau ke kantornya gitu jadi orang-orang jadi mulai aware tentang perusahaan ini.

Jadi dari segi employer branding bisa dibantu. Yang kedua adalah dari sisi untuk awareness orang-orang gitu. Contohnya kita tahun lalu itu ada buka program MT di MIND ID di perusahaanku, terus aku bantulah untuk menyebarkan informasinya. Kita close untuk pelamar itu diangka 90 ribu pelamar. Yang keterima cuma 25 orang.

Dengan semua capaian saat ini, masih ada enggak impian atau keinginan Viua yang belum terwujud?

Memang menjadi kreator kan enggak bisa selamanya ya. Jadi pengennya untuk bisa membuat dan mengutilisasi atau memanfaatkan media lain untuk bisa berbagi informasi tentang dunia tenaga kerja ini. Sebenarnya impiannya tahun ini targetnya pengen membuat buku, tapi masih proses jadi doakan saja teman-teman ya.

Mantaplah. Tapi boleh dong berbagi tips and tricks untuk Sahabat Liputan6.com yang juga ingin jadi konten kreator seperti Vina?

Kalau mau jadi konten kreator kuncinya cuma satu ya, konsisten. Jadi jangan cuma pengen punya followers banyak, pengen banyak yang nonton gitu, tapi harus tahu juga sebenarnya apa sih manfaat dari setiap konten yang kita buat? Karena yang namanya followers, yang namanya viewers itu selalu berbanding lurus sama manfaat yang kita kasih.

Semakin besar manfaat dari konten yang kita kasih, maka semakin besar juga engagement followers-viewers yang kita dapat. Jadi selalu konsisten ya, karena nggak mungkin yang namanya kita itu bisa jadi konten kreator yang dikenal gitu atau punya personal branding yang baik kalau kita nggak punya konsistensi.

Tips kedua, bagaimana caranya untuk tetap loyal sama tempat kita bekerja sekarang?

Gimana caranya kita bisa loyal sama perusahaan, selalu tahu sebenarnya kompetensi diri kita itu kaya gimana, selalu tahu minat sama visi karier kita kedepannya kaya gimana. Dan selalu tahu juga kira-kira perusahaan ini punya visi seperti apa.

Dari dua hal itu kemudian kita lihat, apa sih kemudian inovasi yang kita bisa berikan ke perusahaan, kontribusi yang bisa kita berikan ke perusahaan. Dan itulah cara gimana kita bisa jadi pegawai yang loyal. Kira-kira kayak gitu.

 

Video Terkini