Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Distrik Suwon, Korea Selatan, telah mendakwa mantan eksekutif Samsung Electronics karena diduga mencuri teknologi perusahaan untuk membangun pabrik chip tiruan di China.
Terdakwa yang tidak disebutkan namanya ini sebelumnya pernah menjabat sebagai wakil presiden perusahaan SK Hynix, yang juga pembuat chip di Korea.
Baca Juga
Bekas petinggi Samsung diklaim telah mencuri informasi pada tahun 2018 dan 2019, hingga mengakibatkan kerugian bagi Samsung sebesar USD 230 juta atau sekitar Rp 3 triliun, sebagaimana dikutip dari Engadget, Selasa (13/6/2023).
Advertisement
Insiden ini menjadi bukti dari pernyataan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, yang baru-baru ini mengatakan bahwa industri manufaktur chip tengah berada dalam kondisi “perang habis-habisan”.
Terdakwa diduga berencana mendirikan pabrik semikonduktor di Xi’an, China. Ia disebut mempekerjakan 200 karyawan dari SK Hynix dan Samsung untuk mendapatkan rahasia dagang, sekaligus bermitra dengan perusahaan manufaktur elektronik Taiwan.
Kerja sama tersebut menjanjikan USD 6,2 miliar untuk membangun pabrik semikonduktor baru. Meski kemitraan itu gagal, terdakwa mendapatkan sekitar USD 358 juta atau senilai Rp 5 triliun dari investor China, yang ia gunakan untuk membuat prototipe pabrik di Chengdu, China.
Menurut pernyataan Jaksa, pembangunan pabrik tersebut juga menggunakan informasi hasil curian dari perusahaan Samsung. Kantor kejaksaan juga menyebutkan bahwa masalah ini adalah kejahatan besar.
“Kasus ini dapat menjadi ancaman bagi keamanan ekonomi kita dengan mengguncang fondasi industri chip dalam negeri, ketika persaingan pembuatan chip semakin ketat,” ungkap pihak kejaksaan.
Korea Selatan Gencar Tindak Pelanggaran Spionase dan Pencurian Data
Diketahui, setidaknya enam konspirator yang diyakini terlibat, termasuk satu subkontraktor Samsung, didakwa bersama sang terdakwa utama. Meskipun begitu, tanggal persidangan belum dikonfirmasi oleh pengadilan yang menangani kasus tersebut.
Kasus ini pun mendorong Korea Selatan menciptakan hukuman yang lebih ketat terhadap pelanggaran terkait upaya China untuk memperoleh teknologi Negeri Ginseng tersebut di berbagai industri.
Korea Selatan pun semakin gencar menindak mata-mata perusahaan dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini ditandai dengan penangkapan 77 orang yang terlibat dalam 35 kasus dugaan spionase industri di sejumlah sektor.
Untuk mencegah kebocoran data dan teknologi, berbagai perusahaan Korea Selatan mengembangkan chip dan kecerdasan buatan mutakhirnya masing-masing. Salah satunya adalah pengembangan Artificial Intelligence (AI) yang dilakukan Samsung.
Advertisement
Samsung Mulai Kembangkan AI untuk Keperluan Perusahaan
Sebelumnya, Samsung Electronics dikabarkan telah memulai pengembangan skala penuh dari Large Language Model (LLM) milik perusahaan untuk penggunaan internal. Pengembangan tersebut dilakukan setelah terjadinya kebocoran data perusahaan baru-baru ini.
Tak hanya sebagai perlindungan dari kebocoran data, fokus utama LLM juga ditujukkan untuk mempersingkat proses pengembangan perangkat lunak dan terjemahan bahasa.
Menurut Samsung, penerapan solusi AI berdasarkan teknologi LLM dapat secara signifikan mengurangi waktu yang diperlukan untuk pengembangan software dan desain semikonduktor.
Samsung Larang Penggunaan Alat AI Pihak Ketiga
Di sisi lain, raksasa teknologi asal Korea Selatan ini juga telah menyoroti ketergantungan pada alat AI pihak ketiga yang berisiko menyebabkan kebocoran data. Karenanya, Samsung melarang penggunaan AI eksternal, seperti ChatGPT dan Google Bard, dan mulai mengembangkannya sendiri.
Platform AI eksklusif ini disebut akan berada dalam server Samsung yang aman. Hal ini dilakukan untuk memastikan informasi sensitif seperti semikonduktor maupun kode hak milik tetap terlindungi dari akses tidak sah.
Sementara itu, hingga saat ini penggunaan pihak internal masih menjadi prioritas solusi AI tersebut. Perusahaan belum memutuskan apakah alat akan tersedia untuk masyarakat umum.
Advertisement