Liputan6.com, Jakarta - Spotify dikenai sanksi denda USD 5,4 juta atau sekitar Rp 80,4 miliar oleh regulator Swedia. Platform streaming musik itu dinilai melanggar Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa atau General Data Protection Regulation (GDPR).
Masalah ini bermula ketika kelompok advokasi Noyb, yang dipimpin oleh juru kampanye privasi, Max Schrems, mengajukan pengaduan terhadap Spotify dan perusahaan teknologi besar lainnya pada 2019.
Baca Juga
Dilansir Engadget, Rabu (14/6/2023), pengaduan itu menyatakan bahwa Spotify tidak memberikan kejelasan terkait data pribadi pengguna yang mereka kumpulkan.
Advertisement
Hal senada pun diungkapkan oleh otoritas Swedia untuk Perlindungan Privasi (IMY). Menurut IMY, Spotify tidak menginformasikan dengan spesifik bagaimana data pribadi pengguna digunakan oleh perusahaan.
Kurangnya transparansi ini menyebabkan pengguna sulit memahami bagaimana data pribadi mereka diproses dan memeriksa apakah proses tersebut sah menurut hukum.
Karenanya, IMY menilai Spotify telah melanggar Pasal 12 (1) GDPR. Meski regulator menganggap masalah ini masih berada di tingkat keseriusan rendah, denda ditentukan berdasarkan faktor tersebut, serta pendapatan dan jumlah pengguna Spotify.
Sebagai informasi, IMY telah menetapkan bahwa informasi pada pemberitahuan privasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga tujuan dari hak akses terpenuhi. Informasi tersebut pun harus diberikan dengan cara yang memenuhi persyaratan transparansi.
Berdasarkan temuannya, Spotify disebut tidak mengambil tindakan yang memadai untuk memastikan bahwa pengguna memahami deskripsi pemrosesan data dalam istilah non-teknis dan file log teknis karena hanya menyediakan informasi dalam Bahasa Inggris.
Spotify Berencana Mengajukan Banding
Karena alasan tersebut, IMY menganggap Spotify kembali telah melanggar regulasi lainnya, yaitu Pasal 15(1) dan 15(2) GDPR, sebagaimana dikutip dari Data Guidance, Rabu (14/6/2023).
Menanggapi tudingan tersebut, Spotify menolak temuan IMY. Menurut perusahaan, platform telah menawarkan informasi komprehensif tentang bagaimana data pengguna diproses dan digunakan.
IMY juga dianggap hanya menemukan bagian kecil dari proses perusahaan yang mereka yakini perlu mendapatkan perbaikan. Perusahaan pun tidak sepakat dan berencana untuk melakukan banding.
“Namun, kami tidak setuju dengan keputusan (denda) tersebut dan berencana untuk mengajukan banding,” ujar pihak Spotify.
Advertisement
Spotify PHK 200 Karyawan di Unit Podcasting
Masalah privasi ini bukan satu-satunya kendala yang dihadapi Spotify selama tahun 2023 ini. Belum lama ini, platform layanan musik digital itu juga mengalami badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Spotify dilaporkan memberhentikan 200 karyawan pada unit podcasting, yang jumlahnya setara dengan 2 persen tenaga kerja perusahaan secara global.
Dilansir CNN Business, Selasa (6/6/2023), dalam sebuah pernyataan tertulis, Spotify mengatakan telah membuat keputusan yang sulit tetapi perlu untuk membuat penataan kembali strategis dalam departemen podcastnya.
Perombakan ini pun mencakup penggabungan studio Parcast dan Gimlet Media untuk memperluas kemitraannya dengan podcaster terkemuka di seluruh dunia.
Upaya Spotify Menjalankan Bisnis Podcast
Diketahui, Spotify telah melakukan investasi besar untuk mengembangkan podcast dalam beberapa tahun terakhir.
Pada tahun 2019, platform tersebut mendesain ulang aplikasi untuk menekankan layanan podcastnya, dan telah menghabiskan biaya lebih dari USD 500 juta dolar untuk studio penghasil podcast.
Spotify bahkan juga memiliki sejumlah podcast eksklusif yang didistribusikannya, seperti "Pengalaman Joe Rogan" dan podcast "Call Her Daddy" oleh Alex Cooper.
Namun, perusahaan telah mengurangi jumlah eksklusif yang dimilikinya. Kesepakatan dengan guru swadaya Brené Brown, jurnalis olahraga Jemele Hill, dan kesepakatan Barack dan Michelle Obama akan segera berakhir.
Advertisement