Liputan6.com, Jakarta - Setiap tahun, vendor smartphone selalu merilis smartphone terbarunya di pasaran. Hal itu tentu berimbas dengan meningkatnya perangkat elektronik yang beredar, dan secara tidak langsung dapat memengaruhi jumlah sampah perangkat elektronik apabila masa pakainya sudah habis.
Kondisi itu pun ternyata disadari oleh para manufaktur smartphone. Karenanya, beberapa vendor smartphone kini sudah mulai membuka kesempatan bagi para konsumen untuk menyerahkan perangkat bekas mereka agar bisa didaur ulang.
Baca Juga
Salah satunya adalah Samsung yang sudah menghadirkan Eco Box di sejumlah service center mereka. Lewat Eco Box ini, konsumen bisa meletakkan smartphone lama mereka yang memang sudah rusak atau tidak lagi digunakan.
Advertisement
Selanjutnya, produk tersebut akan dikirimkan ke perusahaan daur ulang untuk mengurangi limbah elektronik dari siklus hidup produk. Tidak hanya itu, Samsung juga sudah menerapkan kebijakan sustainability atau keberlanjutan di produk smartphone mereka.
Melalui program Galaxy for the Planet, perusahaan asal Korea Selatan itu berusah meminimalkan jejak lingkungan untuk menumbuhkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan. Penerapan program itu pun ditunjukkan sejak tahun lalu, di mana Samsung menggunakan plastik ocean bound di lini Galaxy S22 5G.
Untuk program ini, Samsung memanfaatkan jaring ikan yang ditinggalkan dan dibuang setiap tahunnya. Sebagai informasi, jaring ikan ini dikenal merusak terumbu karang dan habitat alami yang ada di laut.
"Dengan memberikan kehidupan baru pada jaring ikan tak terpakai yang akan menjadi limbah berbahaya, Samsung–melalui solusi kreatifnya–mencontohkan bagaimana kita semua dapat berbuat lebih banyak dengan lebih sedikit materi untuk melestarikan sumber daya planet kita," ujar perusahaan tersebut.
Hal itu juga masih dilanjutkan ke produk smartphone terbaru Samsung yang rilis tahun ini. Bahkan, inisiatif tersebut juga diterapkan ke produk home appliances mereka.
Menurut perusahaan, produk TV dan remote control Samsung di 2023 telah menggunakan resin daur ulang yang terbuat dari setidaknya 50 persen bahan daur ulang. Perusahaan juga melakukan upaya signifikan memakai kemasan yang berkelanjutan, mulai dari kotak kemasan hingga pembungkus produk di dalamnya.
Langkah Vendor Smartphone Lain Dukung Daur Ulang Sampah Elektronik
Selain Samsung, Oppo juga sudah mulai menerapkan inisiatif serupa. Menurut Public Relations Manager Oppo Indonesia, Aryo Meidianto A, Oppo juga menerima sampah elektronik dari para konsumen melalui service center mereka.
Lebih lanjut, ia menuturkan, sampah itu juga bisa berasal dari komponen yang diganti ketika konsumen melakukan perbaikan atau penggantian perangkat.
"Sesungguhnya untuk bukti perangkat keras yang digantikan, service center akan mengembalikan lagi ke konsumen, tapi jika konsumen tidak berkenan untuk dibawa pulang dapat dititipkan kembali ke service center untuk dilakukan daur ulang," tuturnya saat dihubungi Tekno Liputan6.com.
Adapun proses daur ulang tersebut akan dilakukan oleh pihak ketiga yang telah ditunjuk oleh Oppo Service Center. Selain Samsung dan Oppo, Xiaomi Indonesia telah memulai inisiasi pengelolaan daur ulang sampah elektronik di 2022.
Langkah itu disebut sebagai komitmen Xiaomi untuk memberikan dampak lebih luas dalam ekonomi sirkular dan inovasi rantai pasok di Indonesia. Dalam program ini, Xiaomi bekerja sama Octopus yang dikenal sebagai platform pengelolaan sampah, termasuk sampah elektronik.
Advertisement
Limbah Elektronik Tahun 2021 Capai 57,4 Juta Metrik Ton
Sebagai gambaran, limbah elektronik di seluruh dunia pada tahun 2021 diperkirakan mencapai 57,4 juta metrik ton.
Mengutip rilis pers WEEE Forum via Eurekalert, Kamis (14/10/2021), produksi limbah elektronik global meningkat setiap tahun sebesar 2 metrik ton, atau sekitar 3 hingga 4 persen.
Salah satu sumber masalah ini dikaitkan dengan tingkat konsumsi elektronik yang lebih tinggi--meningkat 3% setiap tahun, siklus hidup produk yang lebih pendek, dan pilihan reparasi yang terbatas.
"Banyak faktor yang berperan dalam membuat sumber daya sektor listrik dan elektronik menjadi efisien dan sirkular," ujar Pascal Leroy, Direktur Jenderal Forum WEEE, organisasi di balik Hari Limbah Elektronik Internasional.
Misalnya, kata Leroy, anggota organisasi WEEE mengumpulkan dan mengamankan daur ulang yang bertanggung jawab atas 2,8 metrik ton limbah elektronik pada 2020.
Namun, menurut dia, ada satu hal yang bersifat sangat sentral. "Selama warga tidak mengembalikan barang bekas, peralatan rusak, menjualnya, atau menyumbangkannya, kita perlu terus menambang semua material baru yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang hebat," tutur Leroy.
Desain Ramah Lingkungan Baru untuk Perangkat Elektronik
Virginijus Sinkevičius, Komisaris Uni Eropa untuk Lingkungan, Kelautan dan Perikanan, menyatakan bahwa limbah elektronik adalah salah satu jenis limbah yang tumbuh paling cepat di Eropa dan di seluruh dunia.
"Untuk mengubah tren ini, kita tidak boleh menganggapnya sebagai limbah, melainkan peluang yang terbuang sia-sia karena produk yang tahan lebih lama akan sangat menghemat tidak hanya bagi konsumen, tetapi juga dalam bahan mentah yang berharga dan emisi CO2," ujar Sinkevičius.
Komisi Uni Eropa untuk Lingkungan, Kelautan dan Perikanan, kata dia, sedang merancang persyaratan desain ramah lingkungan baru untuk perangkat elektronik. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan daya tahan perangkat dan membuatnya lebih mudah diperbaiki.
"Kami juga ingin konsumen memiliki informasi yang lebih baik, sehingga lebih mudah untuk membuat pilihan yang berkelanjutan," tutur Sinkevičius.
(Dam)
Advertisement