Sukses

Tiongkok Wajibkan Perusahaan Dapat Lisensi Sebagai Syarat Luncurkan AI Generatif

Tiongkok diketahui bakal mewajibkan perusahaan untuk memiliki lisensi, apabila ingin meluncurkan AI generatif, demi mengontrol konten.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Tiongkok disebut-sebut bakal memperketat aturan tentang pengembangan artificial intelligence atau AI, yang menekankan soal kontrol dan lisensi konten.

Financial Times melaporkan, Cyberspace Administration of Tiongkok, berencana memberlakukan sistem yang mewajibkan perusahaan lokal, untuk mendapatkan lisensi sebelum meluncurkan AI generatif.

Ini memperketat draf peraturan AI awal yang diungkap pada bulan April lalu, yang memberi perusahaan waktu 10 hari kerja setelah peluncuran produk, untuk mendaftarkannya ke pihak berwenang.

Mengutip Cointelegraph, skema perizinan baru ini diharapkan akan masuk sebagai bagian dari peraturan yang akan datang yang diperkirakan akan rilis paling cepat akhir bulan ini, kata sumber Financial Times.

Dikutip Kamis (13/7/2023), dalam draf aturan bulan April juga termasuk tinjauan keamanan wajib, terhadap konten yang dihasilkan kecerdasan buatan.

Di draf juga disebutkan semua konten harus "mewujudkan nilai-nilai inti sosialis", dan tidak boleh "menumbangkan kekuasaan negara, mengadvokasi penggulingan sistem sosialis, menghasut untuk memecah belah negara atau merusak persatuan nasional."

Seperti diketahui, perusahaan teknologi Tiongkok seperti Baidu dan Alibaba, sama-sama meluncurkan alat AI tahun ini, di mana salah satunya adalah untuk menyaingi popularitas ChatGPT yang sempat naik daun.

Sumber FT menyebut, kedua perusahaan juga telah melakukan kontak dengan regulator dalam beberapa bulan terakhir agar produk mereka tetap sejalan dengan aturan baru tersebut.

Draf aturan AI pemerintah juga menyatakan, otoritas Tiongkok menganggap perusahaan teknologi yang membuat model AI, bertanggung jawab penuh atas konten apa pun yang dibuat menggunakan produk mereka.

2 dari 4 halaman

AS Rencanakan Pembatasan Baru untuk Ekspor Chip AI ke Tiongkok

Sebelumnya, Amerika Serikat dilaporkan sedang mempertimbangkan penerapan pembatasan baru untuk ekspor chip AI (Artificial intelligence, kecerdasan buatan) ke Tiongkok.

Langkah ini bertujuan untuk mempertahankan dominasinya dalam teknologi kecerdasan buatan dan mencegah Beijing memanfaatkannya untuk tujuan militer.

Menurut laporan Wall Street Journal, Departemen Perdagangan AS mungkin akan menghentikan pengiriman chip yang dibuat oleh Nvidia, Advanced Micro Devices (AMD) dan perusahaan chip lainnya ke pelanggan di Tiongkok pada awal Juli. 

Dilansir GizmoTiongkok, Jumat (30/6/2023), usulan pembatasan telah menyebabkan penurunan harga saham produsen chip besar.

Menyusul berita tersebut, saham Nvidia turun lebih dari 2 persen, sementara Advanced Micro Device (AMD.O) mengalami penurunan sekitar 1,5 persen pada perdagangan yang diperpanjang.

3 dari 4 halaman

Kekhawatiran Gedung Putih Terhadap Teknologi Tiongkok

Pemerintah AS menyoroti kekhawatiran Gedung Putih terhadap potensi kemajuan teknologi yang dibuat oleh Tiongkok di bidang AI dan implikasi lainnya terhadap keamanan nasional. 

Sebagai informasi, pada September lalu Nvidia menerima permintaan dari pejabat AS untuk berhenti mengekspor dua chip komputasi teratas yang dirancang khusus untuk pekerjaan AI di Tiongkok. 

Menanggapi permintaan tersebut, perusahaan memperkenalkan chip A800 di Tiongkok untuk mematuhi peraturan kontrol ekspor. Selain itu, Nvidia memodifikasi chip H100 andalannya pada awal tahun ini untuk mematuhi lanskap regulasi yang terus berkembang. 

Lebih lanjut, pembatasan baru yang sedang dipertimbangkan oleh Departemen Perdagangan AS akan berpotensi melarang penjualan chip A800 tanpa lisensi ekspor khusus AS.

4 dari 4 halaman

Berdampak Signifikan pada Operasional Produsen Chip

Penerapan pembatasan ini pun akan berdampak secara signifikan pada operasi dan pendapatan produsen chip yang beroperasi di pasar Amerika Serikat dan Tiongkok. 

Akibat kekhawatiran geopolitik, para pemangku kepentingan industri terus memantau perkembangan Artificial Intelligence dengan cermat, sekaligus mempersiapkan antisipasi terhadap potensi gangguan yang dapat timbul dalam rantai pasokan global.

Sementara itu, ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung antara kedua negara tersebut terus menimbulkan tantangan bagi berbagai perusahaan, terutama dalam industri semikonduktor. 

(Dio/Dam)