Liputan6.com, Jakarta - Setahun belakangan ini, teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan memang telah menjadi sorotan besar. Terlebih lagi dengan booming-nya ChatGPT OpenAI.
Berawal dari pengenalan ChatGPT tersebut, seluruh perusahaan langsung berlomba-lomba mengembangkan atau mulai serius membuat AI milik mereka lebih pintar dan intuitif.
Baca Juga
Kurang dari setahun, berbagai bidang pekerjaan pun secara perlahan mulai memanfaatkan kemampuan kecerdasan buatan, termasuk media dan jurnalisme.
Advertisement
Namun, penggunaan AI juga menimbulkan sejumlah dilema dan tantangan yang perlu diantisipasi dan diatasi. Salah satu dilema yang muncul adalah terkait dengan akurasi dan validitas informasi dihasilkan oleh Artificial Intelligence.
Walau dapat membantu menghasilkan konten berita secara otomatis, cepat, dan efisien. Namun, konten tersebut belum tentu akurat dan valid.
Ini karena AI dapat menghasilkan bias atau kesalahan yang tidak disengaja. Hal tersebut dapat terjadi karena dari data, algoritma, atau tujuan yang digunakan untuk melatih AI.
Alhasil, bila terlalu mengandalkan AI maka dapat berimbas merusak kredibilitas media dan jurnalisme, serta menimbulkan dampak negatif bagi publik.
Menanggapi hal tersebut, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet berharap pemerintah bergerak cepat untuk menyusun regulasi AI ini.
"Kami meminta pemerintah untuk menyusun regulasi terkait penggunaan AI yang mampu menjawab dilema menyangkut akurasi, penggantian pekerjaan jurnalis oleh AI," kata Ketua MPR Bamsoet melalui keterangannya, Kamis (10/8/2023).
Â
Regulasi AI dapat Bantu Jurnalis
Dia juga menambahkan, "regulasi ini juga harus memasukkan tentang privasi dan keamanan data, transparansi dan akuntabilitas, duplikasi konten, sensitivitas dan trauma, serta kurangnya pemahaman dan kontekstual."
Ketua MPR RI ini berharap, dengan adanya regulasi tersebut pemerintah dapat menjadikan AI sebagai peluang bagi sejumlah kalangan pekerjaan, seperti jurnalis.
"Kita berharap regulasi ini dapat membantu dan memudahkan pekerjaan, sehingga AI benar-benar bisa dimanfaatkan secara maksimal dan tidak disalahgunakan."
Meski begitu, Bamsoet mengakui AI masih memiliki kekurangan dan celah kecurangan terhadap penerapan AI dalam kegiatan sehari-hari.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan terus dapat memperbaiki kekurangan tersebut dan mengatur pembatasan penggunaan AI dalam tiap aspek dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.
"Kami ingin hasil akhir dari penggunaan AI dapat dicek dan divalidasi kembali, sehingga bantuan AI dalam memudahkan pekerjaan dapat menghasilkan informasi akurat dan juga valid," katanya.
Advertisement
Induk Facebook Meta Perkenalkan AudioCraft
Di sisi lain, Meta baru saja meluncurkan AudioCraft, sebuah alat berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) open-source, yang memudahkan pengguna membuat musik hanya dengan deskripsi teks.
AudioCraft mencakup tiga model AI yaitu MusicGen, AudioGen, dan EnCodec. MusicGen dilatih dengan musik milik Meta dan berlisensi khusus, untuk menghasilkan musik dari prompt teks.
Sementara AudioGen, yang dilatih dengan efek suara publik, menghasilkan audio juga dari prompt teks.
Sementara, seperti mengutip blog resmi Meta, Sabtu (5/8/2023), EnCodec memungkinkan pembuatan musik berkualitas tinggi dengan artefak yang lebih sedikit.
Meta juga merilis model AudioGen terlatih mereka, yang memungkinkan pengguna menghasilkan suara lingkungan dan efek suara seperti gonggongan anjing, klakson mobil, atau langkah kaki di lantai kayu.
Meta pun mengumumkan mereka membagikan seluruh bobot dan kode model AudioCraft.
"Kami membuat model open-source ini, memberi peneliti dan praktisi akses sehingga mereka dapat melatih model mereka sendiri dengan kumpulan data mereka sendiri untuk pertama kalinya," tulis Meta.
"Dan membantu memajukan bidang audio dan musik yang dihasilkan AI," imbuh perusahaan induk Facebook itu.
Menurut Meta, sektor audio "sedikit tertinggal" soal AI generatif bila dibandingkan dengan gambar, video, maupun teks.
Perusahaan menyebut, ada pekerjaan-pekerjaan yang sangat rumit dan tidak terlalu terbuka, sehingga orang tidak dapat dengan mudah memainkannya.
"Menghasilkan audio fidelitas tinggi dalam bentuk apa pun memerlukan pemodelan sinyal dan pola yang kompleks pada berbagai skala," kata induk Facebook itu.
Dapat Hasilkan Audio Berkualitas Tinggi
"Musik bisa dibilang merupakan jenis audio yang paling menantang untuk dihasilkan karena terdiri dari pola lokal dan jarak jauh, dari rangkaian nada hingga struktur musik global dengan berbagai instrumen," kata Meta.
Meta mengklaim, rangkaian model AudioCraft dapat menghasilkan audio berkualitas tinggi dengan konsistensi jangka panjang, serta dapat dengan mudah digunakan.
"AudioCraft berfungsi untuk musik, suara, kompresi, dan pembuatan — semuanya di tempat yang sama," kata Meta.
"Memiliki fondasi open source yang solid akan mendorong inovasi dan melengkapi cara kami memproduksi dan mendengarkan audio dan musik di masa mendatang," tulis mereka lebih lanjut.
Soal hak cipta, Meta mengklaim bahwa model yang sudah dilatih sebelumnya semuanya memakai materi publik atau yang sudah dimiliki oleh perusahaan.
Ini bukan satu-satunya alat AI teks ke audio satu-satunya. Sebelumnya, Google juga memperkenalkan model MusicLM.
(Ysl/Tin)
Advertisement