Sukses

Ramai Soal Wacana Skripsi Dihapus, Komentar Warganet Terbelah: Bakal Tetap Ada Penggantinya

Media sosial ramai soal wacana skripsi dihapus, komentar warganet pun terbelah, ada yang menyebut skripsi bukan dihapus tetapi bisa digantikan dengan pembuatan proyek atau penelitian.

 

Liputan6.com, Jakarta - Ramai wacana soal skripsi dihapus setelah Mendikbudristek Nadiem Makarim menyebutkan bakal ada penyederhanaan standar nasional pendidikan tinggi yang berlaku. Ia menganggap standar nasional pendidikan tinggi yang berlaku saat ini terlalu rinci dan membelenggu perguruan tinggi. 

Nadiem mengatakan, penyederhanaan terjadi pada sejumlah poin, meliputi lingkup standar, standar kompetensi lulusan, dan standar proses pembelajaran dan penilaian. Kelulusan untuk pendidikan tinggi, terutama jenjang S1 selama ini memang dinilai dari skripsi. 

Dengan adanya penyederhanaan standar nasional pendidikan tinggi, skripsi yang semula merupakan syarat kelulusan kuliah S1 kini bisa diubah dengan tugas atau proyek lain, sebagai syarat kelulusan.

Pendapat warganet menanggapi soal wacana skripsi dihapus ini pun terbelah.

Ada yang begitu bahagia karena skripsi dihapus dan ada pula yang menyebut kalau skripsi tidak diwajibkan, bukan tidak mungkin penggantinya justru lebih berat.

"Kalaupun skripsi mau dihapus, mending cepetan deh, mumpung aku baru sampe bab 1," kata pengguna Twitter yang sedang mengerjakan skripsi.

""Exhange ke luar negeri biar ga ada skripsi, eh di Indonesia skripsi mau dihapus," kata seorang warganet Twitter.

"I just graduated 5 days ago dan ada berita skripsi dihapus. Mantap. Tapi sama aja dah kalo dihapus gantinya harus buat proyek atau buat jurnal," kicau pengguna Twitter lain.

"Gue lebih pro skripsi nggak dihapus," kata akun Twitter yang lainnya.

 

2 dari 4 halaman

Warganet: Kalau Skripsi Dihapus Bakal Ada Penggantinya

Warganet lain menyebut, kalau skripsi dihapus, bakal ada pengganti lain sebagai standar kelulusan. Baik itu berbentuk proyek atau laporan lainnya.

"Kalau dihapus pun, mungkin bakal lebih parah lagi dari skripsi," kata akun Twitter lainnya.

"Walaupun skripsi dihapus pasti bakalan ada penggantinya dan belum tau juga bakalan lebih mudah atau lebih ribet dari skripsi. Tergantung kebijakan kampus juga sih palingan, nggak semua kampus bisa setuju sama keputusan baru ini," kata warganet lainnya.

"Sebenarnya nggak totally dihapus nggak sih, tapi ada cara lain untuk lulus jadinya kaya bikin jurnal ilmiah, terus yang lomba se-Indonesia itu apa sih guys, sama project akhir," kata pemilik akun Twitter yang lainnya.

Warganet lainnya menyebut, jika skripsi benar-benar dihapus, mahasiswa tingkat akhir bakal lebih pusing.

"Percayalah, lu bakalan lebih pusing lagi kalau skripsi dihapus," kata seorang pemilik Twitter.

"Kalo skripsi dihapus terus diganti sama project yang ribet mah tetap sama aja," kata seorang warganet.

Warganet yang lainnya menjelaskan bahwa skripsi tidak dihapus tetapi digantikan dengan tugas lain.

"Bukan dihapus lah, enak banget kalo kuliah ga ada bebannya, skripsi diganti tugas lain, bukan dihapus," katanya.

3 dari 4 halaman

Transformasi Pendidikan Tinggi

Mendikbud Nadiem Makarim baru-baru ini ramai jadi perbincangan karena menghadirkan kebijakan baru yang bertujuan untuk transformasi di bidang pendidikan.

Salah satunya adalah mahasiswa S1 kini tidak lagi wajib menyusun skripsi sebagai syarat kelulusan.

Menurut Nadiem melalui Merdeka Belajar Episode ke-26 yang tayang di YouTube, standar nasional pendidikan tinggi bertransformasi menjadi lebih sederhana.

Penyederhanaan dilakukan pada sejumlah poin, yakni lingkup standar, standar kompetensi lulusan, dan standar proses pembelajaran dan penilaian.

Masih menurut Nadiem sebagaimana dikutip Antara, standar nasional pendidikan tinggi yang lebih memerdekakan yaitu standar nasional kini berfungsi sebagai pengaturan framework dan tidak lagi bersifat perspekriptif dan detail seperti di antaranya terkait pengaturan tugas akhir mahasiswa.

4 dari 4 halaman

Kurang Leluasa

Adapun sebelumnya, standar nasional pendidikan tinggi bersifat kaku dan rinci.

Oleh karena itu perguruan tinggi kurang leluasa merancang proses dan bentuk pembelajaran sesuai kebutuhan keilmuan dan perkembangan teknologi.

Nadiem mencontohkan syarat kelulusan yang tidak relevan dengan zaman dan alokasi waktu yang diatur sampai per menit per minggu dalam satu Satuan Kredit Semester (SKS).

Transformasi juga dicontohkan terkait standar nasional pendidikan tinggi yang lebih memerdekakan dijabarkan adalah terkait standar penelitian dan standar pengabdian.

Beberapa perubahan adalah penyederhanaan lingkup standar penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari delapan menjadi tiga standar, penyederhanaan pada standar kompetensi lulusan, serta penyederhanaan pada standar proses pembelajaran dan penilaian.

Â