Liputan6.com, Jakarta - Membeli smartphone atau ponsel dengan harga yang super murah harus berhati-hati. Pasalnya menurut laporan terbaru, penjahat di Tiongkok mulai melakukan aksi licik menjual ponsel modifikasi yang membahayakan privasi pengguna maupun orang lain.
Mengutip Gizchina, Selasa (19/8/2023), para penjahat ini menjual ponsel modifikasi dengan kamera tersembunyi yang diam-diam bisa merekam pengguna di tempat umum.
Baca Juga
Ponsel-ponsel modifikasi ini dijual online seharga Rp 2-3 jutaan. Para penjahat memodifikasi ponsel tersebut dengan menghilangkan kamera depan dan menempatkannya di jack earphone.
Advertisement
Bukan hanya itu, para penjahat ini juga menginstal aplikasi khusus yang bisa merekam ponsel, meski layar dalam kondisi mati.
Para penjualnya mengklaim, aksi tersebut dilakukan tanpa ketahuan dan mereka bisa melakukan perekaman diam-diam di tempat umum.
Sejauh ini, polisi di Tiongkok telah mengingatkan konsumen untuk berhati-hati dalam membeli perangkat, pasalnya bisa melanggar privasi banyak orang.
Sejauh ini, sudah ada banyak yang jadi korban teknologi tak etis ini di media sosial. Sayangnya, meski teknologi telah membuat kehidupan makin mudah, teknologi juga memfasilitasi aktivitas kriminal sehingga membuat dunia jadi tempat yang sulit untuk ditinggali.
Gizchina pun menyarankan para pembaca perempuannya untuk lebih hati-hati berada di tempat umum. Jika ada orang yang bertingkah mencurigakan misalnya memegang ponsel dengan cara yang tak bisa, sebaiknya terus berhati-hati.
Ancaman Online
Terlepas dari itu, Perusahaan keamanan siber Kaspersky mengungkapkan, di kuartal dua atau Q2 tahun 2023, terdapat lebih dari 7 juta ancaman online berhasil digagalkan dan menyasar pengguna internet di Indonesia.
Menurut Kaspersky, kasus-kasus dugaan kebocoran data di Tanah Air belakangan ini, juga sejalan dengan prediksi mereka untuk tahun ini, di mana diperkirakan akan banyak terjadi pada individu atau perusahaan.
Seperti diketahui, baru-baru ini, juga muncul pemberitaan terkait dugaan kebocoran ratusan juta data yang di dalamnya berisikan informasi rahasia dan konfidensial. Walaupun demikian, kasus kebocoran data tersebut juga masih dalam proses penyelidikan.
Maraknya kebocoran data dan insiden dunia maya di dalam negeri, perusahaan pun merilis statistik ancaman siber terbaru untuk Indonesia pada kuartal kedua (Q2) tahun ini.
Data menunjukkan penurunan hingga 30 persen atas upaya serangan siber pada pengguna internet Indonesia dari periode April hingga Juni tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Â
Advertisement
11 Juta Ancaman Online Terdeteksi di Indonesia
Mengutip siaran persnya, Rabu (2/8/2023), Kaspersky Security Network (KSN) mengungkapkan, pada Q2 atau April sampai Juni 2022, terdapat 11.083.474 deteksi ancaman online di Indonesia.
Sementara di Q1 atau Januari atau Maret 2023, terdapat 7.651.841 deteksi ancaman online dan diikuti 7.729.320 ancaman online yang dideteksi, pada April sampai Juni atau Q2 2023.
Untuk ancaman lokal di Indonesia, laporan Kaspersky Security Network menemukan 13.533.656 deteksi di Q2 tahun 2022, 13.170.332 di Q1 2023, serta 13.015.667 pada Q2 2023.
7 Juta Ancaman Berhasil Diblokir
Menurut laporan terbaru, sebanyak 7.729.320 deteksi ancaman online berhasil diblokir selama periode April hingga Juni tahun ini.
Perusahaan menyebut, angka ini adalah penurunan 30 persen dibandingkan dengan 11.083.474 deteksi pada periode yang sama tahun lalu.
Meski begitu, temuan tersebut juga sedikit meningkat (1 persen) dibandingkan periode Januari hingga Maret (Q1) tahun ini dengan 7.651.841 deteksi ancaman online.
Secara keseluruhan, 21,7 persen pengguna telah menjadi sasaran ancaman online selama periode Q2 2023. Hal ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-96 dunia dalam hal bahaya yang terkait penjelajahan web.
Sementara itu, untuk ancaman lokal, secara umum, sebanyak 28,3 persen pengguna di Indonesia menjadi sasaran ancaman lokal pada periode April hingga Juni 2023.
Produk Kaspersky mendeteksi sebanyak 13.015.667 insiden lokal pada komputer partisipan KSN di Indonesia.
Angka ini menurun 3,83 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 13.533.656 deteksi. Data ini juga menempatkan Indonesia di posisi ke-66 secara global.
Advertisement