Sukses

Transformasi Perkembangan Era Web2 ke Web3: Tantangan dan Solusinya

Dalam 14 tahun terakhir, perkembangan Web3 telah mengubah wajah internet, memberikan harapan baru untuk generasi mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam era internet yang terus berkembang, kita telah menyaksikan evolusi internet dari masa awal Web 1.0 (Web1), yang hanya memungkinkan pengguna untuk membaca teks dan melihat gambar statis, hingga Web 2.0 (Web2), era internet yang lebih interaktif.

Saat ini, dengan munculnya teknologi blockchain, kita memasuki era Web 3.0 (Web3), yang tidak hanya memungkinkan pengguna untuk membaca dan menulis, tetapi juga menjalankan dan memiliki data mereka sendiri.

Director of Developer Relations dari Agoric, Diego Lizarazo, menjelaskan Web3 adalah ranah yang hampir tak terbatas untuk para pengembang dalam menjelajahi peluang-peluang baru dan menarik.

"Mulai dari keuangan terdesentralisasi, interoperabilitas, interaksi lintas rantai, smart contract, dan kemampuan pemrograman, terdapat kemungkinan tak terbatas dalam ekosistem Web3 secara umum," kata Diego melalui keteranganya, Kamis (12/10/2023).

Web3 menghadirkan desentralisasi data dan nilai di seluruh blockchain dengan kepemilikan dan kontrol terdistribusi. Dalam 14 tahun terakhir, perkembangan teknologi ini telah mengubah wajah internet, memberikan harapan baru untuk generasi mendatang.

Namun, transisi dari Web 2.0 ke Web 3.0 bukan tanpa tantangan. Pengembang dan bahkan pengguna harus beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi Web 3.0.

Dari menulis kode dalam bahasa-bahasa baru hingga membangun aplikasi di blockchain, banyak pengembang Web 2.0 mengalami kesulitan beradaptasi dengan lanskap Web 3.0 yang terdesentralisasi.

2 dari 4 halaman

Tantangan Bagi Pengembang Web2

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pengembang Web2 adalah bekerja dengan smart contract. Kontrak pintar adalah lapisan dasar blockchain yang otomatis mengeksekusi transaksi jika kondisi tertentu terpenuhi tanpa perlu bantuan pihak ketiga.

Pengembang harus memahami dan belajar bahasa pemrograman khusus Web 3.0 seperti Solidity atau Rust untuk membangun protokol Web 3.0 dan menulis kontrak pintar.

Untungnya, beberapa platform, seperti Acala, Agoric, dan Decentralized Finance Labs, menyediakan perangkat siap pakai untuk membangun aplikasi Web 3.0, menjadikan pengembangan lebih mudah.

Masalah Interoperabilitas dan Kontrol Data

Pengembang Web2 terbiasa membuat aplikasi yang kompatibel dengan berbagai perangkat, termasuk seluler, desktop, dan lainnya. Namun, DApps Web3 mengharuskan pengembang memilih blockchain yang tepat untuk produk mereka, menghadirkan tantangan tersendiri.

Meskipun ada tantangan, Web3 menawarkan peluang luas bagi pengembang Web2. Mulai dari keuangan terdesentralisasi, interoperabilitas, interaksi lintas rantai, smart contract, dan kemampuan pemrograman.

3 dari 4 halaman

Proyek yang Bantu Mengatasi Tantangan

Beberapa proyek membantu pengembang Web2 bertransisi ke Web3. Contohnya, Agoric, sebuah platform berbasis Cosmos, menyediakan tumpukan JavaScript untuk smart contract, menjadikan transisi pengembang yang sudah menguasai JavaScript lebih mudah.

Selain itu, platform seperti QuickNode mempermudah pengembang dalam membangun aplikasi Web3. Mereka menyediakan solusi komprehensif dan alat pengembang untuk mempercepat proses pembuatan aplikasi.

Pengembang juga dapat memanfaatkan platform seperti Metamask untuk membantu dalam migrasi sistem pembayaran dari mata uang tradisional ke kripto, sesuai dengan perubahan yang diperlukan dalam Web 3.0.

Transisi dari aplikasi Web2 ke Web3 memang penuh tantangan, tetapi dengan solusi yang tepat dan tekad untuk belajar, pengembang Web2 memiliki peluang besar untuk memanfaatkan potensi luar biasa yang ditawarkan oleh Web3.

4 dari 4 halaman

Infografis Journal: Fakta Tren Istilah Healing Bagi Pengguna Media Sosial (Liputan6.com/Abdillah)

Video Terkini