Liputan6.com, Jakarta - Media sosial ramai dengan sebuah video yang memperlihatkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi berpidato dengan bahasa Mandarin. Dalam video tersebut seolah Jokowi begitu fasih berbahasa Mandarin.
Namun, informasi ini segera ditanggapi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Melalui keterangan pers yang diterima Tekno Liputan6.com, Kamis (26/10/2023), video Presiden Jokowi tengah berpidato dalam bahasa Mandarin itu adalah disinformasi.
Baca Juga
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menyebut, video Jokowi pidato bahasa Mandarin itu merupakan hasil suntingan alias editan yang menyesatkan.
Advertisement
“Video yang beredar tersebut disertai narasi ‘Jokowi berbahasa Mandarin’. Itu hasil suntingan yang menyesatkan,” kata Semuel, dalam keterangan.
Pria yang karib disapa Semmy ini menegaskan video Presiden Jokowi pidato dengan bahasa Mandarin yang beredar di medsos merupakan disinformasi.
Ia menyebut, hal ini diketahui setelah penelusuran tim AIS Kominfo menemukan kesamaan dengan video yang diunggah oleh kanal YouTube The U.S. - Indonesia Society (USINDO) pada 13 November 2015 lalu.
Pakai AI dan Deepfake Buat Bikin Video Jokowi Pidato Bahasa Mandarin
“Secara visual, video tersebut identik, tetapi telah disunting sedemikian rupa yang diduga memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) deepfake,” Semmy menjelaskan.
Semmy menjelaskan dalam video yang sebenarnya di tautan https://usindo.org/gala/dinner-in-honor-of-president-joko-widodo/, Presiden Joko Widodo tidak menggunakan bahasa Mandarin saat pidato.
“Oleh karenanya, ini adalah bentuk disinformasi,” tegasnya.
Advertisement
Masyarakat Diminta Berhati-hati Saat Dapat Informasi
Semuel mengimbau agar masyarakat berhati-hati ketika mendapatkan informasi yang dapat dimanipulasi. Bahkan ia mengingatkan agar tidak ikut menyebarluaskan konten hoaks atau disinformasi dalam bentuk apapun melalui platform digital.
“Kominfo mengimbau masyarakat untuk berhati-hati ketika mendapatkan informasi yang dapat dimanipulasi dan/atau diselewengkan, serta selalu merujuk sumber-sumber tepercaya seperti situs pemerintah dan/atau media yang kredibel,” kata Semmy.