Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan machine learning (ML), bisa membantu keamanan siber usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia, di tengah berkembangnya ancaman siber.
Perusahaan keamanan siber Palo Alto Networks mengungkapkan dalam Laporan Kondisi Keamanan Siber di ASEAN tahun 2023, integrasi AI jadi salah satu strategi utama yang diadopsi secara masif oleh organisasi-organisasi teknologi di seluruh Asia Tenggara
Baca Juga
Di Indonesia, menurut Palo Alto Networks, terdapat sekitar 70 persen organisasi yang sedang mempertimbangkan integrasi AI, menjadikan jumlahnya tertinggi di ASEAN.
Advertisement
Perkembangnya teknologi AI dan ML pun dinilai membuat penjahat siber akan terus mencari cara baru, untuk mengeksploitasi teknologi ini dengan tujuan yang jahat.
Mengutip siaran pers, Selasa (31/10/2023), Palo Alto Networks mengatakan bahwa UKM yang sangat menopang perekonomian Indonesia, juga jadi yang paling rentan terhadap gangguan dan kejahatan siber.
Namun, berbeda dari perusahaan besar, bisnis kecil dan menengah umumnya tidak memiliki Sumber Daya Manusia (SDM), keahlian, dan sumber daya lain yang memadai, untuk melindungi keamanan siber mereka dengan baik.
Ini menjadikan mereka target empuk bagi para penjahat siber yang terus berkembang.
Selain itu, masih banyak usaha kecil dan menengah, yang menilai bahwa keamanan siber hanyalah inisiatif sesaat, atau hanya perlu dilakukan sekali, bukan berkelanjutan. Asumsi semacam ini membuat mereka tidak memperbarui kemampuan keamanannya.
Malware Tingkat Lanjut Bisa Berubah Bentuk
Maka dari itu, memastikan langkah-langkah keamanan siber yang kuat sangatlah penting.
"Sangat penting untuk diingat bahwa UKM, seperti halnya organisasi yang lebih besar, memiliki data berharga yang dicari oleh para penyerang siber untuk mendapatkan keuntungan finansial," kata Steven Scheurmann, Wakil Presiden untuk ASEAN, Palo Alto Networks.
Perusahaan mengatakan, langkah-langkah keamanan tradisional pun sudah tidak memadai untuk memerangi serangan siber yang canggih seperti phishing, serangan ransomware, kampanye jahat, dan lain-lain.
Selain itu, malware tingkat lanjut dapat berubah bentuk untuk menghindari deteksi, serta menggunakan pendekatan tradisional berbasis tanda tangan, untuk membuatnya sangat sulit mendeteksi serangan tingkat lanjut tersebut.
Di sini, machine learning dirasa dapat mengatasi semakin banyaknya tantangan dalam keamanan siber: meningkatkan solusi keamanan, mendeteksi serangan yang tidak dikenal, dan mendeteksi serangan tingkat lanjut, termasuk malware polimorfik.
Advertisement
Akurasi dan Kecepatan AI Bisa Lebih Tinggi
Teknologi AI dan ML pun memiliki potensi untuk meningkatkan keamanan siber secara signifikan. Dengan menggunakan teknologi ini, tim keamanan dapat mendeteksi dan menanggapi ancaman dengan lebih cepat dan akurat.
Sistem AI dapat mendeteksi dan menilai potensi serangan dengan akurasi dan kecepatan yang lebih tinggi, dengan menganalisis kumpulan data yang sangat besar dari informasi serangan historis dan memanfaatkan umpan intelijen ancaman secara real-time.
Hal ini dapat membantu melindungi organisasi dari serangan siber dan mencegah kerugian finansial, gangguan bisnis, dan pelanggaran data.
"Bahkan bisnis yang berukuran kecil dan memiliki sumber daya terbatas pun dapat membangun postur keamanan yang tangguh, sehingga sulit ditembus oleh penyerang, asalkan ada budaya keamanan siber yang kuat di dalam perusahaan," kata Steven.
Ia mengatakan, visibilitas holistik, pendekatan zero-trust, dan integrasi AI akan membantu memastikan UKM dapat meningkatkan keamanan cloud-nya, untuk melindunginya dari ancaman saat ini dan masa depan, di mana pun mereka memilih untuk bekerja.
Serangan Ransomware di Indonesia Peringkat 3 di Asia Tenggara
Sebelumnya Palo Alto Networks menemukan jumlah serangan ransomware di Indonesia menempati posisi ke-3 terbesar di wilayah Asia Tenggara.
Pada tahun 2022, ditemukan kasus ransomware dan pemerasan di Indonesia meningkat mendekat 30 persen, dengan 14 kasus yang dilaporkan di berbagai sektor utama.
Menurut catatan Palo Alto Networks, pelaku ancaman menggunakan taktik yang lebih agresif untuk menekan organisasi, dengan jumlah gangguan 20 kali lebih banyak dibandingkan 2021, menurut kasus penanganan insiden Unit 42.
Temuan ini selaras dengan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), yang menyebut bahwa ransomware dan pembobolan merupakan jenis serangan siber paling umum di 2022.
Menurut BSSN, mereka menyumbang 50 persen dari seluruh serangan siber yang dilaporkan di Indonesia pada tahun 2022.
Gangguan ini biasanya dilakukan lewat panggilan telepon dan email yang menargetkan individu tertentu, seringkali di C-suite atau pelanggan, untuk mendesak agar membayar permintaan uang tebusan.
Mengutip siaran persnya, Minggu (2/4/2023), Palo Alto Networks menyebutkan, Indonesia menempati posisi ke-3 di Asia Tenggara, dengan jumlah serangan ransomware terbanyak, sebesar 14 laporan serangan ransomware.
Angka ini ditemukan di Laporan Unit 42 Ransomware and Extortion, yang disusun berdasarkan temuan dari penanganan insiden Unit 42 pada sekitar 1.000 kasus selama 18 bulan terakhir.
Indonesia berada di peringkat tiga setelah Singapura (18) dan Thailand (28), namun di atas Malaysia (11), Filipina (11), dan Vietnam (9).
Ditemukan juga, manufaktur, grosir dan ritel, serta jasa profesional dan hukum, adalah tiga sektor yang paling banyak diincar oleh serangan ransomware di Indonesia.
(Dio/Dam)
Advertisement