Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengatakan sudah banyak ahli di Indonesia, yang telah mulai mempelajari soal teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
"Para ahli di Indonesia itu cukup banyak juga yang menggarap AI. Mereka mempelajari data science, belajar soal AI secara khusus, itu juga sudah mulai banyak anak-anak muda kita yang tertarik dan mendalami AI," kata Nezar.
Baca Juga
Dalam acara Catatan Wens Manggut bertajuk 'Regulasi dan Etika dari Kecerdasan Buatan (AI)' yang digelar secara live streaming di Vidio, Selasa (22/11/2023), ia menyebut sejumlah startup di Indonesia juga sudah mulai mengembangkan AI.
Advertisement
"Menurut saya mereka cukup cerdas mengolah AI. Indonesia pun sekarang sudah ada kebutuhan mendesak untuk membuat semacam panduan etis penggunaan AI,"Â ujar Nezar.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan Kementerian Kominfo akan segera mengeluarkan Surat Edaran Panduan Pemakaian AI untuk semua sektor.
"(Panduan penggunaannya) lebih ke etika, karena memang untuk sampai ke hard-nya, kita harus me-review semua perkembangannya dulu, dan bicara dengan stakeholders,"Â ucap Nezar.
"Jadi kami tidak mau membatasi inovasinya juga, kami sepakat dengan negara-negara lain untuk memaksimalkan benefitnya, meminimalkan risikonya," imbuhnya.
Nezar menuturkan, industri-industri di Indonesia juga telah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan.
"Media sudah pakai, media paling banyak pakai dan terpapar AI ini. Terus juga transportasi, kesehatan, itu sudah memakai yang namanya AI. Yang paling besar terpapar adalah sektor informasi,"Â ungkap Nezar.
"Di sektor customer relation management, itu sudah pakai chatbot, menggantikan orang. Ini makin canggih, jadi dia bisa berinteraksi lebih intim dan pengembangannya akan sangat personalized," kata Wamenkominfo menambahkan.
Â
Waspadai Banjir Misinformasi Akibat AI
Pada kesempatan tersebut, Nezar juga mengingatkan bahwa jelang Pemilu 2024, masyarakat harus lebih kritis terhadap konten-konten yang beredar di internet dan media sosial, mengingat penggunaan AI juga semakin marak.
Nezar mengatakan, dengan keberadaan platform seperti ChatGPT, seseorang bisa menyalahgunakannya untuk memproduksi berbagai narasi, termasuk disinformasi dan misinformasi.
"Memang ini satu tantangan, karena dengan adanya bot juga di media sosial, yang kita sebut cyber army dan semacamnya, bisa pakai itu untuk pumping volume dan meningkatkan variasi-variasi narasi," ujarnya.
Dengan semakin kompleksnya teknologi AI yang juga sudah bisa terkoneksi dengan media sosial, apabila tidak teratur dan dipakai dengan tidak bertanggung jawab, menurut Nezar, akan ada risiko kekacauan informasi.
Nezar juga mengingatkan masyarakat untuk selalu melakukan check dan recheck, apabila menerima sebuah informasi di media sosial, mengingat saat ini, AI juga dapat disalahgunakan untuk menyebarkan misinformasi.
"Kalau menerima konten yang agak meragukan, misalnya too good to be true, seperti contohnya presiden berbahasa Mandarin, tentu saja menimbulkan pertanyaan, itu bisa cek ke sumber yang otoritatif," imbaunya.
Advertisement
3 Gagasan Indonesia Respons Perkembangan AI
Nezar juga mengungkapkan Indonesia punya tiga usulan atau gagasan dalam rangka merespons perkembangan kecerdasan buatan.
Menurut Nezar, usulan ini sudah disampaikan dalam AI Safety Summit, yang diikuti 28 negara, bersama dengan sejumlah perusahaan teknologi di London, Inggris beberapa waktu lalu.
"Kami menawarkan tiga hal yang kami sebut 3P di dalam forum itu," tuturnya.
Ia mengungkapkan, "P" yang pertama adalah Policy atau kebijakan, yang dimaksudkan untuk mengatur ekosistem, mulai dari desain, pengembangan, hingga pemakaian.
Kedua adalah Platform kecerdasan buatan, di mana menurut Nezar, platform harus menjamin inklusivitas, transparansi, hingga non-diskriminasi.
"P" terakhir adalah terkait People atau sumber daya manusia dan hubungannya dengan alat-alat AI, serta empowerment manusianya itu sendiri.
"Karena ada digital divide, di dunia masih terjadi. Kesenjangan akses, kesenjangan pengetahuan soal digital, dan lain-lain, akan memengaruhi interaksi dengan artificial intelligence, dalam soal data," ujarnya.
Â
Indonesia Sudah Punya UU PDP
Nezar menjelaskan, 'makanan' dari kecerdasan buatan adalah data. Terkait ini, kesadaran terhadap data memang belum setinggi negara lain seperti Amerika Serikat atau Eropa, tapi Indonesia sudah memiliki UU Pelindungan Data Pribadi (PDP).
Wamenkominfo mengungkapkan Peraturan Pemerintah turunan UU PDP pun telah disiapkan, dan segera akan selesai tidak lama lagi, di mana nantinya akan diturunkan lagi ke Peraturan Menteri dan seterusnya.
"Ini saya kira satu kemajuan yang cukup bagus, walaupun tidak khusus mengatur soal AI, tetapi ada baseline. Bagaimana perlindungan data di sektor emerging technology, jadi AI mungkin bisa masuk di situ," Nezar memungkaskan.
Advertisement