Sukses

Menkominfo Beberkan 5 Alasan UU ITE Perlu Direvisi, Salah Satunya Demi Lindungi Anak di Internet

Menkominfo Budi Arie Setiadi membeberkan lima alasan UU ITE perlu direvisi, salah satunya demi kepentingan perlindungan anak-anak di platform digital di dunia maya.

Liputan6.com, Jakarta - DPR dan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kemkumham menyetujui hasil rancangan Revisi UU ITE yang dibahas Komisi I dan pemerintah di Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).

Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam sambutannya di Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan pemerintah menyatakan tanggapan dari pemerintah terkait pentingnya merevisi UU ITE. Di mana, pemerintah perlu tetap mengedepankan perlindungan kepentingan umum serta bangsa dan negara.

"RUU Perubahan Kedua UU ITE merupakan kebijakan besar Indonesia untuk menghadirkan ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan," kata Budi Arie.

Ia lebih lanjut menyebut, pemerintah bertanggung jawab memenuhi HAM yang dimiliki pengguna internet Indonesia di dunia maya. Termasuk di antaranya menjamin kemerdekaan dalam menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat yang disampaikan via platform komunikasi.

Lebih lanjut Menkominfo Budi Arie Setiadi juga mengatakan, UU ITE telah berjalan 8 tahun sejak diundangkan pada 2008 hingga mengalami perubahan pada 2016 dengan ditetapkan UU No 19 tahun 2016.

"Perubahan pada tahun 2016 memperlihatkan dinamika dari masyarakat yang ingin penyempurnaan pasal-pasal UU ITE, khususnya terkait ketentuan pidana konten ilegal," katanya.

Budi melihat, setelah perubahan pertama, terdapat kebutuhan penyesuaian UU ITE. "Hal ini menunjukkan bahwa hukum perlu menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik secara nasional maupun global," tuturnya.

Menkominfo pun menyebut, ada lima alasan yang mendasari diperlukannya revisi UU ITE yang kedua, beberapa tahun setelah revisi UU ITE pertama dengan hadirnya UU No 19 Tahun 2016. Berikut lima alasan yang mendasari revisi UU ITE:

2 dari 4 halaman

1. Penerapan norma-norma pidana dalam UU ITE berbeda-beda di berbagai tempat

Budi menilai penerapan norma pidana dalam UU ITE yang berbeda di berbagai tempat membuat banyak pihak menganggap norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan perse, hingga mengancam kebebasan pendapat.

2. UU ITE belum dapat beri perlindungan bagi anak-anak yang memakai internet

Kedua, Budi menyebut, UU ITE dianggap masyarakat belum bisa memberi perlindungan yang optimal bagi pengguna internet di Indonesia, terutama anak yang memakai produk atau layanan digital.

Ia menyebut, jika produk atau layanan digital dipakai dengan tepat, bisa memberikan manfaat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Namun, dalam berbagai situasi, anak belum memiliki kapasitas atau kemampuan untuk memahami berbagai risiko atau potensi pelanggaran hak anak yang mungkin terjadi dalam penggunaan produk atau layanan digital.

Menurut Budi, Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang menyelenggarakan produk atau layanan digital harus bertanggung jawab memenuhi hak anak dan melindungi anak dari bahaya atau risiko fisik atau psikis.

3 dari 4 halaman

3. UU ITE perlu optimalkan peran pemerintah membangun ekosistem digital adil

Budi menilai UU ITE perlu mengoptimalkan peran pemerintah dalam membangun ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif. Apalagi, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar.

Pada 2022, nilai ekonomi digital ASEAN mencapai USD 194 miliar di mana menurut data Google, Temasek, & Bain pada 2022, Indonesia berkontribusi 40 persen dari nilai tersebut.

Melihat besarnya potensi ekonomi digital Indonesia kini dan di masa depan, pemerintah perlu memperkuat regulasi Indonesia dalam melindungi pengguna layanan digital Indonesia dan pelaku UMKM.

4. Layanan sertifikasi elektronik perlu diperkuat

Budi menyebutkan, alasan UU ITE perlu revisi lagi karena Penyelenggara Sertifikasi Elektronik telah memberikan berbagai layanan sertifikasi selain tanda tangan elektronik. Mulai dari segel elektronik dan autentikasi situs wen, hingga identitas digital.

Pemerintah, menurut Budi, memandang Indonesia butuh landasan hukum yang lebih komprehensif dalam membangun kebijakan identitas digital serta layanan sertifikasi elektronik lainnya.

4 dari 4 halaman

5. UU ITE dalam penegakan hukum

Budi melihat, dalam melakukan penegakan hukum, UU ITE saat ini masih memerlukan penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kominfo dalam penyidikan tindak pidana siber.

Pasalnya, pelaku tindak pidana memakai rekening bank untuk menyimpan hasil kejahatan yang mereka lakukan. Bukan hanya itu, menurut pemerintah, pelaku kejahatan juga membeli dan memperdagangkan aset digital dalam skema kejahatan mereka.

Budi menyebut, PPNS di sektor Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) butuh kewenangan untuk memerintah PSE dalam memutus akses secara sementara terhadap rekening bank, uang elektronik, dan aset digital.