Sukses

Revisi UU ITE Belum Atur soal AI, Kominfo Siapkan Etika Pemakaian

Kementerian Kominfo mengungkapkan bahwa dalam rancangan revisi UU ITE, belum ada aturan khusus mengenai AI.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dan DPR baru-baru ini menyetujui hasil rancangan Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Meski begitu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan, dalam rancangan revisi UU ITE, belum ada secara khusus pasal yang mengatur tentang kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

"AI itu sendiri belum ada di dunia yang mengaturnya, karena AI adalah tools," kata Direktur Jenderal Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan melalui konferensi pers di Jakarta, Kamis (23/11/2023).

"Yang akan segera kami keluarkan adalah panduan tentang etika. Kami lagi membahas dan akan kami keluarkan dalam bentuk surat edaran," kata pria yang akrab disapa Semmy ini.

Menurut Semmy, di revisi UU ITE, persoalan AI ini bisa masuk ke pasal 40A yang berbunyi, "Pemerintah bertanggung jawab dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif."

"Itu bisa masuk di situ, karena ini kan ada teknologi baru, itu kami masuk bagaimana mengatur tadi," kata Semmy.

"Kalau AI itu saya menggambarkannya pasal ini seperti pasal Pelindungan Data Pribadi waktu 2008. cuma diatur satu pasal, nanti berkembang jadi undang-undang sendiri," ia menjelaskan.

Pada kesempatan itu, Semmy juga mengungkapkan bahwa revisi UU ITE ditargetkan untuk rampung pada tahun ini.

Sebelumnya dalam kesempatan berbeda, Wakil Menkominfo Nezar Patria, mengungkapkan Kementerian Kominfo akan merilis panduan etika dalam pemakaian kecerdasan buatan atau AI di Indonesia.

2 dari 4 halaman

Belum Ada Regulasi Global untuk Atur AI

Hal ini diungkapkan oleh Wamenkominfo dalam acara Catatan Wens Manggut bertajuk "Regulasi dan Etika dari Kecerdasan Buatan atau AI" yang digelar secara live streaming di Vidio, Selasa (21/11/2023).

Nezar mengungkapkan, berdasarkan pertemuan terkait AI yang dilakukan 28 negara di London, Inggris beberapa waktu lalu, disepakati bahwa ada nilai-nilai dasar yang sudah disepakati terkait kecerdasan buatan.

Menurut dia, memang sejauh ini belum ada aturan secara global soal kecerdasan buatan. Namun, dengan adanya kesepakatan bernama Bletchley Declaration yang disepakati di Inggris itu, bisa jadi sebuah langkah maju.

"Ini memang dia non-legally binding. Jadi, tidak mengikat secara hukum, karena masih bersifat norma, tetapi dari situ nanti bisa maju lebih jauh lagi," kata Nezar mengungkapkan.

Menurut Nezar, masing-masing negara sebetulnya sudah memiliki regulator framework-nya, tapi berbeda-beda tingkatannya.

"Karena watak AI ini sangat dinamis, cepat, tidak terprediksi, serta possibility dan probability-nya, itu luar biasa, sehingga negara-negara yang ikut dalam perlombaan AI ini, membuat pagar-pagarnya supaya tidak harmful ke manusia," kata Wamenkominfo.

 

3 dari 4 halaman

Kominfo Bakal Rilis Panduan Pemakaian AI

Di Indonesia sendiri, Nezar mengungkapkan, Kementerian Kominfo akan segera mengeluarkan Surat Edaran Panduan Pemakaian AI untuk semua sektor.

"(Panduan penggunaannya) lebih ke etika, karena memang untuk sampai ke hard-nya, kita harus me-review semua perkembangannya dulu, dan bicara dengan stakeholders," ujar Nezar.

"Jadi kami tidak mau membatasi inovasinya juga, kami sepakat dengan negara-negara lain untuk memaksimalkan benefitnya, meminimalkan risikonya," Wamenkominfo menambahkan.

Ia mengungkapkan, industri-industri di Indonesia juga telah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatannya.

"Media sudah pakai, media paling banyak pakai dan terpapar AI ini. Terus juga transportasi, kesehatan, itu sudah memakai yang namanya AI. Yang paling besar terpapar adalah sektor informasi," kata Nezar.

"Di sektor customer relation management, itu sudah pakai chatbot menggantikan orang. Ini makin canggih, jadi dia bisa berinteraksi lebih intim dan pengembangannya akan sangat personalized," ujarnya menguraikan.

4 dari 4 halaman

DPR dan Pemerintah Setujui Revisi UU ITE

DPR dan pemerintah sendiri melalui Kementerian Kominfo dan Kementerian Hukum dan HAM menyetujui hasil rancangan Revisi UU ITE yang dibahas Komisi I dan pemerintah di Senayan, Jakarta, Rabu (22/11/2023).

Menkominfo Budi Arie Setiadi dalam sambutannya di Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan pemerintah menyatakan tanggapan dari pemerintah terkait pentingnya merevisi UU ITE. Di mana, pemerintah perlu tetap mengedepankan perlindungan kepentingan umum serta bangsa dan negara.

"RUU Perubahan Kedua UU ITE merupakan kebijakan besar Indonesia untuk menghadirkan ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan," kata Budi Arie.

Dia menyebut, pemerintah bertanggung jawab memenuhi HAM yang dimiliki pengguna internet Indonesia di dunia maya. Termasuk di antaranya menjamin kemerdekaan dalam menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat yang disampaikan via platform komunikasi.

Lebih lanjut Menkominfo mengatakan, UU ITE telah berjalan 8 tahun sejak diundangkan pada 2008 hingga mengalami perubahan pada 2016 dengan ditetapkan UU No 19 tahun 2016.

"Perubahan pada tahun 2016 memperlihatkan dinamika dari masyarakat yang ingin penyempurnaan pasal-pasal UU ITE, khususnya terkait ketentuan pidana konten ilegal," katanya.

(Dio/Ysl)