Liputan6.com, Jakarta Platform e-commerce Blibli menggandeng Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), untuk mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dan tidak FOMO saat melakukan belanja online.
Menurut CekRekening.id dari Kominfo, pada periode 2017 sampai 2022, ada sekitar 486.000 laporan masyarakat terkait tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE). Sekitar 83 persen di antaranya, atau 405.000 laporan, merupakan penipuan transaksi online.
Baca Juga
Selain itu, tindak pidana penipuan investasi daring fiktif mencapai sekitar 19.000 laporan, sementara penipuan jual beli secara online tercatat sebanyak 12.000 laporan.
Advertisement
Laporan Risiko Global 2022 dari Forum Ekonomi Dunia juga menyebut, sebanyak 95 persen insiden keamanan siber di dunia disebabkan oleh kesalahan manusia, termasuk karena fenomena FOMO (Fear Of Missing Out).
Di sini disebutkan, banyak orang yang khawatir ketinggalan momen info promo belanja besar-besaran, seperti Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas).
Mengutip siaran pers, Senin (4/12/2023), Blibli juga melakukan eksperimen sosial pada September 2023, dengan serangkaian iklan online palsu, yang menggiring masyarakat ke www.vomoshop.com. Menurut perusahaan, eksperimen ini dilakukan dengan tujuan mengetahui seberapa rentan masyarakat Indonesia berisiko terkena tipu-tipu.
Dari total 63.196 pengunjung Vomoshop, Blibli menemukan 4 dari 5 pengunjung situs memutuskan checkout belanja terhadap penawaran yang menggiurkan, membuktikan masih banyak orang yang rentan terjebak penipuan online karena FOMO.
"Industri digital yang dinamis memang terus membutuhkan inovasi untuk mendorong perkembangannya," kata Arshy Adini, Executive Director idEA. "Saat ini, salah satu tantangan industri yang harus dibenahi segera adalah berkembangnya promosi fiktif dan penipuan online," ujarnya.
Penjahat Siber Punya Metode yang Beragam
Sementara, menurut Sandromedo Christa Nugroho, Ketua Tim Insiden Siber Sektor Keuangan, BSSN, perkembangan transformasi digital di kehidupan konsumen harus diiringi kewaspadaan untuk menjaga data dan informasi pribadi.
"Karena para penjahat dunia maya memiliki teknik dan metode serangan yang sangat beragam untuk menembus sistem keamanan dan/atau melakukan serangan social engineering untuk mencuri data dan informasi milik pengguna," ujarnya.
Blibli sendiri menggaet Kominfo, BSSN, dan idEA untuk meluncurkan panduan menghindari penipuan online #IngatVOMO. VOMO di sini adalah akronim dari Verifikasi, Observasi, Mudah Akses Info, dan Ofisial rekening platformnya.
Yolanda Nainggolan, Head of Public Relations Blibli mengatakan, lewat panduan selalu #IngatVOMO, perusahaan ingin melanjutkan komitmen mereka untuk literasi digital masyarakat lewat edukasi tentang privasi data dan keamanan siber.
Advertisement
Masyarakat Diimbau Verifikasi Kanal Komunikasi Resmi
"Terutama kami tak henti-hentinya mengingatkan masyarakat agar bertransaksi hanya pada rekening ofisial platform yang bertanggung jawab di seluruh layanan dan fitur yang ditawarkan kepada pelanggan," kata Yolanda.
"Selain itu dengan semakin berkembangnya modus tipu tipu online, kami juga mendorong masyarakat untuk selalu melakukan verifikasi kanal komunikasi resmi platform tempat bertransaksi sehingga dapat melakukan komunikasi dengan cepat dan tepat di kala ada indikasi tipu tipu yang mengatasnamakan platform."
Septriana Tangkary, Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim, Kominfo menyebut, inisiatif ini bisa membantu memperluas sosialisasi terkait waspada penipuan online.
"Apalagi kini, gaya hidup digital semakin luas diadopsi oleh masyarakat, yang salah satunya dibuktikan dengan penetrasi aktivitas belanja online hingga ke masyarakat akar rumput."
Kominfo Blokir 575.042 Rekening yang Dipakai Tipu-Tipu
Dalam kesempatan berbeda, Kominfo mencatat 575.042 aduan cek rekening terkait tindak pidana kejahatan di sektor transaksi keuangan sepanjang tahun 2017 hingga Juli 2023.
"Ini jumlah rekening yang kami punya dari aduan, ada 575.042 rekening yang terkait dengan berbagai tindak pidana," kata Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Teguh Arifiyadi dalam PPATK 4th Legal Forum: Urgensi Regulatory Technology and Digital Evidence, di Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Dari jumlah rekening yang diadukan, rinciannya 446.996 rekening terkait penipuan transaksi online, 21.569 terkait investasi online fiktif, 20.829 terkait kejahatan lainnya, 14.63 terkait pemerasan, 14.019 terkait prostitusi online, 6.580 terkait pinjaman online, dan 3.600 terkait judi online, web, maupun pishing dan lainnya.
Adapun kata Teguh, pada tahun 2020-2021 terjadi peningkatan aduan tindak pidana transaksi keuangan paling banyak yakni 165.482 aduan cek rekening. Hal itu terjadi pada saat pandemi covid-19 berlangsung, karena jumlah penjahat semakin banyak.
"Kenapa di 2020-2021 meningkat, ini karena covid, jumlah penjahatnya semakin banyak sehingga kami kewalahan dengan tim kami," katanya.
Teguh menjelaskan, setelah menerima aduan, kemudian Kominfo melakukan pemblokiran rekening-rekening tersebut. Kominfo juga mencatat ada 5.429 pemilik rekening yang menyanggah aduan. Namun, mayoritas dari mereka tidak pernah datang ke bank untuk melakukan verifikasi diri.
"Apakah pemilik rekening pernah menyanggah ketika dilaporkan, dan ketika dilaporkan kami juga melakukan pemblokiran rekeningnya untuk kriteria tertentu, mislanya judi/penipuan online, kami bersurat ke banknya untuk meminta diblokir karena sudah melakukan penipuan beberapa kali," ujarnya.
"Kami blokir, dan mereka ada yang menyanggah, tapi mayoritas sanggahannya ditolak, karena untuk menyanggah mereka harus verifikasi diri, belum pernah ada yang datang, yang coba-coba telepon ada untuk meminta unblock, kita persilahkan datang dan mereka tidak pernah datang," pungkasnya.
Advertisement