Liputan6.com, Jakarta - CEO & Founder Botika, Ditto Anindita, mengatakan saat ini ada banyak perusahaan yang bergerak di bidang kecerdasan (artificial intelligence/AI). Hanya saja, kendalanya di Indonesia sendiri adalah terkait dengan sumber daya manusia (SDM).
Menurut Ditto, kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal TI dan AI masih langka. Ini menjadi tantangan tersendiri, karena sebagai perusahaan yang bersifat online, tidak bisa hanya bersaing secara regional, tetapi juga seluruh dunia.
Baca Juga
“Jika kita tidak cepat (mengikuti perkembangan AI), kita tidak akan bisa survive dan bersaing,” ujar Ditto dalam program 'Catatan Wens Manggut' yang digelar livestreaming, Selasa (5/12/2023).
Advertisement
Untuk diketahui, antusiasme masyarakat terhadap teknologi AI sangat luar biasa. Berdasarkan survei Ipsos, sekitar 78 persen orang Indonesia menganggap AI sangat positif.
Angka ini terbilang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Eropa yang hanya mencapai angka 37 persen.
“Hal ini dikarenakan sensitivitas terhadap data. AI bisa disalahgunakan untuk membuat konten atau data palsu, dan masyarakat Indonesia belum cukup menyadari hal ini, berbeda dengan di luar negeri yang sangat sensitif,” ungkap Ditto.
Maka dari itu, Botika telah mengusulkan diadakannya aturan untuk penggunaan AI generatif dalam pembuatan konten. Setidaknya untuk tokoh politik atau tokoh publik.
"Sebab, penipuan AI yang menggunakan visual tokoh politik atau tokoh publik berpotensi menyebabkan kerusuhan dalam masyarakat," ujar Ditto.
Botika sendiri merupakan perusahaan kecerdasan buatan lokal, asli Indonesia, yang didirikan sejak tahun 2016.
Perusahaan yang menciptakan produk chatbot ini, sekarang telah memiliki sekitar 50 orang karyawan dengan ratusan klien dari dalam maupun luar negeri. Botika mengklaim telah melayani klien di 14 negara.
Setahun ChatGPT, Makin Banyak Orang Minat Belajar Keterampilan AI Generatif
Berkaitan dengan penggunaan AI, sebelumnya platform pembelajaran online Udemy mengungkapkan, banyak orang Indonesia yang tertarik untuk mempelajari keterampilan kecerdasan buatan, dalam satu tahun sejak diluncurkannya ChatGPT.
Menurut Udemy, ketertarikan orang Indonesia terhadap artificial intelligence atau AI, terlihat dengan meningkatnya pendaftar kursus untuk keterampilan-keterampilan semacam ini di platform mereka.
Data Udemy yang dikumpulkan sejak peluncuran ChatGPT pada 30 November 2022 hingga 31 Oktober 2023, hampir 800 instruktur telah membuat dan mengunggah lebih dari 1.000 kursus terkait ChatGPT di platform itu.
Selain itu, mengutip siaran pers, Senin (4/12/2023) terdapat lebih dari 2,2 juta pendaftar kursus ChatGPT di Udemy, dengan lebih dari 26.000 pendaftar di Indonesia.
Udemy juga menyebut, instruktur mereka sudah mengajarkan kursus untuk ChatGPT dalam 25 bahasa termasuk Indonesia.
Jumlah pendaftar kursus untuk tools AI ini di Indonesia pun tercatat lebih banyak, daripada jumlah pendaftar di beberapa negara lain, seperti Australia dan Korea Selatan.
"Seiring dengan percepatan transformasi digital yang terjadi di pasar Indonesia, adopsi AI generatif menjadi semakin penting," ujar Giri Suhardi, Head of Indonesia di Udemy.
Menurut Giri, AI generatif bisa membantu perusahaan-perusahaan untuk berkembang, mulai dari membuat segala sesuatunya berjalan lebih cepat hingga memunculkan ide-ide baru.
"Ini bukanlah tren yang akan berlalu begitu saja, ini adalah alat yang harus dimiliki untuk menavigasi lika-liku pasar Indonesia dan memastikan bisnis terus bergerak maju," kata Giri menambahkan.
Advertisement
Kursus AI Generatif Paling Banyak Diminati
Laproan Global Learning & Skills Trends 2024 Udemy baru-baru ini mengemukakan pada 2030, AI generatif diperkirakan dapat mengotomatisasi hingga 30 persen jam kerja saat ini.
Hal ini memberikan kontribusi sekitar USD 15 triliun terhadap ekonomi global.
Selama setahun terakhir, Udemy mencatat peningkatan sebesar 60 persen dalam pelatihan terkait AI, sementara permintaan akan kursus ChatGPT meningkat sebanyak 5.226 persen di kuartal pertama 2023.
Ini menunjukkan bagaimana organisasi mengutamakan peningkatan keterampilan untuk memaksimalkan hasil bisnis.
Adapun, temuan Udemy juga mengungkap 10 industri teratas, yang perusahaannya memberdayakan karyawan mereka dengan keterampilan AI generatif.
10 industri ini adalah: Layanan Profesional, Layanan Konsultasi, Teknologi, Manufaktur, Ritel, Keuangan, Hiburan & Media, Pendidikan, Pemerintahan, dan Ilmu Pengetahuan Hayati.
Sementara, kursus AI generatif yang paling banyak diminati adalah Midjourney, seni AI, Python, dan prompt ChatGPT.
Laporan Global Workplace Learning Index Udemy Q2 juga menyorotiperkembangan pembelajaran AI ke bidang fungsional lainnya seperti pemasaran, SDM, penjualan, dan manajemen proyek.
Greg Brown, President and CEO di Udemy mengatakan, secara global, organisasi mengadopsi AI generatif dengan cara yang terarah dan bertanggung jawab.
Menurutnya, ini mendorong transformasi tenaga kerja serta mengembangkan budaya yang mendorong kecekatan, ketahanan, dan daya saing. "Solusi terkini yang didukung oleh AI generatif memiliki potensi yang tak terbatas," kata Greg.
22,1 Persen Pekerja di Indonesia Sudah Mulai Pakai AI
Di kesempatan berbeda, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nezar Patria mengatakan bahwa pekerja Indonesia yang sudah mulai menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Hal ini dijelaskan oleh Wamenkominfo dalam Konferensi Pers Kebijakan Teknologi AI di Indonesia di Hotel Grand Hyatt Jakarta Pusat, Senin (27/11/2023).
Nezar mengklaim, data yang mereka terima menyebut 22,1 persen pekerja di Indonesia dari berbagai sektor, telah mengimplementasikan pemanfaatan AI, untuk mendukung kerja sehari-hari.
"Pemanfaatan AI di Indonesia sangat gencar saat ini dan AI telah membantu sekitar 22,1 persen pekerja di Indonesia dari berbagai sektor, seperti informasi dan komunikasi, jasa keuangan dan asuransi, pemerintahan dan pertahanan," kata Nezar.
Dikutip dari siaran pers, Nezar mengutip data Statista dan Kearney & CSET, yang menyebut pemanfaatan kecerdasan buatan di Indonesia akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar USD 366 Miliar pada tahun 2030.
Menurut Kominfo, jumlah itu memberikan setara dengan 40 persen Pendapatan Domestik Brutto ASEAN, yang meningkat dengan pemanfaatan AI.
"Nilai pasar global AI mencapai angka USD 142,3 Miliar di tahun 2023 berdasarkan data yang kita dapatkan," kata Nezar.
"Untuk di tingkat ASEAN kontribusinya bagi PDB ASEAN di tahun 2030 diprediksi mencapai angka USD 1 Triliun. Jadi besar sekali, dan di Indonesia sendiri kontribusinya hampir 40 persen dari ASEAN itu yakni sebesar USD 366 Miliar," dia menambahkan.
Advertisement