Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria mengungkapkan, Surat Edaran tentang pedoman etika artificial intelligence (AI) Kominfo, saat ini sudah masuk finalisasi.
"Saat ini, Surat Edaran Menteri Kominfo tentang Etika Kecerdasan Artifisial (AI), sedang dalam tahap finalisasi dan akan ditetapkan dalam waktu dekat," kata Nezar di Jakarta, Selasa lalu.
Baca Juga
Menurut Nezar, seluruh dunia memang saat ini sedang menghadapi perkembangan teknologi AI yang sangat pesat, dengan undiscovered area yang akan meluas.
Advertisement
Guna memitigasi risiko yang mungkin ada, setiap negara pun telah menyiapkan dan menerapkan kebijakan tata kelola AI yang tepat.
Dalam Diskusi Multi-pemangku Kepentingan untuk Pengembangan Kerangka Etika Kecerdasan Artifisial (ELSAM), diungkap Nezar, di tingkat global sejumlah kesepakatan kolektif terbentuk terkait tata kelola AI.
Salah satu instrumen awal mengenai penggunaan AI adalah OECD Recommendation on the Principles of Artificial Intelligence (2019), yang disusun Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Menurutnya, dokumen ini memberikan rekomendasi prinsip pengembangan kecerdasan buatan yang bertanggung jawab dan dipercaya untuk negara anggota OECD.
"Dalam perkembangannya, dokumen ini juga diendorse oleh negara anggota G20, termasuk Indonesia, pada Presidensi G20 Jepang tahun 2019," kata Wamenkominfo.
Selain itu, pada 2021, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) juga menerbitkan Recommendation on the Ethics of AI.
Isinya membahas etika pengembangan dan penggunaan AI dengan memperhatikan prinsip keamanan, proporsionalitas, hak asasi manusia, dan keberlanjutan di setiap tahapan sistem AI. Dokumen ini juga didukung oleh 193 negara UNESCO, termasuk Indonesia.
Lalu pada November lalu, para pemimpin G7 juga menyatakan dukungannya terhadap Hiroshima AI Process Comprehensive Policy Framework untuk menyusun panduan dan kode etik bagi pengembangan sistem AI.
Nezar juga mengatakan dirinya mewakili Indonesia ke UK AI Safety Summit 2023, yang menghasilkan Bletchley Declaration.
"Melalui Bletchley Declaration negara-negara peserta UK AI Safety Summit, menyatakan komitmennya, untuk terus melakukan kolaborasi multilateral dalam menghadirkan AI yang secure dan safe," imbuh Wamenkominfo.
Surat Edaran AI Perlu Perhatikan Inovasi
Sebelumnya, Nezar Patria menyatakan Indonesia memerlukan tata kelola AI nasional yang lebih inklusif. Hal ini tidak lepas dari pemanfaatan AI di Tanah Air yang kian intensif.
Untuk bisa melakukan hal tersebut, Kementerian Kominfo pun mengadakan FGD (Forum Group Discussion) mengenai kebijakan teknologi kecerdasan artifisial dengan 43 perwakilan pemangku kepentingan yang terkait langsung.
FGD ini juga merupakan tindak lanjut dari rencana Kementerian Kominfo untuk mengeluarkan Surat Edaran Panduan Pemakaian AI untuk semua sektor. Nantinya, surat edaran itu akan menjadi pedoman etis untuk pengembangan dan penggunaan AI di Indonesia.
"Diskusi yang dibagi dalam dua sesi berhasil menangkap kebutuhan tata kelola AI di tingkat nasional yang mempertimbangkan risiko pemanfaatan AI dari sektor publik dan privat," tuturnya mengutip siaran pers yang diterima, Senin (27/11/2023).
Adapun salah satu isu yang menjadi perhatian dalam FGD tersebut adalah soal Pemanfaatan dan Nilai Etika Kecerdasan Artifisial. Ia menuturkan, ada beberapa hal yang menjadi sorotan terkait topik pembahasan tersebut.
Salah satunya adalah penyusunan Surat Edaran AI perlu memerhatikan perkembangan inovasi dan daya kompetisi produk anak bangsa. Jadi, pengembangan AI di Indonesia bisa tetap relevan dengan pertumbuhan inovasi global, sekaligus memberikan dukungan berkelanjutan.
Lalu, diperlukan adanya penentuan positioning Indonesia dalam pengembangan atau pemanfaatan AI. Dengan demikian, potensinya dapat dimaksimalkan secara objektif.
Â
Advertisement
Kolaborasi dan Komitmen Multistakeholder
"Pengembangan dan pemanfaatan AI harus dibarengi pada penyusunan regulasi ekosistem yang bersifat transparan, akuntabel, dan fair dengan tetap menekankan pada prinsip human-centric dan explainability," ujar Nezar melanjutkan.
Selain itu, ia juga menyatakan, kolaborasi dan komitmen multistakeholder sangat diperlukan untuk menyusun kebijakan yang ideal. Terlebih, ada kebutuhan untuk merespons potensi, tantangan, dan risiko AI lewat penegasan pelaksanaan edukasi.
"Tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga pengembang atau penyedia AI baik dari sektor publik dan privat," tutur Wamenkominfo.
Kemudian, Surat Edaran Etika Kecerdasan Artifisial harus dapat dijadikan panduan menjawab kebutuhan kepatuhan regulasi dan tanggung jawab pengembang maupun penyedia AI.
Untuk itu, ia menuturkan, pengaturannya perlu dapat menghadirkan ketentuan yang jelas, sehingga bisa menjadi panduan yang siap digunakan para stakeholder di ekosistem AI.