Sukses

Eropa Jadi Benua Pertama yang Rumuskan UU Penggunaan AI

Uni Eropa mencapai kesepakatan bersejarah dengan merumuskan Undang-Undang kecerdasan buatan (AI), menjadikannya benua pertama yang mengatur penggunaan teknologi AI.

Liputan6.com, Jakarta - Uni Eropa (UE) mencapai kesepakatan bersejarah dengan merumuskan Undang-Undang kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), menjadikannya benua pertama yang mengatur penggunaan teknologi AI. 

Kesepakatan ini memberikan kerangka aturan yang jelas untuk layanan AI, termasuk ChatGPT yang populer, seperti dikutip dari GizmoChina, Senin (11/12/2023).

Kendati sudah dirumuskan, rincian undang-undang (UU Penggunaan AI) ini masih harus diperjelas, dan diperkirakan akan berlaku pada tahun 2025 setelah melalui serangkaian penyempurnaan. 

Eropa juga berupaya menetapkan standar global dalam regulasi AI setelah langkah awal pada 2021 kemarin. Seiring pertumbuhan pesat AI generatif, UU Penggunaan AI ini menjadi krusial dan harus terus diperbarui.

Undang-Undang AI UE tidak hanya tentang pembuatan aturan, tetapi juga menanggapi risiko yang ditimbulkan oleh AI, seperti kehilangan pekerjaan, pelanggaran privasi, dan potensi ancaman terhadap kehidupan manusia. 

Ini memimpin langkah bagi negara-negara besar lainnya, termasuk AS, Inggris, dan Tiongkok, untuk menyusun proposal regulasi AI mereka sendiri.

Untuk diketahui, fokus utama undang-undang ini adalah pada model fondasi, sistem di balik layanan seperti ChatGPT yang mampu menghasilkan konten baru. 

Undang-undang ini memberikan pengawasan tambahan pada model canggih ini, terutama yang memiliki risiko signifikan.

Penggunaan pengenalan wajah oleh AI menjadi topik perdebatan alot di perumusan ini. Anggota parlemen Eropa menginginkan larangan publik atas privasi, sementara negara-negara anggota mencari pengecualian untuk kebutuhan keamanan. 

Akhirnya, kesepakatan ditemukan untuk menciptakan keseimbangan antara privasi dan kebutuhan keamanan.

Dengan berlakunya undang-undang ini, Uni Eropa memberikan tonggak sejarah dalam pengaturan AI, menciptakan landasan yang memberikan panduan jelas dan perlindungan bagi pengguna teknologi ini.

2 dari 4 halaman

Wamenkominfo Ingatkan Sisi Negatif AI, Pemerintah Kaji Regulasi Kecerdasan Buatan

Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria, mengungkapkan pemerintah sedang mengkaji kebutuhan pengaturan pemanfaatan AI.

Hal ini diungkapnya di Indonesia Digital Conference Artificial Intelligence untuk Transformasi Industri Tantangan Etik, Inovasi, Produktivitas, dan Daya Saing di Berbagai Sektor, yang digelar Asosisasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Bandung, Selasa.

Menurut Nezar, kecerdasan buatan juga memunculkan sisi-sisi negatif dan berbagai isu. Misalnya kesalahan analisa akibat misinformasi berita, perlindungan hak cipta, hingga hal yang terkait dengan kemanusiaan.

"Pemerintah, dalam hal ini melakukan monitoring terhadap perkembangan pemakaian AI dan kita bersikap positif, misalnya dengan perkembangan teknologinya, tetapi juga kita mencermati sisi-sisi negatif yang akan muncul," kata Nezar Patria.

Menurut Nezar, kajian dilakukan dengan berkolaborasi bersama sejumlah lembaga, serta mitra kerja di beragam sektor.

"Terutama di ekosistem ekonomi digital, pelaku-pelaku industri yang berbasiskan digital, dan juga beberapa pakar teknologi, sosial, budaya, dan sebagainya," ujar Wamenkominfo Nezar Patria, seperti dikutip dari siaran pers Kominfo, Rabu (23/8/2023).

"Kita coba mengantisipasinya dengan satu regulasi yang mencoba meminimalkan dampak-dampak yang harmful atau merusak dari AI," imbuhnya.

Menurutnya, regulasi AI tidak dimaksudkan untuk menghambat inovasi, namun sebagai langkah antisipasi atas risiko yang mungkin muncul. Nezar juga mengatakan, pemerintah telah berdiskusi dengan UNESCO tentang pemanfaatan AI, terutama dari sisi etika.

3 dari 4 halaman

AI di Industri Media

Nezar pun menegaskan, laju perkembangan teknologi saat ini sudah tidak mungkin untuk dilawan.

"Saya kira seluruh dunia punya concern yang sama dan juga terbelah pendapatnya tentang AI, tetapi yang pasti kita tidak bisa bergerak mundur. Kita pakai teknologi karena bermanfaat," kata Nezar.

Sementara bagi industri media, Nezar mengingatkan agar lebih waspada dalam menggunakan AI.

Menurutnya, kecerdasan buatan dapat berakibat pada pemberitaan yang berujung disinformasi, apabila data yang diberikan salah dan tidak disiapkan dengan baik. Selain itu, penggunaan AI juga punya potensi melanggar hak cipta.

"Banyak data-data penulis, gambar, suara yang di-crawl oleh generative AI, sehingga bisa ciptakan sesuatu hasil yang dia crawl," kata pria yang pernah menjadi jurnalis itu.

"Di sini ada unsur-unsur yang dilanggar dari karya-karya yang diambil oleh AI. Inilah (efek negatif) yang harus kita antisipasi ke depannya," ujar Nezar Patria.

4 dari 4 halaman

Dorong Regulasi AI Demi Demokratisasi

Nezar Patria sebelumnya juga pernah menegaskan pentingya regulasi terkait AI. Meski begitu, Nezar pun juga mendorong demokratisasi AI agar dapat menyebar ke pengguna dan kalangan masyarakat yang lebih luas.

Hal ini dinyatakan Wamenkominfo Nezar Patria di Artificial Intelligence Innovation Summit 2023 yang diselenggarakan di JIExpo Kemayoran Jakarta Pusat, pada Kamis (10/8/2023) lalu.

Menurut Wamenkominfo Nezar Patria, demokratisasi akan memberikan akses penggunaan, pemanfaatan, pengembangan, dan pengaturan AI, yang membuka peluang inovasi dan penyelesaian berbagai isu kontemporer AI secara kolaboratif.

Dia mengatakan, seperti dikutip dari siaran pers di laman Kominfo, oleh karena itu, selain keberadaan infrastruktur internet, juga diperlukan regulasi dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.

"Saya kira itu yang menjadi tupoksi di Kementerian Kominfo nantinya, agar AI bisa bermanfaat dan lebih tepat guna sesuai kebutuhan lintas pemangku kepentingan, bukan hanya pihak tertentu," ujarnya.

Video Terkini