Sukses

Ini Perbedaan Google Chrome Berbayar dengan Versi Gratis

Google Chrome menghadirkan varian eksklusif bernama Chrome Enterprise Premium, yang dikhususkan bagi pengguna berbayar. Apa bedanya dengan Google Chrome gratisan?

Liputan6.com, Jakarta - Selain mudah digunakan, Google Chrome juga menyediakan beragam fitur tambahan yang dapat dipasang sesuai kebutuhan pengguna.

Namun, popularitasnya membuatnya menjadi target empuk bagi para hacker dan penyebar malware yang ingin mengeksploitasi celah keamanan di dalamnya.

Tapi jangan khawatir, Google tidak tinggal diam. Mereka terus memperbarui celah keamanan di Google Chrome agar data pengguna tetap aman dan tidak jatuh ke tangan penjahat siber.

Terutama untuk pengguna bisnis, Google memberikan peningkatan keamanan melalui Chrome Enterprise Premium (Google Chrome berbayar).

Browser versi baru ini hadir dengan keamanan tingkat tinggi yang dapat memberikan perlindungan data yang lebih aman saat pengguna sedang online.

Chrome Enterprise Premium hadir dengan dua opsi, yaitu Core (gratis) dan Premium (berbayar). Apa bedanya?

Opsi berbayar dilengkapi dengan fitur pencegah kehilangan data dan pemindai malware yang lebih mendalam.

Sementara itu, opsi gratisnya tetap menawarkan perlindungan umum terhadap phishing dan malware. Namun, Google tidak melupakan pengguna Chrome standar.

Mereka juga menguji fitur keamanan baru yang memberikan pengguna kontrol lebih besar atas situs mana yang dapat mengakses mouse dan keyboard mereka.

Meskipun terlihat sebagai fitur kecil, hal ini sangat bermanfaat dalam membatasi akses pelaku kejahatan terhadap informasi sensitif pengguna. Jadi, tidak perlu khawatir menggunakan Google Chrome.

Dengan peningkatan keamanan yang terus dilakukan Google, pengguna dapat menjelajahi internet dengan aman dan nyaman.

2 dari 5 halaman

Google Akan Menghapus Semua Jejak Pencarian Pengguna Chrome Mode Incognito

Google akan menghapus 'miliaran data' yang diperoleh secara tidak sah dari pengguna Chrome Incognito.

Selain itu, perusahaan juga akan menjadi lebih transparan tentang pengumpulan data dan akan menjaga pengaturan yang memblokir cookies pihak ketiga di Chrome secara default selama lima tahun ke depan.

Langkah ini diambil oleh Google sebagai respons terhadap gugatan class action yang diajukan terhadap perusahaan terkait pelacakan pengguna Incognito oleh Chrome.

Gugatan ini diajukan pada tahun 2020 dan mengharuskan Google membayar ganti rugi sebesar USD 5 miliar atau sekitar Rp 79,6 triliun.

Gugatan tersebut menuduh Google telah menyesatkan pengguna Chrome tentang fitur Incognito.

Meskipun perusahaan mengklaim telah memberi tahu pelanggan bahwa informasi mereka bersifat pribadi, mereka tetap memantau aktivitas pengguna.

3 dari 5 halaman

Google Digugat Pengguna Chrome

Google mempertahankan praktiknya dengan mengklaim telah memberi peringatan kepada pengguna Chrome bahwa mode Incognito "tidak berarti 'tidak terlihat'" dan situs masih dapat melihat aktivitas mereka.

Dikutip dari Engadget, pada Selasa (2/4/2024), gugatan tersebut awalnya menuntut ganti rugi sebesar USD 5.000 (sekitar Rp 79,6 juta) per pengguna atas dugaan pelanggaran terkait penyadapan telepon federal dan undang-undang privasi California.

Google berusaha melawan gugatan tersebut, namun upayanya gagal. Hakim Lucy Koh memutuskan pada tahun 2021 bahwa perusahaan "tidak memberi tahu" pengguna bahwa mereka masih mengumpulkan data saat mode Incognito aktif.

Gugatan tersebut mencakup email, yang pada akhir tahun 2022 secara publik mengungkapkan sejumlah kekhawatiran perusahaan mengenai privasi palsu dalam mode Incognito.

Pada tahun 2019, Chief Marketing Officer Google, Lorraine Twohill, menyarankan kepada CEO Sundar Pichai bahwa istilah "private" adalah istilah yang salah untuk mode Incognito pada Google Chrome karena dapat memperburuk kesalahpahaman.

4 dari 5 halaman

Google Tingkatkan Fitur AI di Google Chrome

Sebelumnya, Google membawa pendekatan AI ke proses belajar guru dan siswa. Dengan teknologi AI ini, Google berupaya meningkatkan fitur untuk menciptakan pembelajaran yang inklusif dan aman.

Melalui blog perusahaan, Google menyebut ada beberapa cara yang kini tersedia agar siswa dan guru lebih mudah mengakses sesi belajar dan mengajar bersama Google.

Pengguna kini bisa mengekstrak teks dari PDF menggunakan Optical Character Recognition (OCR) di ChromeOS.

Mode membaca di browser Google Chrome juga mendapatkan fitur baru yang bermanfaat, seperti kemampuan untuk menyorot teks, membaca teks dengan lantang, dan suara (text-to-speech) yang terdengar lebih alami. Fitur-fitur ini akan membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi.

Selain itu, dalam blognya disebutkan, Google menambahkan 30 bahasa lagi untuk fitur Closed Caption (CC) di Google Meet yang secara otomatis dapat menerjemahkan percakapan ke dalam teks.

Host juga bisa menempatkan beberapa video tiles pada saat yang bersamaan di tampilan layar utama bagi seluruh peserta yang menghadiri sebuah sesi pertemuan.

Fitur baru Google Chrome ini membantu, layaknya saat sedang melakukan presentasi dengan penerjemah bahasa isyarat.

5 dari 5 halaman

Infografis Fakta Fenomena Ngemis Online di Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence