Sukses

Jepang Berencana Kenakan Denda ke Apple Gara-Gara Tudingan Monopoli

Jepang berencana untuk menerapkan sanksi denda ke Apple karena tudingan praktik anti-persaingan. Namun, sanksi denda baru akan diterapkan setelah Jepang merevisi undang-undang antimonopoli.

Liputan6.com, Jakarta - Jepang disebut akan mengenakan sanksi denda kepada Apple. Hal ini karena tudingan Apple telah melakukan praktik monopoli di negara tersebut.

Meski begitu, saat ini negara tersebut masih menggodok aturan agar bisa menerapkan sanksi denda dengan besaran lebih besar. 

Mengutip Apple Insider, Rabu (17/4/2024), dalam upaya untuk membatasi kekuatan perusahaan teknologi besar, pemerintah Jepang berencana untuk merevisi regulasi anti-persaingan.

Adapun saat ini, Jepang mengenakan sanksi denda maksimal 6 persen dari pendapatan. Jika nantinya undang-undang antimonopoli tersebut diubah, sanksi yang diterapkan ke perusahaan yang melanggar bisa meningkat secara signifikan, dalam hal ini 20 persen dari pendapatan perusahaan.

Strategi ini mengarah pada aturan denda untuk kegiatan yang bersifat anti-persaingan. Misalnya, dalam hal ini Apple telah secara tidak adil membatasi akses ke pasar aplikasi App Store.

Oleh karenanya, Apple akan dikenakan sanksi denda Apple dengan besaran maksimal 20 persen dari pendapatan.

Sanksi denda juga telah diterapkan kepada Apple, salah satunya oleh pemerintah Uni Eropa. Di mana, Uni Eropa mengambil tindakan untuk mengurangi kekuatan perusahaan teknologi agar tidak memonopoli pasar digital.

2 dari 4 halaman

Ingin Terapkan Denda Seperti Uni Eropa

Sementara itu, terkait dengan penerapan sanksi denda, Japan Fair Trade Commission sudah mengumumkan niatnya untuk memberlakukan sanksi denda kepada Apple guna memastikan mereka tidak memihak produk atau layanan secara tidak adil.

Adapun salah satu aspek penting dari rencana perubahan undang-undang ini adalah mendorong operator platform seluler agar mengizinkan perusahaan menerapkan alternatif toko aplikasi (dan sistem pembayaran) di luar toko aplikasi mereka.

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan peluang lebih adil bagi pengembang lebih kecil dan pesaing untuk bersaing dengan platform besar, yang mungkin telah memiliki keunggulan yang tidak adil.

 

3 dari 4 halaman

Ingin Perusahaan Kecil Mendapatkan Kesetaraan

Selain denda yang lebih tinggi, perusahaan yang terus menerus menerapkan perilaku anti persaingan bisa menghadapi sanksi denda hingga 30 persen dari pendapatan mereka. Ini memperlihatkan keseriusan Jepang memerangi praktik monopoli di era digital.

Rencana Jepang ini diharapkan bisa mendorong terjadinya reformasi regulasi di seluruh dunia. Pasalnya, negara-negara lain juga menghadapi pertanyaan tentang bagaimana mereka mengatur perusahaan teknologi besar yang berpengaruh di pasar digital digital.

Japan Fair Trade Commission berencana untuk menyampaikan rancangan proposal tersebut kepada kelompok legislatif dalam beberapa minggu mendatang. Mereka berharap agar RUU tersebut dapat segera disahkan menjadi undang-undang.

 

4 dari 4 halaman

Bukan yang Pertama Kalinya

Ini bukan pertama kalinya Apple terkena sanksi denda karena dianggap melakukan praktik anti-persaingan. Sebelumnya, Uni Eropa berencana untuk menerapkan sanksi denda kepada Apple.

Tidak main-main, nilai denda yang akan dijatuhkan untuk Apple adalah sebesar 500 juta Euro atau setara Rp 8,4 triliun, demikian seperti dikutip dari Financial Times.

Publikasi tersebut mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, di mana denda Apple akan bakal diumumkan bulan Maret.

Sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (20/2/2024), tahun lalu Komisi Eropa menuding Apple melakukan distorsi persaingan di pasar streaming musik melalui aturan App Store yang mencegah pengembang memberitahu pengguna tentang opsi pembelian lainnya.

Namun terkait layanan streaming, belum lama ini memang Spotify mengajukan komplain kepada regulator mengenai kebijakan Apple.

Di mana, kebijakan Apple melarang aplikasi-aplikasi iPhone memberitahu pengguna tentang alternatif yang lebih murah ketimbang Apple Music.

Adapun komplain Spotify terjadi di tahun 2019. Mereka menuding kebijakan Apple tersebut meredam persaingan terhadap Apple Music dan memicu penyelidikan oleh Uni Eropa pada tahun berikutnya.