Liputan6.com, Jakarta - Sebuah perusahaan desain dan teknik multinasional Inggris, Arup, mengumumkan telah menjadi target penipuan palsu. Penipu tersebut berhasil meraup uang hinga miliaran rupiah.
Tak tanggung-tanggung, kerugian yang ditelan atas insiden tersebut mencapai USD 25 juta atau sekitar Rp 400 miliar.
Baca Juga
Dikutip dari CNN Internasional, Jumat (17/5/2024), salah satu juru bicara perusahaan mengatakan pihaknya telah memberi tahu polisi Hong Kong pada Januari tentang insiden penipuan tersebut.
Advertisement
Mereka lalu mengonfirmasi bahwa penipuan tersebut menggunakan teknologi deepfake yang mampu meniru suara dan gambar dari pejabat penting di Arup.
“Sayangnya, kami belum bisa menjelaskan secara detail saat ini karena insiden tersebut masih dalam penyelidikan. Namun, kami dapat mengonfirmasi bahwa suara dan gambar palsu telah digunakan,” kata juru bicara tersebut.
Meski telah ditipu hingga miliaran rupiah, juru bicara Arup mengatakan bahwa kondisi keuangan dan sistem perusahaan masih aman.
“Stabilitas keuangan dan operasi bisnis kami tidak terpengaruh dan tidak ada sistem internal kami yang terganggu,” salah satu juru bicara Arup menambahkan.
Menurut polisi Hong Kong, penipuan kecerdasan buatan ini menyebabkan karyawan menuruti kemauan pelaku untuk menghadiri panggilan video dengan orang-orang yang menyamar sebagai CFO dan anggota staf lainnya,
"Namun, orang yang menghadiri video call tersebut merupakan penipu yang menggunakan deepfake AI," ungkap polisi Hong Kong pada Februari.
Sebagai informasi, perusahaan asal Inggris (Arup) meruapakan perusahaan desain yang telah membantu pembangunan berbagai gedung ikonik, seperti Opera House Sydney.
Perusahaan Banyak yang Jadi Sasaran Empuk Penipu Modern
Rob Greig, CIO global Arup, mengatakan perusahaan sering kali menjadi sasaran empuk para pelaku yang menggunakan teknologi canggih,
“Seperti banyak bisnis lain di seluruh dunia, operasi kami sering mengalami serangan, termasuk penipuan faktur, penipuan phishing, spoofing suara WhatsApp, dan deepfake. Apa yang kami lihat adalah jumlah dan kecanggihan serangan ini meningkat tajam dalam beberapa bulan terakhir,” kata Rob.
Pihak berwenang di seluruh dunia semakin khawatir terhadap kecanggihan teknologi deepfake dan penggunaan jahat yang dapat dilakukan.
Ketua regional Arup Asia Timur, Michael Kwok, dalam laporan CNN mengatakan “Frekuensi dan kecanggihan serangan-serangan ini meningkat pesat secara global, dan kita semua mempunyai kewajiban untuk tetap mendapat informasi dan waspada tentang cara mengenali berbagai teknik yang digunakan oleh para pelaku serangan.”
Advertisement
Awas Modus Penipuan Lewat Email, Polisi Minta Warga Waspada
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol. Himawan Bayu Aji meminta agar warga selalu waspada terhadap kejahatan digital yang merugikan secara finansial salah satunya modus penipuan melalui email palsu.
Salah satu kasus yang berhasil diungkap oleh Ditsiber Bareskrim Polri baru-baru ini adalah sindikat kejahatan siber yang melakukan penipuan terhadap sebuah perusahaan real estate di Singapura hingga mengalami kerugian mencapai Rp 32 miliar.
Diketahui bahwa sindikat tersebut dioperasikan oleh warga negara Nigeria di Indonesia dan melakukan penipuan dengan modus berpura-pura menjadi kolega bisnis dan membuat email serta rekening palsu sebagai medium penyaluran dana atau uang dari perusahaan real estate bersangkuta.
Kejahatan siber modus serupa juga pernah diungkap Bareskrim Polri pada tahun 2021 dengan korban perusahaan di Korea Selatan.
“Maka kami mengimbau kepada masyarakat yang pertama, hati-hati apabila mendapatkan email dari alamat yang tidak dikenal,” ucap Himawan dilansir dari Antara, Rabu (8/5/2024).
Cara Pelaku Lancarkan Modusnya
Dalam melancarkan aksinya, biasanya para pelaku akan mengirimkan email palsu kepada target dan email tersebut dibuat semirip mungkin dengan email asli. Biasanya pelaku akan mengganti posisi alfabet atau menambah satu atau beberapa alfabet sehingga menyerupai aslinya.
Himawan menegaskan bahwa masyarakat perlu melakukan pengecekan secara seksama dan tidak sembarang mengklik tautan yang dikirim oleh seseorang yang tidak dikenal.
“Selalu konfirmasi kepada pihak yang melakukan atau menerima transaksi melalui komunikasi lain dan apabila terjadi hal-hal seperti di atas agar langsung menyampaikan informasi kepada pihak berwenang untuk mempercepat pembukaan kasus tersebut,” tutur Himawan menambahkan.
Advertisement