Sukses

Catat, Ini 5 Penyebab Kebocoran Data Pribadi yang Kerap Terjadi di Indonesia

Berikut ini lima penyebab kebocoran data pribadi yang kerap terjadi di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Kebocoran data tak dipungkiri merupakan ancaman serius yang dapat merugikan individu, perusahaan, dan bahkan negara.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat, pada Juli 2023 ada sejumlah dugaan kebocoran data pribadi dari entitas swasta, termasuk data 34 juta penduduk Indonesia yang terkait dengan paspor.

Di tahun yang sama, terdapat dugaan kebocoran data 337 juta penduduk yang tersimpan di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, yang dijual di forum online BreachForums.

Dua isu ini tentu menambah panjang daftar kasus kebocoran data di Indonesia sejak bertahun-tahun sebelumnya.

CEO PT Equnix Business Solutions, Julyanto Sutandang, mengatakan fenomena kebocoran data semakin sering terjadi seiring meningkatnya penggunaan teknologi dan internet dalam berbagai aspek kehidupan.

"Belakangan ini bahkan muncul tantangan yang begitu kompleks dalam mengelola data," kata Julyanto saat peluncuran fitur keamanan data ESE 11DB/PostgresTM di Jakarta, baru-baru ini, dikutip Kamis (22/5/2024).

Julyanto menyebut setidaknya ada lima hal penyebab kebocoran data. Antara lain internal fraud, rendahnya kesadaran keamanan TI, akses yang tidak legal, malware (virus, trojan, ransomware), dan pelanggaran perjanjian kerahasiaan.

“Maka dari itu, teknologi perlindungan data sangat penting karena sebuah bisnis perlu mengamankan transaksi, di mana ada banyak pihak terlibat dalam manajemen data. Kemudian di saat bersamaan harus mematuhi aturan mengikat, salah satunya UU PDP,” katanya.

Julyanto menjelaskan, ada banyak standarisasi yang dikeluarkan oleh regulator. Kita semua menuju pada kondisi teknologi informasi yang semakin masuk dalam kehidupan sehari-hari, mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan.

"Maka tak heran kalau keamanan data dan privasi semakin menjadi isu utama,” Julyanto mengingatkan.

 

2 dari 4 halaman

Perlunya Enkripsi Data yang Ampuh

Fitur ESE 11DB/PostgresTM diklaim memberikan perlindungan keamanan data yang powerful bagi lembaga atau korporasi yang menangani data sensitif, termasuk data pribadi dan korporasi.

ESE 11DB/PostgresTM memiliki lima fungsi utama, seperti: 

  1. Perlindungan data yang seamless tidak memerlukan tambahan fungsi pada aplikasi
  2. Didukung enkripsi AES-256 yang Quantum-proof
  3. Manajemen kunci standar dunia dengan HSM
  4. Pencarian data terenkripsi tercepat dengan pengindeksan yang dipatenkan
  5. Enkripsi paling efisien menggunaan akselerasi hardware.

Fungsi tersebut meliputi perlindungan data saat At-rest, dan sebagian In-use. Dijelaskan Julyanto, sementara keamanan pada data In-transit dicapai dengan mudah menggunakan SSL (Secure Socket Layer) melalui otentikasi PKI (Public Key Infrastructure) yang sudah sangat umum dipakai.

Sementara 11DB/Postgres menerapkan enkripsi AES-256 pada pengamanan data At-rest secara seamless tidak merepotkan aplikasi dalam operasionalnya, dan menyimpan kuncinya dengan pengamanan manajemen kunci kelas dunia menggunakan HSM, TPM, maupun online HSM.

 

3 dari 4 halaman

Menkominfo: 68% Konsumen Mengkhawatirkan Perlindungan Data

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, menyatakan belakangan ini banyak konsumen yang menginginkan transparansi kebijakan penggunaan data pribadi dari penyedia layanan.

Pemerintah berupaya melibatkan semua pihak untuk perumusan aturan turunan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) agar dapat memberikan manfaat optimal.

"Pengesahan UU PDP yang dilakukan tahun 2022 memberikan Indonesia berbagai kesempatan. Baik kesempatan untuk melindungi hak fundamental masyarakat Indonesia dengan lebih baik, hingga fasilitasi kegiatan usaha dan inovasi dengan lebih bijaksana," tuturnya.

Mengutip data International Association of Privacy Professional tahun 2023, Budi menyatakan 68% konsumen global mengkhawatirkan perlindungan data mereka.

Bahkan, 85% persen konsumen menginginkan transparansi kebijakan penggunaan data pribadi konsumen dari penyedia layanan.

"Hal ini tentu menunjukkan konsumen sebagai subyek data pribadi semakin sadar betapa pentingnya perlindungan privasi dan data pribadi. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat tingginya jumlah kebocoran data yang terjadi, serta mahalnya biaya penanganannya," ia memungkaskan.

4 dari 4 halaman

Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)