Sukses

Menkominfo: Indonesia Ingin Kembangkan Satelit Mirip Starlink

Indonesia berencana untuk mengembangkan satelit Low Earth Orbit (LEO) seperti Starlink.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menemui Sekretaris Jenderal International Telecommunication Union (ITU) Doreen Bogdan-Martin di Jenewa, Swiss.

Dalam pertemuan tersebut, Budi Arie membahas beberapa hal strategis yang masuk dalam lingkup tugas ITU.

Salah satu di antaranya adalah rencana Indonesia untuk mengembangkan satelit Low Earth Orbit (LEO). Untuk diketahui, satelit LEO merupakan jenis satelit yang digunakan Starlink, bergerak pada ketinggian sekitar 160-1.500 kilometer di atas permukaan Bumi.

Sementara satelit SATRIA milik pemerintah, saat ini menggunakan jenis satelit Geostasioner Orbit (GEO) yang posisinya 35.786 kilometer di atas permukaan Bumi (di atas garis khatulistiwa).

Jika hal ini dijalankan, pemerintah Indonesia perlu melakukan pendaftaran penggunaan slot orbit (filing) satelit NGSO untuk orbit equatorial.

"Rencana ini dipertimbangkan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna satelit LEO, tapi juga menjadi pengembang yang kompetitif di level global," ujar Budi Arie, dikutip dari situs web resmi Kominfo, Jumat (31/5/2204).

Untuk itu Menteri Kominfo mendiskusikan kemungkinan kerja sama dengan ITU dalam merealisasikan rencana tersebut.

Sekjen ITU menyampaikan bahwa Indonesia dapat memproses pendaftaran pengenbangan satelit lebih lanjut sesuai dengan prosedur yang ada.

Ia juga terbuka untuk membangun kerja sama lebih lanjut dengan Indonesia. Sejumlah bentuk kerja sama yang dimungkinkan adalah pengembangan kapasitas (capacity building), pemanfaatan berbagai forum substantif, dan dukungan para ahli.

2 dari 5 halaman

DPR: Starlink jadi Ancaman Serius bagi Perusahaan Lokal

Komisi VI DPR RI menyoroti kehadiran Starlink yang dinilai menjadi ancaman serius bagi operator selular dan penyedia layanan internet, yang sudah mengeluarkan investasi triliunan rupiah untuk membangun BTS dan jaringan fiber optik.

Sikap pemerintah yang mengistimewakan Starlink akan membuat operator selular dan penyedia layanan internet nasional terancam kalah bersaing dan ‘mati’ dalam 2-3 tahun lagi.

"Apakah Starlink sudah punya Network Operation Center (NOC)? Menkominfo bilang akan mendesak Starlink segera membereskan perizinan untuk beroperasi di Indonesia, tapi dirjennya bilang sudah ada NOC di Jabar dan Cibitung. Kalau belum ada izinnya, apakah artinya pemerintah sudah menyajikan ladang persaingan yang fair? Karena semestinya jelas, izinnya komplet, baru boleh beroperasi," ujar Anggota Komisi VI DPR RI Harris Turino dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI dengan jajaran Telkom Group, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/5/2024).

Menurut Harris, Starlink bisa menjadi ancaman bagi operator penyedia layanan internet maupun operator selular di masa depan. Jika Starlink bisa sukses dengan teknologinya menghubungkan satelitnya langsung ke telepon selular, kondisi ini akan menjadi potensi kerugian bagi Telkom terutama Indihome, padahal Telkom sudah membangun ratusan ribu BTS.

“Jangan sampai BUMN dirugikan. Kita tidak menutup mata dengan teknologi dan persaingan, tapi harus ada fairness termasuk aspek perpajakan, kedaulatan data, transmisi datanya sekarang kan ke cloud milik Elon Musk, padahal syaratnya datanya disimpan di dalam negeri,” kata Harris.

Anggota Komisi VI lainnya, Evita Nursanty, juga mempertanyakan kenapa pemerintah mengistimewakan Starlink, padahal layanan internet besutan Elon Musk ini belum memenuhi persyaratan untuk perusahaan asing beroperasi di Indonesia, seperti memiliki Network Operation Center (NOC) atau kantor pusat, membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP), dan melakukan Universal Service Obligation.

3 dari 5 halaman

Tak Investasi

Evita menilai Starlink tidak melakukan investasi apapun di Indonesia tapi justru memanfaatkan Indonesia hanya sebagai pasar untuk meraup keuntungan.

Dia juga mempertanyakan dan heran kenapa layanan internet di Puskesmas-Puskesmas harus diserahkan ke asing, akses perbatasan, dan Ibu Kota Nusantara, padahal ketika ditanya kesanggupan Telkom untuk menyediakan akses internet ke 4.000 Puskesmas, Telkom menyatakan kesanggupannya.

“Saya minta pemerintah untuk menerapkan peraturan-peraturan yang sudah dibuat terhadap Starlink agar tercipta di industri itu level playing field yang equal. Ini malah Starlink sudah beroperasi di Indonesia tanpa mengindahkan peraturan-peraturan,” tegas Evita.

Menanggapi pertanyaan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal mengenai seberapa serius ancaman Starlink, apakah dapat mematikan Telkom, Direktur Utama Telkom Indonesia Ririek Adriansyah mengatakan, peluang bisnis Telkom tergerus ada, apalagi jika Starlink terus menurunkan harga terlalu rendah. Namun, dia menampik kondisi tersebut akan membuat Telkom bangkrut.

“Kalau harganya jauh menurun dan eksistensi Starlink meningkat tajam dan akhirnya lebih kompetitif, peluang untuk tergerus itu ada. Tapi keyakinan saya pribadi, itu tetap masih ada area-area dimana kita bisa hidup,” kata Ririek.

4 dari 5 halaman

Harga Pembelian Perangkat

Menurut Ririek, dalam jangka pendek, dengan harga pembelian perangkat sebesar Rp 7 juta dan biaya langganan Rp 750 ribu, potensi pasar yang digarap Starlink relatif kecil.

Namun jika terus diturunkan, hal itu dapat mengancam perusahan-perusahaan lokal. Menurut Ririek, pemerintah seharusnya mewajibkan Starlink untuk menggandeng perusahaan lokal dan idealnya ke depannya, baik Starlink maupun operator lokal harus coexist.

“Kita sudah mengajukan dan menawarkan ke Starlink untuk bekerjasama dalam business to consumer (B2C) tapi Starlink tidak mau," kata Ririek.

Menurut Hekal, Starlink akan dapat mematikan Telkom, operator selular lainnya termasuk penyedia jaringan internet jika Starlink dapat mengorbitkan 40 ribuan satelit dari saat ini baru enam ribuan, sehingga harga jualnya bisa jauh lebih murah, termasik bila Starlink bisa langsung menghubungkan layanan internet ke HP secara langsung tanpa pengguna membeli antena penangkap sinyal satelit seperti saat ini.

Menyikapi ancaman serius dan adanya perlakuan istimewa terhadap Starlink, Komisi VI menyepakati untuk melakukan rapat gabungan dengan Komisi I dan mengundang Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri BUMN, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, serta Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

5 dari 5 halaman

Infografis Starlink Milik Elon Musk Beroperasi di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)

Video Terkini