Liputan6.com, Jakarta - Festival Film Tribeca yang berlangsung pada 6-16 Juni 2024 di Manhattan, New York, akan menampilkan lima film pendek yang dibuat oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Film pendek tersebut diproses melalui model AI Sora dari OpenAI, yang mampu mengubah input teks menjadi klip video.
Baca Juga
“Tribeca berakar pada keyakinan mendasar bahwa penyampaian cerita menginspirasi perubahan. Manusia membutuhkan cerita untuk berkembang dan memahami dunia kita yang indah dan rusak,” kata salah satu pendiri dan CEO Tribeca Enterprises, Jane Rosenthal, dikutip dari Engadget, Senin (3/6/2024).
Advertisement
Para pembuat film dari berbagai latar belakang, diberi akses Sora, yang belum tersedia untuk umum. Dalam hal ini, mereka harus mengikuti ketentuan perjanjian.
COO OpenAI, Brad Lightcap, mengatakan masukan yang diberikan oleh para pembuat film ini akan digunakan untuk menjadikan Sora alat yang lebih baik untuk semua materi iklan.
Saat baru diperkenalkan, Sora hanya dapat membuat video berdurasi 60 detik dari satu prompt. Jika masih demikian, film pendek tersebut mungkin tak lebih dari satu menit.
Film pendek yang belum disebutkan judulnya itu akan diputar di Festival Film Tribeca pada 15 Juni 2024. Setelah pemutaran film, Tribeca dan OpenAI akan mengadakan diskusi dengan para pembuat film tentang pentingnya seniman mendobrak batasan, menantang ide, dan menghidupkan cerita dengan cara yang inovatif.
Arab Saudi Buka Program Hibah Bagi Seniman AI, Terbuka untuk Seluruh Dunia
Di sisi lain, Kementerian Kebudayaan Arab Saudi telah menyerukan kepada seniman AI generatif dan pihak lain yang bekerja di dunia seni media baru untuk proyek pengembangan baru.
Mewartakan dari The National News, program ini disebut program pendidikan Emerging New Media Artists, yang akan diluncurkan di lembaga Diriyah Art Futures yang diluncurkan di situs Warisan Dunia Unesco, dekat tempat Saudi akan membangun gedung opera baru.
Menariknya, ini bukan hanya inisiatif pencarian bakat bagi warga negara Saudi. Pendaftaran terbuka untuk seniman dari seluruh dunia, asalkan mereka bekerja dalam dunia seni digital, instalasi interaktif, seni AI, seni video, seni net, seni generatif, realitas virtual dan realitas tertambah, seni suara, visualisasi data, pencetakan 3D, dan fabrikasi, sinema dan animasi.
Program pelatihan produksi selama satu tahun ini memberikan seniman yang diterima akses terhadap apa yang digambarkan sebagai peralatan profesional mutakhir, anggaran produksi, serta berbagai peluang pembelajaran multidisiplin, termasuk bimbingan pribadi dari tokoh-tokoh terkemuka atau seniman digital internasional.
Belum disebutkan berapa anggaran produksi atau hibah yang akan ditawarkan pada program yang dirancang bekerja sama dengan Le Fresnoy - Studio National des Arts Contemporains di Prancis ini.
Program yang dikelola pemerintah ini menerima peserta berusia 35 tahun ke bawah yang berada pada tahap sarjana atau pascasarjana.
Sejak seni AI generatif semakin populer selama setahun terakhir, terdapat perdebatan sengit di dunia seni mengenai apakah seni tersebut merupakan kreasi artistik, terutama karena alat yang memberikan kemampuan tersebut sering kali dilatih menggunakan seni yang sudah ada, sehingga meningkatkan risiko plagiat.
Advertisement
Masih adanya perdebatan seni dan AI
“Mengenai apakah itu bisa menjadi kreatif atau sebanding, saya berakhir dalam pemikiran melingkar. Seni berarti apa yang kita anggap berasal darinya. Ini bisa menjadi sebuah provokasi, tapi pada dasarnya selalu menjadi bagian dari perbincangan,” kata Matt Saunders, seorang profesor Harvard kepada Forbes musim panas lalu.
“Banyak seniman yang sudah menggunakan penemuan [dan provokasi] AI dalam karya-karya yang memiliki substansi besar, namun tentu saja para seniman tetaplah yang membawanya ke dalam ruangan. Jika keadaan berubah, mungkin hal itu juga akan berubah.”
UEA, seperti negara tetangganya Arab Saudi, juga menaruh fokus kuat pada pengembangan AI generatif dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2019, Universitas Mohamed bin Zayed untuk Kecerdasan Buatan, sebuah universitas tingkat pascasarjana yang khusus untuk penelitian AI, didirikan.
IMF: AI Jadi Ancaman Negara Berkembang dan Berpenghasilan Rendah
Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa hampir 40 persen pekerjaan di seluruh dunia dapat terdampak oleh meningkatnya Kecerdasan Buatan (AI).
IMF menyebut, negara-negara berpendapatan tinggi menghadapi risiko yang lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang dan negara-negara berpendapatan rendah.
Lembaga yang berbasis di Washington, D.C. ini menilai potensi dampak AI terhadap pasar tenaga kerja global dan menemukan bahwa dalam banyak kasus, teknologi tersebut cenderung memperburuk kesenjangan secara keseluruhan.
Karena itu, Ketua IMF Kristalina Georgieva mendesak para pembuat kebijakan untuk mengatasi masalah yang timbul dari tren tersebut dan secara proaktif mengambil langkah-langkah pencegahan “ketegangan sosial.”
Advertisement