Sukses

Terlalu Banyak Sistem Keamanan Siber Justru Jadi Beban, Apa Solusinya?

Terlalu banyak sistem keamanan siber justru menyababkan pemberantasan kejahatan siber jadi tidak optimal. Lantas, apa solusinya?

Liputan6.com, Jakarta - Kejahatan siber yang kian canggih mengharuskan banyak perusahaan untuk membuat sistem keamanan siber yang kompleks. Namun, sistem yang rumit justru menghampat perusahaan untuk memberantas serangan siber secara optimal.

Managing Director Security Cisco APJC (Asia Pasific Japan China), Peter Molloy, menjelaskan bahwa penjahat siber telah menerapkan kecerdasan buatan (AI) untuk menyerang sistem keamanan siber.

"Lompatan teknologi yang pesat memberikan kesempatan bagi pelaku kejahatan siber untuk menigkatkan kemampuan mereka, sekaligus merancang sebuah serangan siber," ujar Peter saat ditemui di acara Cisco Security Summit, Rabu (5/6/2024) sore.

"Para pelaku kejahatan memanfaatkan AI untuk mendorong serangan malware phishing dan ransomware yang terbukti semakin efektif," ujar Peter menambahkan.

Melihat pelaku kejahatan siber yang semakin mahir menerapkan teknologi untuk pencurian data, Peter mengatakan bahwa perusahaan perlu meningkatkan kemampuan keamanan siber yang dimiliki, tanpa membuat sistem tersebut menjadi benang kusut.

"Oleh karena itu, kita benar-benar harus melakukan sesuatu yang berbeda. Jika suatu perusahaan, melakukan hal yang sama namun mengharapkan hasil yang lebih baik, itu adalah definisi dari kegilaan," kata Peter.

Untuk menghadirkan solusi keamanan siber yang canggih sekaligus membuatnya menjadi lebih sederhana, Cisco telah membuat suatu platform yang terintegrasi.

"Mengapa perlu melakukan hal demikian? Itu karena kami perlu memastikan bahwa platform kami memiliki kemampuan untuk mengadopsi dan berintegrasi dengan sistem yang sudah dimiliki perusahaan sebelumnya," kata Peter.

2 dari 3 halaman

Sistem Cyber Security Cisco Janjikan Integrasi yang Aman dan Mudah

Meningkatnya kerumitan ancaman siber telah membuat perusahaan memiliki beragam alat keamanan. Kendati demikian, teknologi yang dipakai oleh mayoritas perusahaan tidak terintegrasi, sehingga teknologi yang dipakai justru menghambat upaya cyber security.

Temuan dari Cisco Cybersecurity Readiness Index 2024 mengungkapkan bahwa sebanyak 91 persen responden di Indonesia mengakui bahwa memiliki beberapa solusi keamanan justru menghambat upaya keamanan siber perusahaan mereka.

Melihat keamanan siber yang menjadi semakin rumit dan tidak fungsional, Managing Director Security Cisco APJC (Asia Pasific Japan China),Peter Molloy, mengungkapkan bahwa Cisco telah memiliki teknologi dan inovasi terbaru yang menggunakan AI, yakni Cisco Hypershield dan Al Assistant for Security.

"Kedua inovasi yang dikembangkan Cisco ini mewujudkan visi Cloud Security untuk membantu perusahaan dapat terkoneksi dengan aman," ujar Peter Molloy.

3 dari 3 halaman

Akuisisi Splunk Perkuat Strategi Keamanan Cisco

Selain itu, Pimpinan Cisco wilayah ASEAN dan Asia Pasifik, Jepang dan China (APJC), Koo Juan Huat, mengumumkan bahwa Cisco telah mengakuisisi perusahaan analisis data Splunk.

Kombinasi Cisco dan Splunk diyakini akan memperkuat kemampuan untuk membantu pelanggan membuat keputusan keamanan yang tepat berdasarkan wawasan kontekstual dari jejak analisa jaringan.

"Kecepatan pengembangan keamanan Cisco terus meningkat. Inovasi Al kami seperti Hypershield, dipadukan dengan akuisisi strategis seperti Splunk, dan strategi keamanan platform yang terus berkembang," ujar Koo Juan Huat.

"Teknologi dan inovasi keamanan siber dari Cisco menunjukkan seberapa besar kemampuan kami dan komitmen untuk menghubungkan segala sesuatu dengan aman guna mendukung kesuksesan perusahaan di Indonesia dan wilayah ini," kata Peter Molloy.