Sukses

Temu, Aplikasi Belanja Murah dari China yang Jadi Perhatian Pemerintah Indonesia

Aplikasi belanja Temu dari Tiongkok menawarkan harga murah dan pengiriman langsung, tapi hal ini ternyata bisa berpotensi mengancam UMKM Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian mengungkap adanya ancaman dari aplikasi perdagangan lintas negara yang bernama Temu. Karenanya, untuk mengantisipasi hal tersebut, pengaturan aturan sepert Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 dapat dilakukan.

Mengutip Antara, Kamis (13/6/2024), Pelaksana Harian Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Ketenagakerjaan,dan UMKM Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud menuturkan, pemerintah sudah menyadari adanya potensi gangguan yang dihadapi para pelaku UMKM dari sejumlah aplikasi cross broder trader seperti aplikasi Temu.

Ancaman ini terjadi karena aplikasi tersebut memangkas jalur distribusi dan memasukkan barang impor langsung dari Tiongkok. Lantas, apa itu aplikasi Temu yang kini tengah menjadi perhatian pemerintah?

Dikutip dari PC Mag, Temu merupakan marketplace online yang menawarkan beragam produk dengan harga miring. Platform ini pertama kali berdiri pada 2022. 

Marketplace ini mengklaim diri berbasis di Boston, tapi Temu sebenarnya dimiliki oleh PDD Holdings, perusahaan asal Tiongkok.

Dijelaskan pula, perusahaan itu telah memindahkan kantor pusatnya ke Irlandia. Layanan Temu bisa diakses melalui situs, serta aplikasi yang tersedia di Android dan iOS. 

Harga murah memang disebut menjadi daya tarik marketplace Temu untuk para konsumennya. Dengan harga yang super miring, konsumen pun dibuat sulit untuk tidak memasukkan barang-barang ke keranjang belanja mereka.

Temu mengklaim rahasia harga murah mereka terletak pada rantai pasokan yang langsung menghubungkan konsumen dengan penjual. Tanpa perantara, Temu mampu memangkas harga secara signifikan.

 

2 dari 3 halaman

Sorotan untuk Temu

Meski berhasil menarik konsumen, etika soal bisnis yang dijalankan marketplace ini dikabarkan sempat menjadi sorotan.

Seperti diketahui, Temu tidak melakukan manufaktur produknya sendiri, melainkan bekerja sama dengan pabrik-pabrik yang ada di Tiongkok. Namun, hal ini ternyata membawa isu penggunaan tenaga kerja paksa di pabrik yang memasok produk Temu.

Laporan dari House Select Committee dari Partai Komunis Tiongkok pernah menyebutkan kalau Temu melanggar UFLPA (Uyghur Forced Labor Prevention Act) dengan memasukkan produk hasil kerja paksa ke Amerika Serikat.

Temu juga dikenal dengan taktik pemasaran yang cukup agresif. Platform ini menggunakan strategi gamifikasi untuk mengundang konsumen agar lebih banyak berbelanja.

Meski sejumlah produk yang dijual di Temu disebut kadang bermasalah, terutama soal hak cipta, perusahaan itu menyatakan mereka memiliki kebijakan hak cipta yang wajib dipenuhi oleh para penjual di platform mereka.

3 dari 3 halaman

Aplikasi Belanja Online dari China Ini Bikin Menteri Teten Khawatir, Kenapa?

Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki khawatir masuknya lokapasar baru yang dapat hubungkan langsung antara pabrik di China langsung ke konsumen Indonesia.

"Ini yang saya khawatir, ada satu lagi aplikasi digital cross-border yang saya kira akan masuk ke kita, dan lebih dahsyat daripada TikTok, karena ini menghubungkan factory direct kepada konsumen," kata Teten di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, ditulis Kamis (13/6/2024).

Teten menuturkan, aplikasi bernama Temu ini berasal dari China dan sudah masuk ke 58 negara. Dia mengatakan, aplikasi tersebut terhubung dengan 80 pabrik di China dan produknya bisa langsung diterima oleh seluruh konsumen di dunia. Temu juga dinilai lebih berbahaya dari TikTok Shop lantaran aplikasi tersebut tidak memiliki reseller dan afiliator.

Hal itu dapat kembali mengancam pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang hanya mampu berproduksi secara kecil-kecilan. Sementara pabrikan China, mampu menghasilkan produk secara massal.

"Kalau TikTok masih mending, masih ada reseller, ada afiliator, masih membuka lapangan kerja. Kalau ini akan memangkas langsung, selain harganya lebih murah, juga memangkas lapangan kerja misalnya distribusi," ujar dia.

Teten berharap, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang perizinan berusaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik dapat mengantisipasi masuknya aplikasi Temu.

"Tapi memang meskipun kita sudah punya aturan di Permendag 31/2023, itu tidak boleh cross-border jual produk di bawah 100 dolar AS, saya hanya hanya warning saja karena keadaan ekonomi UMKM saat ini indeks bisnisnya sedang turun," kata dia.Â