Liputan6.com, Jakarta - Serangan ransomware yang menyasar Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 telah menarik perhatian publik. Akibat serangan ini, sejumlah layanan publik terkena dampaknya.
Salah satu dampak paling terlihat ada di layanan Imigrasi. Selain soal keamanan data yang kian menjadi perhatian, kasus ini juga menarik perhatian publik soal peran hacker.
Baca Juga
Seperti diketahui, hacker kerap dikenal sebagai sosok peretas jahat yang mencari keuntungan pribadi. Namun siapa sangka, ada beberapa jenis hacker yang sebenarnya tidak melulu menyerang korban demi keuntungan.
Advertisement
Ada pula hacker topi merah atau yang dikenal sebagai red hat hacker. Sosok misterius ini dikenal banyak menggunakan kemampuan meretas mereka untuk tujuan lebih besar.
Mengutip informasi dari NordVPN, Senin (1/7/2024), red hat hacker beroperasi sebagai aktivis digital atau semacam 'penjaga' dunia maya.
Mereka memanfaatkan kemampuan meretas untuk menyampaikan pesan, baik itu bermotif politik, sosial, atau ideologi.
Namun tidak hanya itu, dikutip dari Mitnick Security, peretas topi merah juga memiliki misi unik, yakni memburu dan menjatuhkan pelaku kejahatan siber.
Dari sejumlah informasi, mereka kerap mengambil tindakan sendiri, tidak bergantung pada otoritas resmi atau dikenal sebagai vigilante.
Peretas ini biasanya melacak para penjahat yang berusaha mencuri atau merusak data, lalu membongkar sistem komputer korbannya.
Aksi yang mereka lakukan bisa berupa serangan tunggal untuk membocorkan informasi rahasia. Bahkan, kampanye yang lebih luas untuk memperjuangkan isu tertentu seperti kebebasan berbicara.
Â
Aksi Red Hat Hacker
Meski memiliki tujuan berbeda, red hat hacker menggunakan alat yang sama para black hat hacker atau peretas dengan tujuan kriminal. Botnet, malware, dan eksploitasi kerentanan adalah beberapa senjata yang mereka pakai.
Yang menarik, red hat hacker kadang bekerja sama dengan white hat hacker (peretas yang membantu mengamankan sistem), jika memang mereka memiliki tujuan yang sejalan. Bahkan, lembaga pemerintah.
Beberapa kelompok red hat hacker yang menarik perhatian dunia adalah Anonymous. Kelompok ini terkenal dengan serangan terhadap Gereja Scientology, WikiLeaks, hingga Vladimir Putin.
Selain itu, WikiLeaks juga bisa dikategorikan sebagai red hat hacker yang kerap membocorkan informasi rahasia untuk memperjuangkan kebebasan berbicara.
Kendati demikian, aksi red hat hacker ini juga kerap menimbulkan perdebatan etis. Apakah mereka benar-benar hacker yang membela kebenaran atau peretas yang main hakim sendiri?
Advertisement
PDNS 2 Terdampak Ransomware, Data yang Dicuri Tak Bisa Kembali?
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) baru saja memberikan update terkini mengenai perkembangan kasus Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).Â
Direktur Network & IT Solution Telkom, Herlan Wijanarko mengatakan beberapa upaya untuk memulihkan PDNS 2 Surabaya.
"Kita sejak kejadian hingga hari ini diasistensi oleh BSSN, Kominfo dan para tenant berupaya untuk melakukan recovery dengan sumber daya yang dimiliki," ucap Herlan saat Konferensi Pers, Rabu (26/6/2024).
Kendati demikian, ia mengatakan kalau data yang sudah dienkripsi sudah tidak bisa diambil lagi oleh Kominfo.
"Beberapa data yang dienkripsi sudah enggak bisa di-recovery lagi," ucapnya.
Meski data yang diambil tidak bisa diambil lagi, Herlan menyebut beberapa data dari tenant Pusat Data Nasional itu masih memiliki backup.
"Kita mengidentifikasi masih ada 44 tenant yang di-backup," ujarnya. "Kami berupaya untuk mengaktifkan kembali layanan yang terdampak," tuturnya menambahkan.Â
Tak hanya itu, Herlan juga mengatakan Kementerian Kominfo bersama Telkom Sigma dan BSSN telah mengontak tenant yang terdampak.
"Kami menghubungi tenant yang terdampak untuk memastikan mereka memiliki data backup," ucap Herlan.
Â
Langkah Pemerintah
Mengantisipasi data yang sudah tidak bisa di-backup, Herlan mengungkapkan, kementerian Kominfo beserta BSSN dan Telkom Sigma akan membuat ulang PDNS yang baru.
"Kami akan membuat enviroment baru jika data tenant yang terdampak tidak bisa dikembalikan," ujarnya menutup pernyataan.
Sebagai informasi, pada Kamis (20/6/2024), PDNS yang dikelola Kominfo bersama Telkom Sigma diserang ransomware Brain Chiper.Â
Brain Chiper sendiri merupakan ransomware yang dibuat menggunakan teknologi Lockbit 3.0, yang menurut beberapa sumber, sulit untuk ditembus.
Pelaku serangan itu meminta tebusan USD 8 juta (sekitar Rp 131 miliar) agar data yang dienkripsi bisa kembali.
Advertisement