Liputan6.com, Jakarta - Isi postingan Donald Trump di media sosial usai tragedi penembakan di sebuah rapat umum (kampanye pilpres) di Pennsylvania, AS, bikin penasaran para pembaca di kanal Tekno Liputan6.com, Minggu (14/7/2024) kemarin.
Informasi lain yang juga populer datang dari proses pemulihan layanan publik PDNS 2 yang telah mencapai 86 layanan.
Baca Juga
Lebih lengkapnya, simak tiga berita terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com berikut ini.
Advertisement
1. Begini Isi Postingan Donald Trump di Media Sosial usai Ditembak saat Kampanye Pilpres AS
Mantan Presiden Donald Trump ditembak di sebuah rapat umum (kampanye pilpres) di Pennsylvania, AS, pada Sabtu (13/7/2024) waktu setempat.
Setelah terjadi penembakan, dia dilarikan keluar panggung oleh Secret Service dan dibawa ke fasilitas medis setempat.
Dalam unggahan di media sosial miliknya, Truth Social, Donald Trump mengatakan dia ditembak dengan peluru yang menembus bagian atas telinga kanan.
Beberapa jam setelah dia turun dari panggung pada kampanye di Pennsylvania, Trump mengatakan dalam postingan media sosial bahwa dia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Saya ingin berterima kasih kepada Secret Service AS, dan seluruh Penegak Hukum, atas tanggapan cepat mereka terhadap penembakan yang baru saja terjadi di Butler, Pennsylvania," tulis Donald Trump.
"Yang paling penting, saya ingin menyampaikan belasungkawa saya kepada keluarga orang yang terbunuh di rapat umum tersebut, dan juga kepada keluarga yang terluka parah. Sungguh luar biasa tindakan (penembakan) seperti ini bisa terjadi di negara kita. Tidak ada yang diketahui saat ini tentang penembaknya, yang kini sudah tewas," ia melanjutkan.
2. Pemulihan Layanan Publik PDNS 2 Capai 86 Layanan, Menko Polhukam: Keamanan Diutamakan
Upaya pemulihan layanan publik di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 menunjukkan kemajuan signifikan. Per 12 Juli 2024, ada 86 layanan dari 16 tenant yang sudah dipulihkan.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menyatakan, prioritas utama adalah memulihkan layanan publik dengan secepat-cepatnya, tapi tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan keamanan data.
"Proses pemulihan layanan terbagi dalam tiga zona tahapan berdasarkan teknik penanganan data," tutur Menko Polhukam dalam siaran pers yang diterima, Minggu (14/7/2024).
Dijelaskan, data yang terdampak insiden pada PDNS 2 berada di zona merah, dan ditetapkan dalam proses karantina. Selanjutnya, data tersebut dipindahkan ke zona biru untuk dilakukan penguatan keamanan dan pemindaian kerentanan.
"Sebelum nantinya bisa go-live atau data layanan publik diunggah ke pusat data lain ke zona hijau yang siap digunakan kembali," tutur Menko Polhukam lebih lanjut.
Beberapa layanan publik yang berhasil dipulihkan selain layanan perizinan, ada layanan informasi dalam bentuk portal. Salah satunya adalah layanan beasiswa yang dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Advertisement
3. Disinformasi Politik Banjiri Media Sosial usai Penembakan Donald Trump
Klaim yang tidak berdasar tentang apa yang terjadi pada rapat umum di Butler, Pennsylvania, AS langsung membanjiri media sosial setelah mantan Presiden Donald Trump ditembak.
Tanpa ada bukti yang jelas, banyak unggahan di media sosial menyalahkan tokoh-tokoh sayap kiri yang menargetkan Donald Trump, dan membangun gagasan bahwa “deep state” atau komplotan rahasia di dalam pemerintahan berusaha menghentikannya untuk kembali kantor Gedung Putih.
Klaim yang belum diverifikasi tersebut muncul di platform media sosial termasuk Gab, Truth Social dan Parler, yang disukai oleh kelompok sayap kanan.
Mengutip laman New York Times, Minggu (14/7/2024), disinformasi ini juga menyebar di X, Telegram, Facebook, dan Instagram.
Terkait hal ini pakar disinformasi langsung mendesak agar berhati-hati dan memperingatkan masyarakat untuk tidak langsung mengambil kesimpulan.
“Kita akan melihat banyak disinformasi menyebar tentang siapa yang berada di balik penembakan itu, siapa yang mengeksekusinya, dan kejadian-kejadian yang menyebabkan peristiwa ini,” tulis Roberta Braga, pendiri lembaga think tank Digital Democracy Institute of the Americas di X.