Sukses

Startup Keamanan Siber Israel Ini Tolak Akuisisi Rp 373 Triliun dari Google

Startup keamanan siber asal Israel, Wiz, disebut menolak tawaran akuisisi dari induk Google, Alphabet, dengan nilai USD 23 miliar (sekitar Rp 373 triliun).

Liputan6.com, Jakarta - Startup keamanan siber asal Israel, Wiz, telah memutus pembicaraan dengan perusahaan induk Google, Alphabet, mengenai kesepakatan senilai USD 23 miliar (sekitar Rp 373 triliun).

Menurut bocoran memo internal perusahaan, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (23/7/2024), kesepakatan itu disebut akan menjadi salah satu akuisisi terbesar Alphabet.

CEO Wiz, Assaf Rappaport, mengatakan perusahaannya sekarang akan fokus pada penawaran umum perdana, seperti yang telah direncanakan sebelumnya, dan bertujuan untuk mencapai pendapatan tahunan sebesar USD 1 miliar (sekitar Rp 16 triliun).

“Menolak tawaran yang merendahkan seperti itu memang sulit, namun dengan tim kami yang luar biasa, saya merasa yakin dalam membuat pilihan itu,” kata Rappaport dalam memo tersebut, mengacu pada tawaran akuisisi.

Terkait hal ini, baik Alphabet maupun Wiz belum secara resmi mengakui soal kesepakatan tersebut. Memo Wiz sendiri tidak menyebutkan nama Google atau Alphabet.

Reuters melaporkan awal bulan ini bahwa Alphabet sedang dalam pembicaraan lanjutan untuk membeli Wiz dengan nilai sekitar $23 miliar, mengutip seseorang yang mengetahui masalah tersebut.

Angka itu bernilai hampir dua kali lipat dari apa yang diumumkan Wiz pada Mei 2024, ketika perusahaan tersebut mengumpulkan USD 1 miliar dalam putaran pendanaan swasta dengan nilai USD 12 miliar (sekitar Rp 194,6 triliun).

2 dari 5 halaman

Mengenal Wiz

Wiz menyediakan solusi keamanan siber berbasis cloud yang membantu perusahaan mengidentifikasi dan menghilangkan risiko kritis pada platform cloud, yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI).

Keputusan Wiz untuk membatalkan kesepakatan tersebut akan menjadi kemunduran bagi Google, yang telah berinvestasi dalam infrastruktur cloud-nya dan berfokus menggaet klien untuk bisnis cloud yang menghasilkan pendapatan lebih dari USD 33 miliar (sekitar Rp 535 triliun) pada tahun lalu.

Dampak ini merupakan pukulan kedua bagi Alphabet dalam bidang Mergers and acquisitions (M&A), beberapa waktu terakhir, setelah ada laporan mengenai keputusannya untuk meninggalkan kesepakatan dengan perusahaan perangkat lunak pemasaran online HubSpot.

Wiz seharusnya akan menjadi akuisisi besar kedua Alphabet di bidang keamanan siber, sejak pembelian Mandiant senilai USD 5,4 miliar (sekitar Rp 87,5 triliun) pada 2022.

3 dari 5 halaman

Google Batal Matikan Cookie Pihak Ketiga di Chrome, Selamat Tinggal Privasi Pengguna!

Di sisi lain, setelah lama ditunggu-tunggu dan mengulur waktu, Google akhirnya membatalkan rencana mereka untuk mematikan cookie pihak ketiga di Chrome, meskipun sudah dijanjikan sejak 2020.

Walaupun Google sempat menonaktifkan cookie untuk satu persen pengguna Chrome pada awal 2024, upaya tersebut terhenti begitu saja sanpa ada kelanjutan yang jelas.

BACA JUGA:Google Bantah Laporan Dugaan Pelanggaran dari KPPU Soal Google Play BillingKini, Google benar-benar ingin mempertahankan cookie pihak ketiga di browser. Sebagai gantinya, perusahaan akan memperkenalkan fitur baru.

Apa Itu Cookie Pihak Ketiga?

Cookie pihak ketiga adalah data yang disimpan di browser pengguna oleh situs selain laman web yang sedang dikunjungi. Biasanya, cookie ini digunakan untuk melacak pengguna di berbagai situs lain.

Dengan ini, pengiklan dapat melacak kebiasaan dan minat penelusuran pengguna di internet.

Mengutip Android Authority, Selasa (23/7/2024), Google akan memperkenalkan pengalaman browser baru di mana pengguna dapat membatasi cara penggunaan cookie di peramban.

“Mengingat hal ini, kami mengusulkan pendekatan terbaru yang meningkatkan pilihan pengguna,” Google mengumumkan dalam postingan blog hari ini oleh Anthony Chavez, VP, Privacy Sandbox.

Kenapa Hal Ini Penting?

Google telah memperkenalkan Privacy Sandbox miliknya, yang seharusnya menjadi cara yang lebih anonim untuk melacak minat pengguna untuk tujuan periklanan.

Namun, platform dan perusahaan periklanan masih lambat beradaptasi dan beralih ke platform Privacy Sandbox baru, dan banyak di antaranya masih dalam tahap pengujian beta.

Karena takut kehilangan pendapatan dari pengiklan, Google mengatakan tidak lagi menghapus cookie pihak ketiga secara bertahap.

“Kami sedang mendiskusikan jalur baru ini dengan regulator, dan akan berinteraksi dengan industri saat kami meluncurkan fitur baru Google Chrome tersebut.”

4 dari 5 halaman

Dampak untuk Pengguna?

Undang-undang Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) Uni Eropa yang berlaku sejak 2018 mengharuskan pengiklan untuk mendapatkan persetujuan pengguna sebelum memakai cookie pihak ketiga.

Sebelumnya, Mozilla Firefox sudah memblokir cookie pihak ketiga secara default. Apple Safari juga melakukan hal serupa pada 2020, sementara hingga kini Google masih belum menepati janjinya.

Bagaimana pendapatmu tentang keputusan Google ini? Apakah kamu setuju atau tidak setuju? Beri tahu kami di kolom komentar!

5 dari 5 halaman

Infografis Google dan Facebook (Liputan6.com/Abdillah)