Liputan6.com, Jakarta - Tiongkok dilaporkan telah meluncurkan 18 satelit pertama dari konstelasi internet satelitnya, Qianfan. Satelit internet ini disebut sebagai alternatif negara tersebut pada jaringan Starlink milik SpaceX yang memang dilarang beroperasi di wilayah tersebut.
Mengutip Science Alert, Kamis (8/8/2024), satelit internet ini disebut sebagai bagian dari ambisi Tiongkok untuk menyediakan layanan internet broadband berkecepatan tinggi dan low latency secara global.
Baca Juga
Proyek ini didukung penuh oleh pemerintah melalui Shanghai Spacecom Satellite Technology (SSST). Target akhir proyek ini adalah memiliki 15.000 satelit di orbit rendah Bumi pada 2030.
Advertisement
Dengan jumlah tersebut, Tiongkok disebut siap bersaing dengan SpaceX, pemilik jaringan Starlink yang saat ini memiliki sekitar 6.000 satelit. Elon Musk sendiri berencana memperluas jaringannya hingga mencapai 42.000 satelit.
Qianfan yang berarti 'seribu layar' bisa dikatakan sebagai nama yang menginspirasi proyek ambisius ini. Pada tahap awal peluncuran satelit ini peluncuran dilakukan dari pangkalan Taiyuan di provinsi Shanxi, Tiongkok utara.
Proyek Qianfan disebut menjadi salah satu dari tiga proyek besar konstelasi satelit yang direncanakan Tiongkok. Masing-masing proyek tersebut menargetkan sekitar 10.00 satelit atau lebih.
Selain SSST, dua perusahaan Tiongkok lain yang terlibat dalam proyek serupa adalah China SpaceSat yang akan meluncurkan 13.000 satelit Guowang.
Lalu, perusahaan lain adalah Landray Hongqing yang membangun konstelasi Crane-3 dengan target 10.000 satelit internet. Langkah ini pun disebut sebagai awal persaingan satelit internet antara Tiongkok dengan Amerika Serikat.Â
Satelit Starlink Milik Elon Musk Cegah Ozon Pulihkan Diri, Kok Bisa?
Di sisi lain, Starlink milik Elon Musk yang kini tengah ramai diperbincangkan di Indonesia ditengarai bisa menghalangi atmosfer bumi dari pemulihan diri. Kok bisa?
Mengutip Futurism, Selasa (18/6/2024), dalam studi terbaru, para peneliti dari University of Southern California memerkirakan adanya efek berbahaya dari satelit yang menyuntikkan polutan berbahaya seperti aluminium oksida ke atmosfer bagian atas, ketika satelit ini terbakar saat masuk kembali ke Bumi.Â
Menurut peneliti, satelit-satelit yang sudah selesai beroperasi ini mungkin berkontribusi terhadap "penipisan lapisan ozon yang signifikan". Lapisan ozon sendiri menjadi pelindung Bumi dari radiasi sinar ultraviolet Matahari.Â
Sebagian besar peneliti berfokus pada polutan yang dilepaskan ketika roket diluncurkan. Namun, rupanya ada implikasi dari ribuan satelit yang sudah tak berfungsi alias pensiun dari tugasnya dan terbakar di atmosfer.Â
Hal tersebut pun kian relevan dengan kerusakan yang mungkin terjadi, apalagi SpaceX telah meluncurkan hampir 6.000 satelit Starlink hingga saat ini. Bahkan, perusahaan Elon Musk ini juga berencana menambahkan puluhan ribu atau lebih satelit internet mereka di orbit rendah Bumi (low-earth orbit) alias kurang 5.000 km di atas Bumi.Â
Salah satu penulis dan peneliti astronomi di University of Southern California Joseph Wang menyebutkan dalam pernyataan, "Hanya dalam beberapa tahun terakhir orang mulai berpikir ini (satelit Starlink) mungkin menjadi masalah. Kami adalah salah satu tim pertama yang melihat apa implikasi dari fakta-fakta ini."
Advertisement
Bobot Polutan Per Satelit
Karena hampir tak mungkin mendapatkan pembacaan akurat dari jenis polutan yang dilepaskan ketika satelit kembali memasuki atmosfer Bumi, para ilmuwan hanya memperkirakan efeknya pada lingkungan sekitar.Â
Dengan mempelajari bagaimana logam umum yang dipakai dalam pengembangan satelit berinteraksi satu sama lain, tim ilmuwan memperkirakan, kehadiran aluminium meningkat di atmosfer hampir 30 persen pada tahun 2022 saja.Â
Para ilmuwan mendapati, satelit dengan bobot 550 pon menghasilkan sekitar 66 poin nanopartikel aluminium oksida ketika memasuki kembali ke Bumi. Hal ini ditengarai akan memakan waktu 30 tahun untuk melayang ke atmosfer. Â
Makin Banyak Satelit, Tingkat Polutan di Angkasa Makin Tinggi
Secara total, jika satelit-satelit seperti SpaceX terus meningkat jumlahnya seperti yang direncanakan, tingkat aluminium oksida di atmosfer bisa mencapai 646 persen dari tingkat alaminya tiap tahun. Hal ini pun dianggap bukan pertanda baik, apalagi, ilmuwan baru mulai mempelajari fenomena tersebut.Â
"Dampak lingkungan dari masuknya kembali satelit ke Bumi ini masih belum dipahami. Ketika tingkat masuk kembali ke Bumi meningkat, sangat penting untuk lebih mengeksplorasi kekhawatiran yang disorot dalam penelitian ini," kata para peneliti.Â
Advertisement