Liputan6.com, Jakarta - Pendiri dan CEO Telegram, Pavel Durov, ditangkap pihak berwenang Prancis di sebuah bandara di luar Paris. Demikian menurut afiliasi CNN, BFMTV.
"Petugas dari kantor antipenipuan Prancis, yang berada di bawah bea cukai Prancis, menahannya pada Sabtu (24/8/ 2024) malam setelah ia tiba di Bandara Bourget dengan penerbangan dari Azerbaijan," BFMTV melaporkan, dikutip dari CNN, Minggu (25/8/2024).
Baca Juga
Pria berusia 39 tahun itu kabarnya dicari berdasarkan surat perintah penangkapan Prancis karena kurangnya moderasi di Telegram yang menyebabkannya digunakan untuk pencucian uang, perdagangan narkoba, dan berbagi konten pedofilia.
Advertisement
Di balik kisahnya yang kontroversial, Durov sering disebut sebagai Mark Zuckerberg-nya Rusia. Ia menggambarkan dirinya sebagai penganut paham libertarian, antialergi, dan vegetarian. Berikut ini profil Pavel Durov.
Pavel Durov lahir pada 10 Oktober 1984, di Leningrad (sekarang Saint Petersburg), Rusia. Demikian sebagaimana dikutip dari Forbes, Minggu (25/8/2024).
Ia menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Turin, Italia, tempat ayahnya bekerja. Durov lulus dari Departemen Filologi Universitas Negeri Saint Petersburg pada 2006 dengan gelar kelas satu.
Kakek Durov, Semyon Petrovich Tulyakov, bertempur dalam Perang Dunia II dan menerima beberapa penghargaan militer.
Ayahnya, Valery Semenovich Durov, adalah seorang Doktor Filologi dan akademisi terkenal. Durov memiliki darah Ukraina dari ibunya.
Sebelum membuat Telegram, Durov mendirikan VKontakte (VK) bersama Ilya Perekopsky pada 2006, terinspirasi dari Facebook.
Dilaporkan Good Returns, nilai VK tumbuh hingga mencapai USD 3 miliar di bawah kepemimpinan Durov. Ia terlibat dengan polisi pada 2011 atas tuntutan untuk menghapus halaman milik politisi oposisi.
Â
Mendirikan Telegram
Durov secara terbuka menentang upaya Mail.ru Group untuk membeli VK pada tahun 2012 dan menjual 12% sahamnya di VK kepada Ivan Tavrin pada Desember 2013.
Di sela kejadian tersebut, ia mendirikan aplikasi perpesanan instan Telegram bersama saudaranya Nikolai Durov pada tahun 2013.
Pavel Durov kemudian mengajukan pengunduran dirinya sebagai CEO VK pada 1 April 2014, yang awalnya diyakini terkait dengan Perang Rusia-Ukraina.
Ia kemudian mengklarifikasi bahwa itu adalah lelucon April Mop pada 3 April 2014. Durov menolak untuk menyerahkan data pribadi pengunjuk rasa Ukraina kepada badan keamanan Rusia dan memblokir halaman Alexei Navalny di VK.
Ia diberhentikan sebagai CEO VK pada 21 April 2014, dengan alasan surat pengunduran diri sebelumnya. Durov mengklaim bahwa VK secara efektif diambil alih oleh sekutu Vladimir Putin. Ia lalu meninggalkan Rusia.
Â
Advertisement
Membuat Mata Uang Kripto
Setelah meninggalkan Rusia, Durov memperoleh kewarganegaraan Saint Kitts dan Nevis serta mengamankan USD 300 juta di bank-bank Swiss.
Ia berfokus pada pembuatan Telegram, sebuah layanan pengiriman pesan terenkripsi. Telegram berkantor pusat di Berlin dan kemudian pindah ke Dubai.
Durov meluncurkan mata uang kripto "Gram" dan platform TON pada 2018 untuk memonetisasi kesuksesan Telegram.
Ia mengumpulkan total USD 1,7 miliar dari para investor tetapi menghadapi tantangan hukum dari regulator Amerika SEC.
Rusia berupaya memblokir Telegram pada 2018 karena perusahaan tersebut menolak bekerja sama dengan badan keamanan. Pemblokiran tersebut dicabut pada 2020 setelah Telegram setuju untuk "melawan terorisme dan ekstremisme" di platform tersebut.
Â
Jumlah Kekayaan
Menurut Forbes, total kekayaan Pave Durov saat ini menembus USD 15,5 miliar atau sekitar Rp 239 triliun. Ia masuk dalam daftar orang terkaya di dunia versi Forbes di urutan 122.
Pavel Durov adalah pendiri dan pemilik aplikasi perpesanan Telegram, yang memiliki lebih dari 700 juta pengguna aktif bulanan di seluruh dunia.
Telegram, yang gratis digunakan, bersaing dengan aplikasi perpesanan seperti WhatsApp milik Facebook.
Durov meninggalkan Rusia setelah ia menolak bekerja sama dengan dinas rahasia Rusia dan memberikan data terenkripsi dari pengguna jejaring sosial pertamanya (VK).
Durov, yang menjadi warga negara Prancis pada tahun 2021, pindah bersama Telegram ke Dubai pada tahun 2017.
Sejak perang Ukraina dimulai, Telegram telah menjadi sumber informasi penting, dan juga banyak disinformasi, terkait dengan konflik tersebut.
Advertisement