Sukses

CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap di Prancis, Telegram Buka Suara

CEO Telegram, Pavel Durov, ditangkap di Prancis atas tuduhan kurangnya moderasi platform. Telegram membantah tuduhan tersebut dan menyatakan dukungannya pada Durov.

Liputan6.com, Jakarta - CEO Pavel Durov ditangkap oleh pihak berwenang Prancis sesaat setelah menginjakkan kaki turun dari pesawat jet pribadinya di sebuah bandara Paris pada Minggu, 25 Agustus 2024.

Terkait hal ini, Telegram pun langsung buka suara. Dalam pernyataan resminya, perusahaan mengutuk tuduhan Pavel Durov harus bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform pesan tersebut.

"Aplikasi Telegram mengikuti hukum Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital. Moderasinya berada dalam standar industri, dan terus menerus membaik," tulis pernyataan resminya, Senin (26/8/2024).

"CEO Telegram Pavel Durov tidak memiliki hal yang disembunyikan dan sering bepergian ke Eropa," kata perusahaan. "Kami masih menunggu perkembangan selanjutnya. Telegram bersamamu."

Pavel Durov, bos Telegram yang berusia 39 tahun itu kabarnya dicari berdasarkan surat perintah penangkapan Prancis karena kurangnya moderasi di Telegram yang menyebabkannya digunakan untuk pencucian uang, perdagangan narkoba, dan berbagi konten pedofilia, menurut BFMTV.

Menurut BFMTV, pendiri Telegram tersebut tidak pernah bepergian secara rutin ke Prancis dan Eropa sejak surat perintah penangkapan dikeluarkan.

The Guardian mengutip situs TF1 menyebut Durov bepergian dengan jet pribadinya, seraya menambahkan bahwa ia telah menjadi sasaran surat perintah penangkapan di Prancis.

CEO Telegram itu diketahui telah bepergian dari Azerbaijan dan ditangkap sekitar pukul 8 malam waktu setempat.

Pengusaha kelahiran Rusia itu diketahui tinggal di Dubai, tempat Telegram berkantor pusat, dan memegang kewarganegaraan ganda Prancis dan Uni Emirat Arab.

Pavel Durov, yang menurut Forbes diperkirakan memiliki kekayaan sebesar USD 15,5 miliar, meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah ia menolak untuk memenuhi tuntutan untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya, yang ia jual.

2 dari 4 halaman

Kedubes Rusia di Prancis Turun Tangan

Pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov mendatangi kantor pusat Kemenkominfo di Jakarta, Selasa (1/8). Kunjungan Pavel Durov ini berhubungan dengan pemblokiran 11 Domain Name System (DNS) situs web Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedutaan Besar Rusia di Prancis kemudian mengambil "langkah-langkah segera" untuk mengklarifikasi situasi tersebut.

Mengutip seorang perwakilan dari kedutaan besar Rusia di Prancis, TASS melaporkan bahwa tidak ada banding dari tim Durov ke kedutaan, tetapi kedutaan tersebut secara proaktif mengambil langkah-langkah "segera".

Pavel Durov dan saudaranya Nikolai mendirikan aplikasi perpesanan tersebut pada tahun 2013 dan memiliki sekitar 900 juta pengguna aktif.

Adapun Telegram menawarkan perpesanan terenkripsi menyeluruh dan pengguna juga dapat menyiapkan "saluran" untuk menyebarkan informasi dengan cepat kepada para pengikut.

3 dari 4 halaman

Investigasi Telegram

Pavel Durov, CEO Telegram. (Foto: Instagram)

Laporan Sky News menyebut bahwa lembaga penyiaran berita BFMTV dan TF1 mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan bahwa pengusaha kelahiran Rusia - yang menjadi warga negara Prancis pada tahun 2021 - menjadi subjek surat perintah penggeledahan.

Kedua media tersebut menyatakan bahwa investigasi difokuskan pada kurangnya moderator di Telegram dan potensi aktivitas kriminal oleh pengguna.

Baik kepolisian Prancis, Kementerian Dalam Negeri, maupun Telegram tidak mengomentari klaim tersebut.

Telegram adalah salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh di dunia, dengan prediksi akan mencapai hampir satu miliar pengguna dalam setahun.

4 dari 4 halaman

Telegram Populer di Kalangan Gerakan Pro-demokrasi

Bukan cuma aplikasi Telegram yang disukai banyak orang, penciptanya, Pavel Durov juga bikin cewek-cewek pada baper. (Foto: scontent.cdninstagram.com)

Aplikasi ini menawarkan enkripsi ujung ke ujung - yang secara efektif melindungi data agar tidak dicegat - dan memiliki fokus yang kuat pada privasi.

Telegram sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet.

Fokus ini membuat aplikasi ini populer di kalangan gerakan pro-demokrasi dan pengunjuk rasa lainnya di negara-negara dengan hukum yang ketat.

Aplikasi ini telah menjadi sumber informasi penting tentang perang Rusia di Ukraina, dan banyak digunakan oleh pejabat Moskow dan Kyiv.

Aplikasi ini diperingkatkan sebagai salah satu platform media sosial utama dan mengklaim memiliki lebih dari 950 juta pengguna aktif bulanan. Namun, aplikasi ini juga telah digunakan untuk aktivitas kriminal dan baru-baru ini oleh aktivis sayap kanan yang memicu kerusuhan di Inggris atas penusukan Southport.