Liputan6.com, Jakarta - ZConverter dan Sinergi Wahana Gemilang (SWG) menjalin kemitraan strategis untuk memperluas jangkauan solusi transformasi digital bagi bisnis di Indonesia. Kemitraan ini diharapkan dapat mempermudah proses migrasi cloud, pemulihan bencana, dan perlindungan data.
Era digital terus berkembang dengan berjalannya waktu, sehingga membuat kebutuhan akan transformasi digital semakin mendesak. Namun, tantangan keamanan data, pemulihan bencana, dan migrasi clloud sering kali menjadi hambatan.
Baca Juga
ZConverter, perusahaan teknologi berspesialisasi dalam solusi transformasi digital hadir untuk mengatasi masalah tersebut.
Advertisement
Untuk memperluas jangkauan layanannya, perusahaan berbasis di San Jose, California, AS ini menjalin kemitraan strategis dengan salah satu distributor besar di Indonesia, yaitu. Sinergi Wahana Gemilang (SWG).
Lewat penandatanganan MoU baru-baru ini, CEO SWG, Chandra Marita Sari, menyambut baik kemitraan ini. "Penandatanganan ini menandai awal dari kemitraan SWG bersama ZConverter," kata Chandra dalam keterangannya, Jumat (20/9/2024).
Dia menambahkan, "kami berharap perjalanan ini akan bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi mitra dan pelanggan kami."
Founder dan CEO ZConverter, Dong Joon Min, juga menjelaskan ZConverter adalah layanan cloud backup berfokus pada perlindungan data, pemulihan bencana cloud, dan migrasi cloud.
"Banyak hal telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, terutama akuisisi VMware oleh Broadcom, banyak perusahaan khawatir akan perubahan harga dan peningkatan biaya," katanya.
Dia mengatakan, "sekarang hari ini, saya akan menunjukkan kepada Anda bagaimana menyederhanakan dan mempercepat VMWare Exit ke OpenStack, Nutanix, dan OLVM."
Kemitraan antara ZConverter dan SWG diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, serta masyarakat luas.
Dengan jaringan distribusi SWG yang luas, produk dan layanan ZConverter dapat menjangkau lebih banyak bisnis di Indonesia, membantu mereka mengatasi tantangan transformasi digital dan meraih kesuksesan di era digital.
Penerapan AI Makin Masif, Indonesia Perlu Strategi Jitu Kejar Ketertinggalan
Selular Business Forum (SBF) kembali menggelar diskusi terkait kecerdasan buatan atau AI. Kali ini, tema yang diusung adalah 'AI: Sekadar Tren atau Sudah Menjadi Kebutuhan?'.
Tema ini dipilih karena penerapan kecerdasan buatan atau AI saat ini sudah tidak asing lagi di industri. Banyak perusahaan telah memanfaatkan AI untuk mendorong produktivitas sekaligus efisiensi.
Dengan perkembangan yang masif, AI generatif pun diyakini akan mendorong transformasi pada berbagai industri global. Salah satu pembicara dalam diskusi ini yakni Deputy EVP Digital Technology and Platform Business Telkom Indonesia Ari Kurniawan pun menyoroti hal tersebut.
Ia menuturkan, tren kapitalisasi pasar global AI generatif ini menarik tingkat modal yang signifikan di semua segmen, dari USD 44 di 2020 menjadi USD 16.300 di 2023. Kondisi ini membuat AI sekarang sudah menjadi kebutuhan bagi banyak industri termasuk di Indonesia.
Kendati demikian, ia menuturkan, penerapan AI di Indonesia masih tertinggal, bahkan jika dibandingkan negara-negara di Asia Tenggara. Secara keseluruhan, Indonesia berada di posisi keempat dengan indeks 61,03.
Advertisement
Strategi Penerapan AI
Posisi itu membuat Indonesia berada di bawah Singapura (81,97), Malaysia (68,71), dan Thailand (63,03). Karenanya, Ari menuturkan, harus ada strategi nasional untuk penerapan AI di Indonesia, sehingga bisa mengejar ketertinggalan itu.
"Tentu strategi ini harus ada sasarannya seperti berinvetasi dalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan; menumbuhkan ekosistem digital untuk kecerdasan buatan, serta menciptakan lingkungan kebijakan yang memungkinkan kecerdasan buatan," tuturnya seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (10/9/2024).
Tidak hanya itu, strategi lain yang perlu diperhatikan adalah membangun kapasitas sumber daya manusia dan mempersiapkan diri menghadapi pasar tenaga kerja, transformasi, hingga kerja sama internasional untuk AI yang dapat dipercaya.
Lalu, sasaran kunci di berbagai bidang juga bisa menjadi strategi nasional, seperti layanan kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan penelitian, ketahanan pangan, hingga mobilitas serta smart city.
Perlunya Regulasi
Kendati demikian, Ari juga menyorot soal kehadiran aturan atau regulasi yang mengatur penggunaan AI di Indonesia, tidak sekadar sasaran strategi.
"Jadi harus ada aturan terkait investasi, kompetisi hingga keberlangsungan bisnis AI. Aturan ini juga untuk mengukur dampak positif dan menghindari dampak negatif dari pemanfaatan AI," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkkan oleh Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika) Wijaya Kusumawardha. Ia mengatakan, AI merupakan alat bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain.
"Apalagi negara kita ini memiliki generasi muda yang luar biasa banyak yakni 105 juta warga muda," tuturnya. Dari sektor ekonomi, ia mengatakan, kontribusi AI pada PDP (Pendapatan Domestik Bruto) di 2030 secara global mencapai USD 13 triliun dan di ASEAN mencapai USD 1 triliun.
Sementara untuk di Indonesia sendiri, jumlah diperkirakan mencapai USD 366 miliar. Untuk itu, hal ini wajib dimanfaatkan para pelaku usaha, tidak hanya di bidang teknologi tapi juga industri lainnya.
Kementerian Kominfo sendiri saat ini telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial sebagai Panduan Pengembangan AI yang merupakan turunan dari UU ITE dan UU PDP.
Advertisement