Sukses

Google Siap Latih 5,5 Juta Orang di ASEAN! Akankah Asia Tenggara Jadi Pusat AI Dunia?

Google dan ASEAN Foundation siap latih jutaan orang di Asia Tenggara. Mampukah kawasan ini jadi pusat AI dunia?

Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi kecerdasan buatan (AI) telah menjadi salah satu inovasi terdepan mendominasi percakapan global.

Dengan potensi besar untuk mengubah industri, ekonomi, dan kehidupan sehari-hari, AI juga menghadirkan serangkaian tantangan baru, terutama bagi kawasan ASEAN.

Hal ini diungkap oleh Abhineet Kaul, Director of Econimics Strategy Access Partnership; H.E. Naraya S. Soeprapto, Deputy Secretary-General of ASEAN for Community and Corporate Affairs; Andrew Ure, Goverment Affairs and Public Policy Google SEA di AI Opportunity Southeast Asia Forum.

Digelar di Sekretariat ASEAN, Rabu (2/10/2024), diskusi panel AI Outlook in Southeast Asia membahas dalam tentang AI di kawasan ASEAN.

Dalam diskusi terbaru, ketiganya menyoroti bagaimana AI, infrastruktur digital, dan pengembangan talenta menjadi pilar utama dalam memastikan kawasan ini mampu bersaing secara global.

Namun, perjalanan ini penuh tantangan, terutama dalam hal etika, pemerataan akses, dan kolaborasi lintas negara.

Infrastruktur Digital dan Pengembangan Talenta

Salah satu fokus utama dalam diskusi ini adalah pentingnya infrastruktur digital kuat dan pengembangan talenta berkelanjutan.

"Wilayah ini telah mengalami kemajuan pesat dalam membangun infrastruktur digital, termasuk pemasangan kabel bawah laut di Indonesia. Namun, infrastruktur saja tidak cukup," ungkap Andrew.

"Ada peluang besar di sekitar pengembangan talenta. Bersama ASEAN Foundation, kita akan melatih 5,5 juta orang di kawasan ini, jumlah sangat besar dan menjadi terbesar di Asia Tenggara".

Tidak hanya itu, AI juga memungkinkan inklusi lebih luas melalui inovasi teknologi, seperti penerjemahan bahasa.

Dengan lebih dari 250 bahasa sudah ada di Google Translate, AI terus mendorong kemajuan ini, dan targetnya adalah mencapai 1.000 bahasa di masa depan.

 

2 dari 3 halaman

Tantangan Etika dan Kolaborasi Multinasional

<p>(kiri-kanan) Ruth Porat, H.E. Dr. Kao Kim Hourn (Secretary-General of ASEAN), Dr. Piti Srisangnam (Executive Director of ASEAN Foundation), Amri Ilmma (Chief Operating Officer Edufarmers), Sapna Chadha (VP Southeast Asia and South Asia Frontier). (Doc: Google.org)</p>

AI tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga membawa tantangan dalam hal etika dan kolaborasi internasional.

Menurut Naraya, tantangan utama adalah memastikan semua negara ASEAN bisa bekerja bersama dalam membangun ekosistem AI yang inklusif dan etis.

Meski beberapa negara lebih maju dalam hal akses internet dan infrastruktur, penting bagi ASEAN untuk membangun skilling dan pelatihan yang merata.

"AI adalah proses yang terus berkembang dan akan menghadirkan tantangan baru. Oleh karena itu, kolaborasi antarnegara dan berbagai sektor sangat penting," kata Naraya.

ASEAN Sebagai Pemimpin Inovasi AI

Meskipun AI sering dianggap sebagai teknologi dikembangkan di negara-negara maju seperti AS atau Tiongkok, ASEAN memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam implementasi AI di berbagai sektor ekonomi.

Menurut Abhineet, ASEAN tidak boleh terus-menerus melihat dirinya sebagai "pengikut" dalam inovasi teknologi global.

"Kita sudah memiliki ekosistem lokal yang berkembang dengan baik. ASEAN harus mulai melihat diri sebagai pemimpin dalam difusi teknologi, bukan hanya sebagai pengguna," ungkapnya.

Dengan demikian, AI bukan hanya menjadi teknologi asing, melainkan sesuatu yang dapat dikembangkan dan diadopsi secara lokal untuk kebutuhan spesifik kawasan.

 

3 dari 3 halaman

Masa Depan Etika AI di ASEAN

Seorang teknisi melewati logo mesin pencari internet, Google, pada hari pembukaan kantor baru di Berlin, Selasa (22/1). Google kembali membuka kantor cabang yang baru di ibu kota Jerman tersebut. (Photo by Tobias SCHWARZ / AFP)

Salah satu tantangan besar harus dihadapi ASEAN adalah memastikan pengembangan dan penerapan AI dilakukan secara etis, menghormati hak asasi manusia, dan inklusif.

Andrew mengatakan, perusahaan-perusahaan besar seperti Google sudah mulai menerapkan prinsip-prinsip etika dalam pengembangan AI sejak 2015, dan ASEAN perlu mengikuti langkah ini dengan regulasi yang tepat.

"Kita memerlukan regulasi tepat dan adil. AI terlalu penting untuk tidak diatur, dan ASEAN memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin dalam hal tata kelola AI yang etis," tambahnya.

Untuk mencapai ini, kolaborasi lintas sektor diperlukan, melibatkan tidak hanya pemerintah dan perusahaan teknologi, tetapi juga akademisi, psikolog, antropolog, dan ilmuwan perilaku.

Kolaborasi lintas negara, pengembangan talenta, serta regulasi etis adalah kunci dalam memastikan Asia Tenggara siap menghadapi era kecerdasan buatan.

Â