Liputan6.com, Jakarta Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan kritik oleh Elon Musk atas larangan media sosial terhadap anak-anak di bawah 16 tahun adalah Musk sebagai pemilik X.
Ia pun mengaku terbuka untuk berbicara dengan miliarder tersebut tentang larangan yang menargetkan sejumlah perusahaan raksasa teknologi itu.
Baca Juga
Namun, aturan baru ini disebut dapat membebani hubungan Australia dengan sekutu utamanya Amerika Serikat (AS), karena Elon Musk adalah salah satu seorang tokoh utama dalam pemerintahan presiden terpilih Donald Trump.
Advertisement
Albanese, ketika ditanya apakah ia siap untuk berbicara dengan Musk tentang larangan media sosial tersebut, dengan tegas mengatakan: "Kami akan berbicara dengan siapa pun".
"Terkait Elon Musk, dia punya agenda, dia berhak menyampaikan kritik sebagai pemilik X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter," kata Albanese dalam sambutannya di televisi Australian Broadcasting Corp, dikutip dari Reuters, Senin (1/12/2024).
Undang-undang tersebut memaksa pembesut media sosial termasuk Instagram dan Facebook (Meta) hingga TikTok untuk menghentikan anak di bawah umur masuk ke akun mereka atau perusahaan akan dikenai denda hingga AUD 49,5 juta atau sekitar Rp 500 miliar.
Uji coba metode penegakan hukum itu rencananya akan dimulai pada Januari 2025 dan larangan tersebut akan berlaku dalam setahun.
"Kami bertekad untuk menyelesaikannya, parlemen Australia telah meloloskan undang-undang ini dengan suara mayoritas," Albanese memungkaskan.
Australia Larang Anak di Bawah 16 Tahun Main Media Sosial, Efektifkah?
Jika aturan ini disahkan, perusahaan seperti TikTok dan Instagram harus menggunakan teknologi untuk memverifikasi usia pengguna.
Dikutip dari Engagdet, Jumat (29/11/2024), pemerintah Australia memastikan proses ini tidak akan meminta dokumen pribadi seperti paspor atau SIM. Namun, beberapa platform game seperti Fortnite, Roblox, serta aplikasi edukasi akan dikecualikan.
Bagi platform yang melanggar, akan dikenakan denda sampai AUD 49,5 juta. Aturan ini baru akan mulai diterapkan setidaknya dalam 12 bulan ke depan, sehingga memberi waktu untuk persiapan bagi platform digital.
Meski terlihat tegas, banyak pihak meragukan efektivitas aturan ini. Remaja yang paham teknologi bisa saja pakai VPN buat melewati pembatasan, hingga aturan ini bisa jadi kurang berdampak. Selain itu, ada kekhawatiran soal perlindungan privasi dalam proses verifikasi usia.
Jika aturan ini disahkan, Australia akan memiliki batas usia pengguna media sosial tertinggi di dunia. Beberapa negara seperti Prancis, Norwegia, dan Inggris juga tengah mempertimbangkan langkah serupa.
Khusus Amerika Serikat, beberapa negara bagian sudah mencoba aturan serupa, tetapi banyak yang terbentur masalah hukum.
Advertisement