Liputan6.com, Jakarta - CTO Cloud Computing Akamai Jay Jenkins, pada diskusi online Akamai Roundtable Indonesia, Jakarta, Kamis (6/12/2024) mengungkapkan tantangan besar yang dihadapi perusahaan di bidang komputasi awan, terutama di wilayah Asia Pasifik (APJ).
Akamai berfokus pada evolusi model komputasi yang lebih efisien untuk menghadapi kebutuhan teknologi yang semakin kompleks.
Baca Juga
Biaya Cloud yang Melonjak
Advertisement
Jenkins menyebutkan bahwa komputasi awan terus meningkat secara global. Pada tahun ini, total biaya mencapai USD 679 miliar (sekitar Rp 10 triliun rupiah) dan diprediksi akan melambung hingga USD 1 triliun pada 2027.
Tapi, semua kenaikan ini berasal dari kebutuhan teknologi baru, sekitar 13 persen dari lonjakan biaya disebabkan oleh inflasi langsung dalam layanan cloud.
“Tekanan biaya ini menjadi tantangan besar, terutama karena semakin banyak organisasi yang bergantung pada model multi-cloud,” kata Jenkins, pada acara diksusi Akamai Roundtable Indonesia, Jakarta, Kamis (6/12/2024).
Meskipun multi-cloud menawarkan fleksibilitas, banyak perusahaan masih menduplikasi arsitektur mereka di berbagai platform, yang justru menambah kompleksitas.
Dampak AI di Asia Pasifik
Wilayah APJ, AI berperan besar dalam mendorong perubahan teknologi. Jenkins menyatakan bahwa 50 persen perusahaan di kawasan ini menjalin kerja sama dengann penyedia cloud untuk mendukung infrastruktur AI.
Selain itu, pengeluaran untuk teknologi AI generatif dan pengembangan aplikasi canggih mengalami kenaikan sebesar 20 persen. Kendati demikian, AI juga membawa tantangan baru. Model komputasi terpusat yang ada saat ini tidak lagi cukup memadai.
“Dengan semakin besar data yang harus diproses dekat pengguna, kita perlu pendekatan baru yang lebih terdistribusi untuk memenuhi kebutuhan ini," kata Jenkins.
Solusi Masa Depan: Cloud dan Edge Terdistribusi
Akamai meyakini bahwa model komputasi cloud harus berevolusi. Dengan mengadopsi arsitektur cloud native, perusahaan dapat mendistribusikan beban kerja lebih efisien dan mengurangi risiko konsentrasi pada satu platform.
Teknologi ini memungkinkan pemrosesan data lebih dekat dengan pengguna, mengurangi latensi, meningkatkan performa, serta memastikan privasi yang lebih baik. Dengan pengalaman 25 tahun dalam mengembangkan jaringan global, Akamai terus memperluas cakupan dan efisiensi layanan ini.
Memanfaatkan Edge Computing, Migrasi ke Cloud hingga Mendukung Bisnis Kecil
Memanfaatkan Edge Computing untuk Efisiensi Bisnis
Akamai, yang dikenal sebagai penyedia platfrom cloud terkemuka, terkemuka, terus mendorong adopsi teknologi edge computing di Indonesia untuk membantu bisnis mendekatkan operasional mereka dengan pelanggan.
Teknologi ini memungkinkan perusahaan memproses data operasional mereka dengan pelanggan.
Teknologi ini memungkinkan perusahaan memproses data lebih cepat dengan menempatkan aplikasi lebih dekat ke lokasi pengguna. Akamai juga mengakuisisi Linode, penyedia cloud yang memperbesar kapasitas dan jangkauan jaringan global, termasuk di Jakarta.
Migrasi ke Cloud dengan Gangguan Minim
Saat banyak perusahaan mulai beralih ke cloud untuk mengoptimalkan operasional, migrasi menjadi tantangan besar. Akamai memfasilitasi proses ini dengan pendekatan yang meminimalkan gangguan pada operasional sehari-hari.
Proses migrasi melibatkan pemindahan data dan pemahaman ekosistem teknologi yang ada. Akamai menggunakan otomatisasi untuk meminimalkan kesalahan, memastikan aplikasi dan data dapat dipindahkan dengan lancar, serta mengurangi risiko gangguan.
Selain itu, solusi Akamai juga memungkinkan perusahaan mengelola dan memindahkan data antar-cloud dengan fleksibilitas tinggi, tanpa mengorbankan kontinuitas layanan.
Mendukung Bisnis Kecil dengan Solusi Hemat Biaya
Akamai juga fokus pada bisnis kecil dan menengah (UKM) di Indonesia, yang sering kali terkendala oleh biaya tinggi dan kompleksitas teknologi.
Dengan solusi berbasis edge computing yang lebih terjangkau, Akamai memberikan akses kepada UKM untuk mengadopsi teknologi cloud dan edge dengan cara yang lebih sederhana dan hemat biaya.
Ini memungkinkan UKM di Indonesia bersaing di tingkat global tanpa harus menanggung biaya infrastruktur yang besar.
Dengan pendekatan ini, Akamai mempermudah UKM dalam memanfaatkan potensi teknologi untuk mempercepat transformasi digital mereka, meningkatkan daya saing dan efisiensi operasional.
Advertisement
Riset Akamai: 74 Persen Bisnis Digital Telah Mengadopsi Teknologi Cloud
Untuk diketahui, terlepas dari industri atau pasarnya, bisnis digital atau bisnis generasi era digital (digital native businesses/DNB) telah memanfaatkan teknologi sebagai pembeda untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi.
Pada dasarnya, DNB menerapkan prinsip-prinsip desain cloud-native saat membangun infrastruktur teknologi mereka.
Menurut riset Akamai Technologies bersama TechnologyAdvice pada Maret hingga Mei 2024, DNB semakin banyak menginvestasikan dana mereka dalam teknologi berbasis cloud, dengan proyeksi tingkat pertumbuhan sebesar 37,3 persen untuk periode 2021-2026.
Infrastruktur teknologi DNB dirancang dengan arsitektur layanan mikro yang dapat dikomposisikan, memberikannya fleksibilitas, kelincahan, dan kecepatan pasar yang penting untuk menghadapi perkembangan ruang digital yang pesat.
Survei menunjukkan bahwa tiga dari empat DNB di wilayah ini menggunakan teknologi cloud dengan fokus pada efisiensi dan produktivitas. Sebanyak 74 persen responden telah sepenuhnya bermigrasi ke cloud atau mengadopsi teknologi cloud.
Namun, 26 persen responden belum memiliki rencana untuk mengadopsi cloud atau masih dalam tahap penjajakan, dan angka ini konsisten di seluruh wilayah (19 persen di Australia, 20 persen di India, dan 29 persen di ASEAN).
Keengganan ini mungkin disebabkan oleh perusahaan-perusahaan besar yang sudah lama berkecimpung di industri yang sangat teregulasi, ditambah dengan pendekatan kehati-hatian terhadap cloud yang terus menjadi penghalang adopsi cloud.
Namun, menurut CTO Akamai Technologies, Jay Jankins, ada pencairan saat DNB meningkatkan investasi mereka pada cloud. Hal ini dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dalam belanja teknologi cloud.
"29 persen dari mereka telah dimigrasikan sepenuhkan ke teknologi cloud, 24 persen mengeksplorasi adopsi cloud, dan 16 persen di antaranya dioperasikan dalam lingkungan hybrid," Jay menjelaskan dalam sesi Editor's Roundtable yang digelar secara virtual, Kamis (26/9/2024).