Sukses

Rusia Kembangkan Konsol Game Domestik, Strategi Capai Kemandirian Teknologi

Rusia tengah mengembangkan konsol game domestik yang dilengkapi dengan prosesor Elbrus dan sistem operasi Aurora atau Alt Linux.

Liputan6.com, Jakarta - Rusia dilaporkan berencana untuk mengembangkan konsol game besutannya sendiri. Informasi ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Komite Kebijakan Informasi Duma Negara Anton Gorelkin.

Berdasarkan laporan TechSpot seperti dikutip dari Engadget, Sabtu (4/1/2025), Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Rusia saat ini sedang mengembangkan konsol game domestik.

Kabarnya, konsol ini akan dilengkapi prosesor Elbrus dan sistem operasi Aurora atau Alt Linux, yang merupakan turunan dari sistem operasi Linux. Sementara Elbrus merupakan prosesor yang dikembangkan oleh Moscow Center of SPARC Technologies.

Sebagai informasi, Elbrus sendiri awalnya dirancang untuk kebutuhan pertahanan, infrastruktur, dan aplikasi penting lainnya. Kemungkinan, prosesor ini mungkin belum sebanding dengan produksi Intel, AMD, termasuk menyamai performa yang ditawarkan konsol PS5 atau Xbox.

Menurut Gorelkin, konsol ini tidak ditujukan untuk memainkan game-game yang ada saat ini, melainkan lebih mendukung produk video game domestik. Karenanya, ada kemungkinan konsol ini juga akan mendorong pengembangan developer game yang ada di Rusia.

Selain itu, ada pula konsol lain yang disebut Fog Play. Meski sama-sama sedang dikembangkan, konsol ini disebut akan lebih mendukung kebutuhan cloud gaming.

Rencana pengembangan konsol game ini disebut merupakan satu aspek dari rencana kemandirian teknologi oleh Rusia. Sejak invasi ke Ukraina dan sanski dari negara Barat, Rusia memang saat ini tengan mengalami isolasi dari negara lain, termasuk di bidang digital.

2 dari 3 halaman

Rusia Denda TikTok Rp 467 Juta karena Langgar Aturan Data Anak-Anak

Di sisi lain, Pengadilan Rusia menjatuhkan sanksi denda sebesar 3 juta Rubel atau USD 28.929 (setara Rp 467 juta) kepada TikTok.

Mengutip Reuters, Senin (30/12/2024), sanksi denda ini dijatuhkan karena TikTok dinilai bersalah, atas kegagalannya mematuhi peraturan hukum di Rusia.

Menurut putusan pengadilan kota Moscow, aturan yang dilanggar adalah tentang pendistribusian informasi tertentu milik anak-anak. Tidak diungkapkan lebih detail mengenai pelanggaran seperti apa yang dilakukan oleh TikTok.

Sementara itu sumber lainnya dari The Daily Star mengungkap, langkah hukum berupa penerapan denda TikTok dari Rusia ini menambah deretan panjang tantangan legal yang dihadapi oleh TikTok di berbagai negara.

Platform media sosial yang dimiliki oleh perusahaan teknologi Tiongkok ByteDance ini sedang menghadapi masalah di berbagai negara.

Misalnya di Amerika Serikat, TikTok mendapat ancaman pelarangan operasional, akibat adanya ketakutan tentang pelanggaran privasi dan keamanan data pengguna di negara tersebut.

Sebelumnya, pada Desember ini, TikTok juga menghadapi pelarangan selama setahun di Albania.

Belum lagi, pemerintah Kanada pada November lalu juga ingin menghentikan aplikasi TikTok di negara itu, alasannya karena ada risiko keamanan nasional.

3 dari 3 halaman

Donald Trump Minta Mahkamah Agung Tunda Larangan TikTok

Sementara itu di Amerika Serikat, Presiden terpilih Donald Trump meminta Mahkamah Agung untuk menunda undang-undang yang dapat melarang TikTok hingga setelah pelantikannya.

Dalam amicus brief, pengacara Trump D. John Sauer menulis bahwa presiden menginginkan kesempatan untuk menemukan solusi atas masalah tersebut melalui cara politik.

Undang-undang yang mengharuskan pelarangan atau penjualan TikTok akan mulai berlaku pada 19 Januari 2025, hanya satu hari sebelum pelantikan Trump.

Ringkasan itu menyatakan tanggal pelarangan tersebut "sangat disayangkan waktunya" dan berpendapat bahwa presiden yang akan datang seharusnya memiliki lebih banyak waktu untuk mengerjakan kesepakatan dengan TikTok.

Dilaporkan Engadget, Senin (30/12/2024), tim hukum TikTok mengutip kekhawatiran serupa dalam permintaannya untuk penundaan pelarangan.

Video Terkini