Sebagai perusahaan raksasa di bidang teknologi, Google dikenal memiliki segudang ambisi yang sangat inovatif. Salah satunya cita-cita untuk mendigitalisasikan segala bentuk tulisan dan karya literatur yang pernah dirilis di muka bumi.
Namun cita-cita itu tampaknya tak dapat berjalan mulus. Sebab, baru-baru ini Google dituduh telah melakukan pembajakan oleh The Authors Guild, lembaga hukum yang memayungi kasus hukum para penulis dan fotografer di Amerika Serikat.
Tuduhan dilayangkan ke produk Google, yakni Google Ebooks, yang hingga saat ini sudah memiliki lebih dari 20 juta salinan buku dalam format digital. Google Ebooks merupakan inisiatif Google sendiri tanpa berkomunikasi lebih dulu dengan pemilik karya.
Di lain sisi pihak Google menyangkal bahwa mereka telah membajak buku. Pasalnya, mereka hanya menampilkan sebagian dari isi buku pada layanannya itu. Namun, The Authors Guild tetap saja menuduh Google telah melanggar undang-undang hak cipta dan membawa permasalahan ini ke meja hijau.
Menurut yang dilansir laman Reuters, Rabu (25/9/2013), untungnya hakim Denny Chin yang memimpin persidangan Google versus The Authors Guild ini dapat berpikir dengan bijak. Meski setuju dengan apa yang diutarakan The Authors Guild, namun ia mencoba melihat dari sudut pandang lain.
Hakim Chin mengeluarkan sebuah pertanyaan, "Apakah hal ini hanya sesuatu yang transformatif, apakah hal ini tidak ada manfaatnya?"
Menurutnya, apa yang dilakukan Google justru memiliki dampak positif dan membantu industri percetakan buku dan penjualan karya-karya literatur. Sebagai contoh, bukan tidak mungkin jika seseorang membeli buku yang asli setelah melihat cuplikan dari teks yang dibacanya lewat Google. Dengan kata lain, Google Ebooks dapat menjadi media promosi gratis di dunia maya. (dhi/dew)
Namun cita-cita itu tampaknya tak dapat berjalan mulus. Sebab, baru-baru ini Google dituduh telah melakukan pembajakan oleh The Authors Guild, lembaga hukum yang memayungi kasus hukum para penulis dan fotografer di Amerika Serikat.
Tuduhan dilayangkan ke produk Google, yakni Google Ebooks, yang hingga saat ini sudah memiliki lebih dari 20 juta salinan buku dalam format digital. Google Ebooks merupakan inisiatif Google sendiri tanpa berkomunikasi lebih dulu dengan pemilik karya.
Di lain sisi pihak Google menyangkal bahwa mereka telah membajak buku. Pasalnya, mereka hanya menampilkan sebagian dari isi buku pada layanannya itu. Namun, The Authors Guild tetap saja menuduh Google telah melanggar undang-undang hak cipta dan membawa permasalahan ini ke meja hijau.
Menurut yang dilansir laman Reuters, Rabu (25/9/2013), untungnya hakim Denny Chin yang memimpin persidangan Google versus The Authors Guild ini dapat berpikir dengan bijak. Meski setuju dengan apa yang diutarakan The Authors Guild, namun ia mencoba melihat dari sudut pandang lain.
Hakim Chin mengeluarkan sebuah pertanyaan, "Apakah hal ini hanya sesuatu yang transformatif, apakah hal ini tidak ada manfaatnya?"
Menurutnya, apa yang dilakukan Google justru memiliki dampak positif dan membantu industri percetakan buku dan penjualan karya-karya literatur. Sebagai contoh, bukan tidak mungkin jika seseorang membeli buku yang asli setelah melihat cuplikan dari teks yang dibacanya lewat Google. Dengan kata lain, Google Ebooks dapat menjadi media promosi gratis di dunia maya. (dhi/dew)