Yayasan Nawala Nusantara selaku pengelola layanan domain name server (DNS) Nawala, selama ini bersama pemerintah aktif memblokir berbagai situs internet yang mengandung konten negatif. Selain pornografi, Nawala juga memblokir situs web penipuan dan perjudian online.
Hingga 4 Juli 2013, Nawala mengklaim telah memblokir sekitar 3.585 situs penipuan dan 7.540 situs perjudian. Jika ditotal, keduanya mencapai 11.125 situs.
Namun sayang, menurut Executive Director Yayasan Nawala Nusantara M. Yamin El Rust, hingga saat ini pemerintah belum mempunyai regulasi yang jelas terkait mekanisme pemblokiran suatu situs internet. Dengan begitu, pihaknya saat ini merumuskan sendiri dan berusaha seadil mungkin dalam memilah situs-situs mana saja yang harus diblokir.
"Secara internasional ada 57 kategori yang termasuk konten ilegal di internet. Di Indonesia dikerucutkan menjadi 6 kategori, dan kesemuanya disatukan ke dalam dua kategori besar, yaitu pornografi dan perjudian," jelas Yamin di acara diskusi akhir tahun bertemakan tatakelola internet yang digelar ICT Watch dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) hari ini, Kamis (12/12/2013), di Jakarta.
Dengan begitu, Yamin mengaku pihaknya agak kesulitan dalam menentukan batasan-batasan mana yang masuk ke ranah pornografi dan perjudian. Pasalnya di dunia internet segala sesuatunya harus spesifik.
"Sebenarnya ga ada yang abu-abu. Yang hitam ya hitam, yang putih ya putih. Menentukan pornografi kan gampang sebetulnya, kasih lihat situs yang dicurigai pornografi pada anak muda cukup umur, kalau merangsang atau membuat mereka berpikirang ngeres ya itu pornografi. Tapi kan belum tentu itu situs porno, situs majalah-majalah dewasa yang sekarang banyak beredar juga bisa menimbulkan efek yang sama, apa juga harus diblokir?" ungkap Yamin.
Seketat-ketatnya pemerintah atau pihak Nawala memblokir situs ilegal, selalu ada cara untuk mengaksesnya. Untuk itu, Yamin berharap pemerintah, pelaku industri (penyedia layanan ISP), beserta para aktivis IT untuk duduk bersama dan sesegera mungkin membahas ragulasi filtering situs internet.
Apa yang diungkapkan Yamin senada dengan pendapat Ronald Deibert, Director Citizen Lab of Canada Centre for Global Security Studies.
[Baca juga: Mekanisme Blokir Konten Internet di Indonesia Tak Jelas]
Di gelaran Internet Governance Forum (IGF) 2013 yang berlangsung Oktober kemarin, Ronald juga mengeluhkan tidak jelasnya mekanisme blokir situs internet di Indonesia.
Hasil riset Citizen Lab menemukan bahwa ketika ada sebuah situs diblokir di Indonesia (padahal seharusnya tidak perlu diblokir), lalu setelah diberitahu ISP kemudian membuka blokirnya hanya dalam hitungan menit. Bagaimana mekanismenya Citizen Lab sendiri belum mengetahuinya.
"Proses pemblokirannya tidak jelas dan itu bisa menjadi potensial abuse," tuturnya lagi.
Pemblokiran konten adalah salah satu bentuk pengontrolan informasi. Isu ini merupakan salah satu isu seksi yang dibahas di IGF 2013 lalu, bahkan hingga saat ini.
Banyak negara telah menerapkan kebijakan sensor internet untuk membatasi akses terhadap informasi. Kontrol konten juga dilakukan dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan untuk membatasi kebebasan berpendapat di dunia maya atau media lainnya. (dhi)
`Pemerintah Harus Perjelas Regulasi Blokir Situs Internet`
Hingga saat ini pemerintah belum mempunyai regulasi yang jelas terkait mekanisme pemblokiran suatu situs internet.
Advertisement