Sukses

Peneliti Kembangkan Sistem Pendeteksi Tweet Palsu

Sistem yang bernama Pheme ini dapat membeberkan keaslian tweet yang dibagikan oleh pengguna Twitter.

Akurasi keaslian pemilik akun sosial media hingga kini kerap dipertanyakan. Tak heran jika sejumlah perusahaan pembesut layanan sosial media mengharuskan user melengkapi data tertentu guna memastikan penggunanya bukan robot.

Selain itu, foto dan informasi yang dibagikan juga masih banyak yang dipertanyakan kebenarannya. Mengingat saat ini orang cenderung lebih percaya informasi yang ditemui di internet, meski dalam situasi tertentu hal tersebut dipertanyakan kebenarannya.

Untuk menanggulangi terjadinya hal tersebut, sejumlah peneliti dari lima universitas Eropa mengembangkan sebuah sistem yang mampu mendeteksi kebohongan di sosial media. Sistem yang bernama Pheme ini dapat membeberkan keaslian tweet yang dibagikan oleh pengguna Twitter.

Sistem yang namanya diambil dari mitologi Yunani tersebut dapat menilai secara akurat tingkat kebenaran informasi dalam 140 karakter atau kurang. Pheme bekerja secara real time untuk mencegah terjadinya rumor dan pernyataan palsu dari oknum yang tidak bertanggung jawab.

Kalina Bontcheva, salah satu peneliti dari University of Sheffield mengatakan bahwa sistem dapat menguji informasi dengan cepat dan melacak asal-usulnya. Hal ini dapat mempermudah pemerintah, lembaga kesehatan, wartawan dan pihak terkait menanggapi rumor yang beredar.

Menurut The Telegraph, Pheme bekerja dengan cara mengklasifikasi rumor secara online menjadi empat jenis yakni spekulasi (misalnya dugaan kenaikan suku bunga bank), kontroversi isu tertentu, misinformasi (informasi yang belum diketahui kebenarannya), dan disinformasi (pernyataan palsu yang sengaja dilontarkan untuk memicu komentar sinis).

Setelah mengklasifikasi, Pheme akan mengakses kualitas informasi dan sumber, memberikan bobot berita layaknya seorang ahli, dan melihat jenis perangkat yang digunakan untuk membagikan informasi spam. Proses ini juga termasuk mencari sejarah dan latar belakang pengguna sehingga dapat mengetahui secara rinci lokasi dimana pengguna membagikan informasi tersebut.

Pheme kemudian akan mencari sumber berita terkait yang dinilai lebih terpercaya untuk menyimpan atau mengabaikan informasi serta mencari pola interaksi jejaring sosial. Hasil penelusuran akan ditampilkan langsung ke pengguna Twitter untuk memberitahu tingkat akurasi informasi tersebut.

Saat ini Pheme dalam proses pengembangan dan Bontcheva menargetkan sistem ini dapat selesai dalam kurun waktu 18 bulan. Untuk mengembangkan proyek ini, para peneliti menghabiskan dana sekitar 3,5 juta Euro yang diperoleh dari dana hibah Uni Eropa.

Baca juga:
Twitter Lebih Disukai Remaja Ketimbang Facebook & LinkedIn
Kembangkan Konten Lokal, WeChat Akan Dirikan Server di Indonesia?
Dari Populasi 5 Juta, Pengguna LinkedIn di Singapura Capai 1 Juta
Tembus 250 Juta Pengguna, LinkedIn Ungguli Twitter 

Video Terkini