Liputan6.com, Jakarta - Tak ingin terlambat, polisi akhirnya mendobrak pintu rumah pasangan UP dan NS, penelantar anak di Perumahan Citra Gran, Bekasi, Jawa Barat. Ternyata rumah itu sangat berantakan dan kotor pula, bak kapal pecah. Tapi bukan itu, yang penting adalah polisi, KPAI dan tim Kementerian Sosial mengevakuasi anak-anak UP dari rumah mereka sendiri. Polisi juga menggelandang UP dan NS.
Drama pada Kamis 14 Mei lalu itu adalah puncak dari kasus penelantaran anak yang diawali laporan warga, karena D, bocah laki-laki berumur 8 tahun ini tak boleh masuk rumah dan telah sebulan hanya berkeliaran di lingkungan perumahan.
Ke-5 anak malang itu pun dievakuasi ke kantor polisi, sebelum akhirnya dibawa ke sebuah rumah penampungan atau rumah aman di Cibubur, Jakarta. Ada pun UP dan NS digelandang ke kantor polisi untuk diperiksa, termasuk diuji urinenya.
Namun ternyata UP seorang dosen teknik di sebuah perguruan tinggi di Cileungsi, Bogor yang positif menggunakan narkoba. Begitu juga istrinya.
Polisi kembali ke Citra Gran untuk menggeledah rumah UP. Benar saja, di kamar atas polisi menemukan narkoba jenis sabu seberat 0,58 gram. Ditemukan pula alat pengisap sabu.
Entah apa maksudnya teriakan UP mengenai majahit, nusantoro dan kata-kata aneh lainnya. Tapi kepada kuasa hukumnya UP mengaku sebagai keturunan Majapahit, dan salah satu cara agar kuat melakukan tirakat dengan cara mengisap sabu.
Kondisi psikologis istrinya juga tak jauh berbeda. Sama-sama labil dan alami gangguan kejiwaan. Ternyata nasib malang yang menimpa bocah D serta kakak dan adiknya dialami juga oleh hampir 6.000 anak dari sekitar 4 juta anak telantar di Indonesia.
Sepanjang 2014 lalu tercatat lebih dari 3.000 kasus kekerasan terhadap anak. Selain kekerasan fisik dan psikologis, termasuk di dalamnya adalah kasus penelantaran terhadap anak.
Saksikan rangkuman Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Senin (25/5/2015), di bawah ini. (Ado)
Â
Advertisement