Liputan6.com, Jakarta - Secarik kertas dan selembar uang menjadi alat tukar perdagangan masa kini. Keberadaannya pernah disejajarkan dengan emas. Bahkan ketika banyak negara mulai menerbitkan uang kertas pada abad ke-17, emas masih menjadi patokan.
500 Tahun sebelum Masehi, kerajaan Persia telah memperkenalkan emas dalam bentuk koin-koin. Sejak saat itu emas dijadikan alat tukar. Tahun 1944 hingga tahun 1971, emas berjaya. Logam mulia ini menjadi tulang punggung ekonomi dunia. Ia adalah penjamin jumlah mata uang kartal atau uang kertas yang beredar.
Sistem bretton woods dipelopori Amerika Serikat dan Inggris. Kesepakatan sistem bretton woods berujung munculnya paham liberalisme. Penanda lahirnya 3 badan penentu kebijakan ekonomi, Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia (World Bank) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kesepakatan itu hanya bertahan 27 tahun.
Advertisement
Kehancuran ekonomi di Eropa tahun 1976 membuat sistem bretton wood ditinggalkan anggota-anggotanya. Resesi dunia bahkan memaksa Richard Nixon, Presiden Amerika Serikat kala itu mengeluarkan dekrit secara sepihak keluar dari kesepakatan bretton woods.
The Fed, Bank Sentral Amerika tergiur mencipta dolar melebihi kapasitas emas yang dimiliki. Faktanya sepanjang periode 27 tahun sistem bretton woods berjalan, Amerika Serikat menumpuk lebih dari 8.000 ton emas hasil pertukaran dengan dolar.
Ini membuat Amerika bertengger di urutan pertama penyimpan emas terbanyak atau sekitar 75 persen dari total cadangan devisanya.
Era mata uang bebas mengambang dimulai. Cadangan devisa emas tak lagi jadi fundamen jumlah uang kartal yang beredar.
Kertas-kertas yang dicetak khusus punya kedudukan khusus. Alat tukar resmi komoditi perdagangan hingga kekayaan pribadi atau perusahaan.
Emas. Pesona yang tak pernah pudar. Hadir dan selalu dianggap bernilai dalam setiap babak budaya. Dolar Amerika Serikat tetap jadi mata uang utama perdagangan dan sebagai unsur vital bagi cadangan devisa sebuah negara.
Jumlah emas dalam cadangan devisa Bank Indonesia tidaklah banyak. Hanya kisaran tiga persen dari total US$ 107 miliar di akhir Juli lalu. Ini karena Indonesia menganggap peran emas dianggap tak terlalu vital dalam neraca cadangan devisa.
Ironis, lantaran bumi Indonesia kaya akan sumber daya alam emas salah satunya. Di dalamnya ada sekitar 7.300 ton emas dan baru 10 persen yang telah ditambang.
Masuk dalam urutan ke-6 pemilik deposit terbanyak di dunia, Indonesia hanya berada di urutan ke-40 negara dengan emas sebagai cadangan devisa.
Sejak 2008, angka produksi emas terus menurun. Kekayaan sumber daya alam di bawah perut bumi belum maksimal. Masyarakat pun tak merasakan mulianya emas.
Tambang-tambang konvensional bermunculan begitu ditemukan indikasi lapisan batu atau tanah mengandung emas. Sulit menampik kilau logam yang tak mengenal kata inflasi ini.
Tidak signifikan, tapi jika bisa dikelola, tambang konvensional bisa memberi pengaruh besar dalam ketahanan ekonomi rakyatnya.
Bagaimana pesona emas bagi perekonomian Indonesia? saksikan Emas Untuk Kejayaan Rupiah selengkapnya dalam Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (31/8/2015), di bawah ini. (Dan/Ado)
Â