Sukses

Pantang Menyerah: Mitha, Dosen Penyandang Tuna Rungu

Mitha pun memiliki motto semangat hidupnya yaitu jangan pernah menyerah, tekun, dan sabar adalah kunci keberhasilan.

Liputan6.com, Jakarta - Paramitha Harahap memiliki kegiatan sehari-hari mengajar mahasiswa. Warga Joglo, Jakarta Barat ini adalah dosen sebuah perguruan tinggi di Jakarta.

Jika dilihat sepintas, Mitha sapaan akrabnya memang tampak normal. Namun sebenarnya dia menghadapi tantangan pribadi. Mitha adalah seorang dosen tuna rungu.

"Saya mengajar di Mercu Buana tidak ada kesulitan. Saya selalu terfasilitasi, terbantu multimedia. Dalam menyampaikan, sesuai dengan contoh multimedia. Sebelum mengajar saya selalu membuat konsep, mendesain dulu, baru saya ajarkan," ungkap Mitha.

Mitha lahir dari keluarga sederhana pasangan Ali Panangaran Harahap dan Masniari Siregar. Sejak kecil, dia dikenal aktif dan pandai. Keterbatasan justru mendorongnya untuk membuktikan diri. Dia menyelesaikan pendidikan dengan nilai-nilai yang memuaskan.

"Rasa penyesalan melihat anak-anak begini sama sekali tidak ada, ya kodrat dari Yang Maha Kuasa. Selama dia masih belajar, sekolah, ya sekolah terus," ungkap ayah Mitha, Ali Panangaran Harahap.

Tamat kuliah, Mitha langsung diterima sebagai staf pengajar di Universitas Mercu Buana, tempat ia dulu menuntut ilmu. Pengalaman sebagai penyandang keterbatasan, ternyata menarik banyak pendengar. Dia sering diundang sebagai pembicara atau motivator di berbagai seminar.

"Saya memberi motivasi bukan untuk mengajarkan, melainkan untuk diterapkan dalam kebutuhan sehari-hari anak-anak tuna rungu. Tuna rungu juga bisa punya potensi dan kemampuan tinggi, punya kaki punya tangan, bisa melihat dan kreatif membuat ketrampilan," lanjut Mitha.

Master desain interior ini adalah satu-satunya dosen di Mercu Buana yang menyandang tuna rungu. Mitha menunjukkan keterbatasan tidak selalu berarti hambatan. Keterbatasan bisa saja berarti munculnya kesempatan.

"Walaupun punya keterbatasan fisik, tapi beliau punya semangat untuk bisa bersosialisasi dan mengembangkan pribadi untuk menjadi panutan," ucap rekan dosen Mitha, Chandra Rizky Permata Sari.

Ingin terus berbagi, Mitha membentuk sebuah komunitas bagi para penyandang tuna rungu. "Tujuannya untuk pemberdayaan tuna rungu agar setara dengan orang normal juga perbaikan aspek kehidupan," kata Mitha.

Wanita berusia 45 tahun ini siap berbagi semangat pada para penyandang keterbatasan lainnya untuk selalu tekun sabar tidak pernah menyerah.

"Pemerintah harus menjamin bahasa isyarat contohnya kalau tuna rungu ikut seminar atau sidang, harus dibantu penerjemah berbahasa isyarat. Itu harus dijamin pemerintah bukan dijamin tuna rungu," tandas ibu 1 anak ini.

Mitha pun memiliki motto semangat hidup yaitu jangan pernah menyerah, tekun, dan sabar adalah kunci keberhasilan.

Saksikan perjuangan Mitha menjadi salah satu dosen tuna rungu yang menginspirasi dalam Pantang Menyerah yang ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (4/9/2015), di bawah ini.