Sukses

Barometer Pekan Ini: Pro dan Kontra Waduk Jatigede

Bukan hanya dari warga setempat saja, penolakan juga disampaikan para budayawan Pasundan.

Liputan6.com, Sumedang - Perlahan namun pasti air akan menggenangi ribuan hektare lahan di Waduk Jatigede. Puluhan warga di Desa Cipaku, Kecamatan Darmaraja, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pun menyerah. Mereka membongkar rumah dan mengumpulkan material bangunan yang masih bisa dimanfaatkan kembali.

Waduk terbesar kedua se-Asia Tenggara ini akan menenggelamkan 27 desa dan 12.000 warga harus direlokasi. Termasuk lebih dari 500 kepala keluarga di Desa Cipaku harus rela tanah yang telah ditempati selama puluhan tahun tak lama lagi tenggelam. Para warga merasa telah diusir paksa oleh pemerintah karena ganti rugi belum dibayar.

Penolakan terhadap penggenangan Waduk Jatigede sudah lama disuarakan. Bukan hanya dari warga setempat saja, penolakan juga disampaikan para budayawan Pasundan. Hal itu dikarenakan ada banyak situs budaya peninggalan Kerajaan Sumedang yang terpaksa juga akan ditenggelamkan.

Sedikitnya ada 48 situs bersejarah yang terserak di area Waduk Jatigede. Hingga Senin 31 Agustus 2015 lalu, beberapa situs budaya belum dipindahkan. Situs budaya itu di antaranya 3 makam yang diyakini milik pendiri Kerajaan Sumedang Larang yaitu makam Prabu Guru Aji Putih, Ratu Inten Dewi Nawang Wulan, serta Sang Hyang Resi Agung.

Penggenangan Waduk Jatigede akan menenggelamkan 1.300 hektare hutan. Para warga pun memanfaatkan kayu jati ini sebelum ditenggelamkan untuk membangun rumah. Hal ini dilakukan karena uang ganti rugi sebesar Rp 29 juta tidak cukup untuk membeli rumah baru.

Demikian pula kuburan yang ada di Desa Buah Ngariung, Kecamatan Wado sebagian mulai dibongkar keluarga, sedangkan sebagian lainnya memilih pasrah dan membiarkan kuburan tenggelam di dasar Waduk Jatigede.

Banyak hal dikorbankan untuk pembangunan Waduk Jatigede. Namun dengan waduk ini setidaknya bisa diambil sejumlah manfaat seperti irigasi pembangkit listrik dan mengendalikan banjir.

Meski berbagai penolakan disampaikan, pemerintah tetap bergeming. Penggenangan Waduk Jatigede tetap dilakukan. Pada tahap awal pengisian Waduk Jatigede akan dilakukan hingga elevasi 221 meter di atas permukaan laut. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik operasional bagi irigasi itu adalah 48 hari.

Pembangunan Waduk Jatigede yang digagas sejak era Presiden Soekarno tahun 1962 akan dimanfaatkan untuk berbagai fungsi. Beroperasinya waduk membuat sekitar 90.000 hektare lahan pertanian produktif di Cirebon, Indramayu, dan Majalengka akan menikmati manfaat bendungan.

Waduk juga dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dengan daya 110 megawatt, memasok air bersih hingga 3.500 meter kubik per detik, dan mencegah banjir.

Namun pakar hidrologi dan lingkungan Universitas Padjadjaran Bandung, Chay Asdak menyangsikan Waduk Jatigede dapat mengairi 90.000 hektare sawah.Data tersebut berdasarkan kajian tahun 1985 lalu, padahal saat ini sudah banyak pembangunan yang membuat sawah produktif beralih fungsi.

Pembangunan Tol Cipali yang membentang dari Cikampek hingga Palimanan juga memakan lahan persawahan.

"20-30 tahun yang lampau itu dengan kondisi sekarang, perubahannya sudah besar sekali, sehingga angka 90.000 hektare yang nantinya akan diairi dengan adanya Waduk Jatigede ini, menjadi dipertanyakan," ucap Chay Asdak.

Selain itu, adanya sedimentasi akibat kerusakan hutan di hulu Sungai Cimanuk yang menjadi sumber air Waduk Jatigede akan memperpendek masa pakai waduk. Saat ini, kondisi hutan di hulu Sungai Cimanuk di Kabupaten Garut rusak parah bahkan gundul.

Waduk Jatigede sudah dibangun dengan biaya yang tidak sedikit. Pemerintah harus mampu melakukan langkah-langkah agar waduk bisa dimanfaatkan secara optimal. Masalah sosial akibat penggenangan ini juga harus benar-benar dituntaskan sebelum masyarakat benar-benar terusir dari tanah mereka.

Saksikan selengkapnya dalam tayangan Barometer Pekan Ini yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (5/9/2015) di bawah ini.

(Vra/Ans)

Video Terkini