Liputan6.com, Kalimantan - Dengan dada sesak, laki- laki ini berlari diantara lembah dan tepi sungai. Menembus pekatnya asap, ia terus mencari orang utan yang terjebak dalam bencana ini.
Baginya, orang utan tak akan bisa berbuat apa-apa dalam situasi ini. Tak bisa mengusir asap, apalagi memadamkan api. Satwa endemik Borneo ini hanya akan bergelayut di pohon-pohon yang tersisa.
Baca Juga
Kebun pertama didatangi. Ketika diteliti, tak ada tanda orang utan di kebun ini.
Advertisement
Dan di kebun kedua, anak orang utan tiba-tiba muncul di antara dahan-dahan pohon. Warga dan anggota International Animal Rescue atau tim penyelamat satwa liar yakin, jika anak orang utan yang diperkirakan berumur 7 tahunan ini pasti bersama induknya.
Orang utan termasuk jenis satwa yang akan dilepas induknya jika umur mencapai di atas 7 tahun.
Benar saja, induknya muncul di kebun ini. Begitu keduanya melihat kami, orang utan ini mulai bereaksi, menunjukan dominasinya.
Berteriak dan mematahkan ranting. Keduanya tentu tak menyadari bahwa kedatangan warga adalah ingin menyelamatkannya.
Setelah 2 orang utan ini dibiarkan menginap semalam di kebun ini, warga, tim penyelamat satwa liar, dan BKSDA pada pagi hari memutuskan untuk mengevakuasi keduanya.
Pemetaan lokasi dilakukan. Berbagai peralatan penyelamatan disiapkan. Siulan dan teriakan pun dilakukan untuk memancing reaksi orang utan.
Bencana ini telah meluluh lantakan cadangan makanan orang utan, hingga keduanya terpaksa makan buah karet dan kulit pohon, yang jelas akan merontokkan giginya.
Mengetahui banyak kerumunan manusia di bawah, induk orang utan lagi-lagi mulai menunjukan penolakan. Dan kali ini makin beringas.
Situasi ini tentu saja mempersulit proses evakuasi. Tak mungkin evakuasi hanya dilakukan dengan menggunakan jaring atau pun sekedar sumpit.
Evakuasi ini butuh seorang sniper. Sekali tembak, orang utan harus pingsan.
Sniper kali ini adalah warga asli Dayak yang telah puluhan tahun menggunakan sumpit. Tidak hanya mampu menghitung jarak tembak, namun juga kecepatan angin saat melontarkan jarum bius dari senapan. Bahkan ia dapat menentukan bagian tubuh mana yang ditembak bius agar tidak membahayakan orang utan.
Saat itu orang utan terus berpindah. Sniper juga terus mencari titik paling pas. Orang utan tidak boleh ditembak bius di bagian depan karena bisa mematikan.
Kali ini sniper harus mengambil keputusan cepat, pelatuk senjata ditarik. Jarum bius akhirnya mengenai sasaran.
Jaring mengikuti gerakan orang utan. Namun rupanya induk orang utan ini cukup kuat, ia masih bertahan.
Terpaksa disiapkan tembakan kedua dan pada tembakan kedua, induk orang utan tak kuasa lagi menahan.
Kali ini ia jatuh, namun tersangkut di dahan pohon. Anggota tim memanjat, menggoyang pohon dan induk orang utan aman jatuh di atas jaring.
Ini baru 2 orang utan yang diselamatkan dari bencana kabut asap dan kebakaran hutan. Padahal populasi orang utan di Kalimantan diperkirakan mencapai 50 ribu, dan hutan yang terbakar di pulau ini mencapai lebih dari 1.700 hektare.
Saksikan selengkapnya aksi penyelamatan orang utan dari kepungan asap dalam Potret Menembus Batas SCTV, Senin (5/10/2015), di bawah ini. (Nda/Ron)