Liputan6.com, Jakarta - Fenomena kekerasan terhadap anak pekan ini telah meneror rasa aman terhadap masyarakat, khususnya para orangtua.
Jumat malam 2 oktober 2015 lalu, sebuah kardus membuat geger warga di Kalideres, Jakarta Barat. Warga dan polisi makin terperangah karena benda di dalam kardus ternyata adalah sesosok mayat bocah perempuan dengan kondisi mengenaskan.
Baca Juga
Hasil autopsi, korban tewas dibunuh bahkan ditemukan ceceran sperma di sejumlah bagian tubuh korban.
Advertisement
Tak butuh waktu lama, identitas korban diketahui. Sudah 2 hari orangtua mencari keberadaan korban F yang menghilang sejak pulang sekolah.
Kabar datang menghancurkan harapan orangtua yang masih berharap jika putrinya ditemukan dalam kondisi selamat. Siswa kelas 2 SDN Kalideres 05 Pagi yang dikenal pintar dan periang itu diantar menuju tempat peristirahatan terakhir. Isak tangis pun tak terbendung.
Masyarakat pun mengomentari hal tersebut dengan beragam. "Kasus kekerasan dan pemerkosaan ini adalah kasus yang sangat biadab dan harus dihapus di negara ini," komentar pencipta lagu Deddy Dukun.
"Ini kita harus urus tuntas. Enggak ada cerita itu. Malah saya fikir hukumannya harus hukuman mati. Hukuman terhadap orang yang melakukan paedofilia atau pembunuhan itu hukuman mati," komentar politikus Adhyaksa Dault.
Polisi bergerak cepat. Anjing pelacak dikerahkan dalam olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Bukti-bukti baru pun ditemukan. Sejumlah saksi mata langsung diamankan. Sedikit demi sedikit kasus pembunuhan bocah F mulai terkuak.
Apalagi, rekaman kamera pengintai (CCTV) di sekitar lokasi penemuan jenazah korban memberikan petunjuk bagi polisi. Seorang pria terlihat mengendarai sepeda motor membawa kardus 4 jam sebelum jasad korban ditemukan.
Dan inilah sang predator pemangsa bocah perempuan. A ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan dan pemerkosaan korban. Selain dari 3 alat bukti, polisi juga mendapatkan pengakuan dari tersangka.
Ironisnya, tersangka A diketahui adalah teman kecil ayah korban. A dikenal dekat dengan anak kecil dan tinggal tak jauh dari sekolah korban.
Ironis memang kerap berulang. Pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang yang dekat dengan kita. Berdasarkan temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2012 lalu, ternyata lebih dari 90 persen kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan keluarga.
Masyarakat pun berkomentar soal hukuman apa yang sebenarnya sesuai untuk sang pelaku predator anak.
"Ga ada yang pantas ya, ga ada yang bisa mengobati kehilangan terutama. Tapi kalau saya pribadi sih saya maunya dia dimatiin (hukum mati) aja deh supaya ga ada lagi yang seperti itu," komentar salah seorang warga.
Saksikan rangkuman Kopi Pagi (Komentar Pilihan Liputan 6 Pagi) selengkapnya yang ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (11/10/2015), di bawah ini. (Vra/Ans)